Tuhan Bersungguh-sungguh terhadap Manusia dan alamT semesta ini (Kisah Nyata ILMU HAKIKAT):

Tuhan Bersungguh-sungguh terhadap Manusia dan alamT semesta ini (Kisah Nyata ILMU HAKIKAT):
Oleh: Wong Edan Bagu.
Putera Rama Jayadewata Tanah Pasundan. Di...
Gubug Jenggolo Manik. Pukul. 10:34. Hari Rabu. Tanggal 13. Februari  2019.

Apa kira-kira ada yang setuju ya, bila ada yang berpendapat kalau  alam semesta ini, ada dengan sendirinya, tanpa ada yang mengadakan/menciptakan.

Misalnya ujug-ujug lamgsung ada, tanpa ada proses pendahuluannya.

Sepertinya jelas tidak mungkin kan...?!

Karena segala sesuatu pasti ada awal prosesnya, yang artinya ada  penciptanya.

Seperti sebuah kapal, entah itu kapal terbang atau kapal laut, pasti ada pabriknya, di pabrik itu ada banyak insinyur penerbangan, ahli mekaniknya, ahli bahan logamnya dan sebagainya.

La kalau alam semesta ini, pabriknya dimana dan apa ada banyak otak untuk menciptakannya...?!

Sepertinya alam semesta ini tidak ada pabriknya yang banyak otaknya, cukup satu otak, yang sangat cerdas dan jenius.

Dan orang-orang menyebutnya sebagai Tuhan, Allah, Hyang Widi, Gusti, Ingsun, Yahweh, God dll.

Banyak sebutan/nama nya, namun sejatinya mengadah pada satu saja, yaitu Dzat.

Satu Dzat dengan banyak nama sebutan.

Dzat tidak marah kalau di panggil God. Dzat juga tidak marah bila disebut dengan Yahweh. Dzat juga tidak marah ketika disebut Allah, Dzat juga tidak marah jika disebut Wyang Widi.

Singkatnya, terserah yang manggil dan menyebut deh.

Dia mengetahui isi hati para penyebut-Nya.

Dia adalah causa prima, sebab terakhir dari deretan sebab.

Karena terakhir, maka tidak ada yang menciptakan Dzat tersebut.

Dzat itu tidak diketahui susunan biologisnya, susunan fisikanya seperti apa, susunan kimianya bagaimana.

Dzat itu Dzat, Tuhan itu Tuhan. Kalaupun selama ini Tuhan biasa digambar oleh manusia dengan Asma, Sifat, Af’al bahkan Dzat dll, itu sesungguhnya hanya untuk mempermudah kita dalam  memahaminya saja.

Semua gambar itu sebenarnya tidak menunjuk pada asli Dzat-Nya.

Seperti gambar tentang ayam, pasti berbeda dengan ayam aslinya.

Apalagi bila hanya digambar atau diphoto/dipotret dengan kamera satu dimensi.

Ayam yang dishoting juga beda dengan ayam aslinya yang berdimensi tiga.

Apalagi  Dzat-Nya Tuhan.

Berapa dimensi Tuhan...?!
Satu dua tiga...?!
Atau berdimensi tidak terhingga...?!

Ya...

Tentu saja iya, karena Dia adalah pencipta dimensi-dimensi itu sendiri, sehingga semua penggambaran dan penangkapan imaji tentang-Nya pasti tidak tepat.

Itu sebabnya, tidak ada satupun makhluk di muka bumi ini, bisa  disebut paling tahu tentang Tuhan.

Tidak jin, tidak malaikat, tidak biksu, tidak kiyai, tidak ustadz, tidak wali, tidak pendeta, tidak pedanda, tidak politikus, tidak ekonom, tidak psikolog, tidak bromocorah, tidak menteri agama, bahkan nabi sekalipun.

Semuanya sama-sama tidak tahu apa dan bagaimana Tuhan yang sesungguhnya.

Maka, bila ada seseorang yang  mengaku paling tahu tentang apa dan bagaimana Tuhan, sesungguhnya dia termasuk orang yang patut di cintai, dikasihi dan di sayangi. He he he . . . Edan Tenan.

Itu sebabnya, kita diharapkan untuk berendah hati terhadap wujud-Nya yang misterius tersebut.

Kita tetap diperkenankan untuk Kadhangan, menceritakan,  memikirkan, membicarakan, menghayati, memaknai hakikat Tuhan.

Sebab karena keKadhangan, akan memperkaya pengertian dan pemahaman serta pengetahuan tentang-Nya.

Yang jelas, yang bisa kita lihat dengan mata adalah jejak-jejak Tuhan.

Apa sih jejak-jejak Tuhan itu...?!
Keberadaan alam ini.

Sejatinya, alam adalah suatu sistem keKuasaan-Nya yang berdiri di atas prinsip keAgungan-Nya.

Alam tidak mengenal sampah atau residu, karena di alam ada proses daur ulang secara otomatis.

Gelarnya; Alam semesta dan Gulungnya; Alam bukan tanpa tujuan.

Tujuannya sangat jelas yaitu;  SYAHADAT - KESAKSIAN.

Saksi apa...?!
Saksi Keberadaan Dzat Tuhan.
Itulah hakikat alam semesta.

Dalam hubungannya dengan alam ini, Tuhan berkenan menyatakan atau memperlihatkan Diri sebagai Rabbul Alamin (tercakup di dalamnya Rabbul Falaq dan Rabbin Nas) sedangkan terhadap apapun yang ada di dalamnya, termasuk di  langit dan bumi, Tuhan menyatakan diri sebagai Pencipta.

Jadi, kalau manusia ingin mengetahui-Nya, maka dia perlu mengenal Dzat Tuhan.

Melalui apa...?!
Ya melalui dirinya sendiri, karena diri ini adalah Ciptaan Tuhan.

Mengenal Tuhan berarti juga mendekati Dzat Tuhan, mendekati Dzat Tuhan, tidak sama dengan mendekati benda.

Maka, bila ingin mendekati Tuhan caranya adalah mengenal diri sejati.

Sebab di dalam diri sejati itulah,  sesungguhnya ada kehendak dan keinginan Tuhan.

Berapa bentangan panjang alam semesta, hanya seujung debu di mata Tuhan.

Berapa bentangan usia/umur alam semesta, hanta dekejap di mata Tuhan.

Puja dan puji syukur kepada Tuhan, karena semua pergelaran alam semesta ini, masih ada dalam di dalam cipta pengawasan Tuhan.

Artinya; Kita tidak dibiarkan hidup se'enak sendiri, sesuka-sukanya sendiri, alam semesta juga tidak dibiarkan berjalan dalam ketidak pastian.

Sebab di sana juga diciptakan sebuah Hukum Keberadaan-Nya,  sehingga alam ini bisa teratur rapi dan pergerakannya tidak berloncatan ke sana kemari.

Jadi Tuhan sangat bersungguh-sungguh terhadap apa yang diciptakan-Nya, yaitu manusia dan alam semesta ini.

Tapi coba kita balik, apakah manusia bersungguh-sungguh terhadap alam semesta dan Tuhan-nya...?!

Sepertinya kita masih belum pantas disebut manusia. He he he . . . Edan Tenan.

Buktinya...
La wong membuang sampah saja sembarangan, menggunduli hutan sesuka-sukanya.

Iya apa iya...?!
Hayo...!!!

Nyamuk itu kan ciptaan Tuhan, kecil tak berdaya lagi, la kok tega-teganya di bunuh...!!!

Padahal nyamuk tidak pernah berdosa dan salah. Hayo...?!

Dimanapun di muka bumi ini, yang berbuat dosa dan salah itu, hanya manusia, bukan hewan, bukan jin, bukan iblis, juga bukan setan.

Sikap dan sifat kita terhadap alam semesta ciptaan Tuhan ini yang  sembrono.

Bagaimana manusia bersungguh-sungguh terhadap dirinya sendiri...?!

La hanya sibuk merawat bentuk tubuhnya saja, merawat wajahnya, merawat penampilannya, memanjakan keinginannya, merawat kedudukannya, merawat jabatannya.

Namun belum bersungguh-sungguh merawat dirinya sendiri.

Bagaimana bisa disebut telah merawat dirinya sendiri, buktinya  jati diri atau diri sejatinya saja tidak mengerti, tidak memahami, tidak mengetahui, Iyo to...?!

Merawat jelas dibutuhkan rasa ingin tahu, sehingga bisa memiliki pengetahuan, bila sudah memiliki pengetahuan, maka akan mampu mengenal sekaligus mengakrapi dan kemudian mencintai, mengasihi, menyayangi dan melebur dalam diri sejatinya.

Tahukah apa ciri-ciri orang yang sudah ikhsan dan sudah makrifat akan diri sejatinya...?!

Orang yang sudah mampu melebur dengan diri sejatinya, ini bisa dikenali bila antara buah pikiran, kehendak hati nurani yang suci, dan kelakuannya sudah satu dan sama.

Antara gerakan sadar dan bawah sadar sudah sepenuhnya berada di dalam kontrol satu pusat kesadaran.

Yaitu;
Kesadaran diri sejati yang lebih sering saya katakan sebagai kesadaran murni.

Bagaimana mengenal diri sejati ini...?!

Saya sudah menguraikan melalui kabar berupa artikel di internet dan vidio di you tube.

Saya males baca pak WEB, you tube kurang pengalaman, jadi, tidak tau caranya.

Gampang...
Datang saja temui langsung saya, di alamat yang selalu saya cantumkan di setiap artikel terbaru. Selesai.

Kisah Nyata;
Ada seseorang yang berniat kuat bertapa, menjalani lelaku meditasi (tidak makan minum dan bergerak selama 41 hari 41 malam) untuk mengenal diri yang paling sejati.

Hari pertama hingga hari ke tiga puluh, dia mendapati banyak tantangan.

Seperti kedatangan makhluk-makhluk gaib yang berniat untuk menggugurkan tapanya.

Ada raja tuyul menawari kekayaan berlimpah, misalnya, ada raja jin menawarkan keberlimpahan harta, tahta, wanita dll.

Apabila si pertapa menghentikan lelakunya saat itu, maka dia sudah pasti akan menjadi kaya raya, hidup enak di dunia.

Namun dia tidak bergeming dengan rayuan itu, dia terus melakukan apa yang jadi tekadnya,  meskipun tubuhnya sudah lemah lunglai.

Pada hari ke empat puluh, muncul sinar beraneka warna menyinari tubuhnya, yang sudah hampir mati ini.

Sinar ini adalah Malaikat yang menawarkan semua kenikmatan hidup dunia, bahkan akhirat dan jaminan masuk surga.

Namun pertapa ini tidak mau, dia terus bertekad untuk menemukan jawaban siapa diri sejatinya.

Pada hari dan detik terakhir di hari ke empat puluh satunya, tubuhnya sudah hampir mati, gelombang otaknya sudah sampai di titik nadi.

Nafasnya tinggal sejengkal lagi, namun dia masih hidup, sebab ruhnya belum lepas dari raga, saat genting itulah, apa yang dicari orang itu pun datang.

Tiba-tiba dari dalam dirinya muncul sosok yang sama persis dengan dirinya.

Terjadilah percakapan batin seperti berikut ini:
Pertapa;
Kamu siapa...?!

Sosok;
Aku guru sejatimu.

Pertapa;
Inilah hasilku mengenal diri sejati...?!

Sosok;
Ya, kau akan mengenali kehendak dan keinginanku.

Pertapa;
Kamu berkehendak apa terhadap aku...?!

Sosok;
Kehendakku adalah menuntunmu dan ikutilah aku.

Pertapa;
Kemana...?!

Sosok;
Agar kau mengenal Tuhan.

Pertapa;
Siapa Tuhan...?!

Sosok;
Aku.

Pertapa;
Jadi kau itu tuhan...?!
Aku tidak percaya.

Sosok;
Kau tidak akan mampu melihat Dzat Tuhan, maka aku mewakili-Nya, agar kau bisa tetap hidup dengan pikiran-pikiranmu.

Jangan pikirkan Tuhan, karena sesungguhnya Dia tidak bisa dipikirkan, pikiranmu untuk mengenali-Nya, sesungguhnya adalah proses awal dari pemahamanmu terhadapku.

Pertapa;
Baiklah aku sekarang jadi tahu siapa diri sejatiku, terima kasih dan apa saranmu...?!

Sosok;
Ikuti aku, aku akan selalu menuntunmu menuju pada jalan hidup yang lurus.

Pertapa itu kemudian menghentikan meditasinya dan kembali meniti hidup sebagaimana manusia biasa dan normal, sebagaimana manusia pada umumnya.

Lalu...
Apa hikmah yang bisa ditangkap dari pengalaman nyata di atas...?!

Yaitu, kenalilah diri sejatimu maka kau akan mengenal Tuhanmu.

Manusia pada hakikatnya adalah alam makro, bukan alam mikro.

Sebab bentangan panjang pendeknya usia, panjang pendeknya fisik alam semesta ini,  sepenuhnya berada di dalam jangkauan pengetahuan dan kesadaran manusia.

Masak sih...?!
Apa iya ya...?!

Coba saja tanyakan panjang alam semesta ini kepada seorang astronom dan kepada seorang politikus, pasti jawabannya berbeda.

Bentangan panjang dan luasnya alam semesta ini, di tentukan dan di ukur oleh manusia itu sendiri, jadi, sesungguhnya manusia itu lebih besar dari alam semesta ini.

Sehingga dengan kesaksian ini, saya Wong Edan Bagu berkesimpulan;
Bahwa alam semesta ini adalah MIKROKOSMOS sedangkan manusia adalah MAKROKOSMOS.

Bukan sebaliknya, sebagaimana yang biasa disebutkan oleh kebanyakan orang.

Dari sini bila diteruskan kita akan mendapatkan banyak pengetahuan dan pengalaman baru.

Maka konsep Tuhan yang sering kita sebut sehari-hari dan alam semesta yang kita nalar ini, pada hakikatnya berada di dalam genggaman pengetahuan manusia.

Apa tidak mewah dan luar biasa...?!

Yang tidak ada di dalam genggaman pengetahuan manusia adalah; Tuhan dan alam semesta yang tidak kita pikirkan namun kita rasakan.

Sedangkan mengenai rasa ini, ada dua macam keadaan. Yaitu; Rasa yang tidak ada apa-apa / rasa yang menyatu dan Rasa yang ada apa-apa / rasa yang tersebar/menyebar.

Rasa yang tersebar disebut Pangrasa (panging rasa) ranting/cabangnya rasa, ibaratnya seperti cabang/ranting  pohon.

Sedangkan rasa yang menyatu (mligi/deleg/utuh) adalah pohonnya, sebagai kesatuan dari ranting-ranting tersebut.

Upaya untuk mencapai mligining rasa (Maligining Rasa) rasa yang utuh, Pertama;
Mengupayakan agar rasa pangrasa jangan terlalu menyebar, ibaratnya pohon, minimal jangan terlalu banyak ranting/cabang.

Kedua;
Dengan teliti dan kontinyu mengikuti ugering dumadi  pandam, pandom dan panduming dumadi). Maksudnya, mengikuti hukum hidup (Wahyu Panca Ghaib)

Ketiga;
Mangastuti (manembah) kepada Tuhan. Maksudnya patuh kepada Tuhan (Wahyu Panca Laku).

Keempat;
Pada saat khusus, sekurang-kurangnya, ketika ada waktu luang, gunakan/manfaatkan untuk Kadhangan, agar supaya angan-angan dan nafsu bisa lebih mudah
menunggal/menyatu dengan rasa.

Apabila budi sudah tidak terhalang lagi oleh gerak angan-angan, serta rasa sudah tidak terliputi getarnya sendiri, maka tercapailah Pramana.

Keadaan manusia yang sudah Pramana ini, bisa di ibaratkan seperti Cermin Yang Jernih Dari Kahanan Jati.

Tahap akhir perjalanan Rasa setelah mencapai Pramana, adalah; kembali ke asal mula atau Sangkan Paraning Dumadi (Inna Lillaahi Wa Inna Ilaihi Raji'un).

Yaitu: Menyaksikan alam lami yang karenanya dituntun oleh diri sejati, yang merupakan guru sejatinya, akan menumbuhkan kualitas kesadaran murni.

Di sinilah baru terjadi proses pencapaian Pamungkasing Dumadi yang merupakan kesempurnaan semua dan segala hal. Semuga bermanfaat.

Salam Se-Tuhan Penuh Cinta Kasih Sayang dari dalam Lubuk hati saya WEB yang paling dalam. Selamat🙏Selamat🙏Selamat🙏 Rahayu🙏Rahayu🙏Rahayu🙏Damai🙏Damai🙏 Damai🙏 Tenteram🙏
Saya❤️
Wong Edan Bagu❤️
Ngaturaken Sugeng Rahayu🙏
lir Ing Sambikolo🤝
Amanggih Yuwono🤝
Pinayungan Mring Ingkang Maha Suci🙏
Basuki❤️
Yuwono❤️
Teguh❤️
Rahayu❤️
Slamet❤️🙏❤️
BERKAH SELALU Untuk semuanya tanpa terkecuali, terutama Para Sedulur, khususnya Para Kadhang Konto dan Kanti Anom saya yang senantiasa di Restui Hyang Maha Suci Hidup🙏Om Shantih Shantih Shantih Om - Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuhu🙏
Terima Kasih🤝❤️🤝
Terima Kasih🤝❤️🤝
Terima Kasih🤝❤️🤝
Ttd: Toso Wijaya. D
Lahir: Cirebon Hari Rabu Pon Tanggal 13-08-1959
Alamat: Gubug Jenggolo Manik.
Oro-oro Ombo. Jl. Raya Pilangrejo. Gang. Jenggolo. Dusun. Ledok Kulon. Rt/Rw 004/001. Desa Pilangrejo. Kecamatan. Juwangi. Kabupaten. Boyolali. Jawa Tengah. Indonesia 57391.
Email: webdjakatolos@gmail.com
Telephon/SMS/WhatsApp/Line; 0858-6179-9966.
BBM: DACB5DC3”
Twitter: @EdanBagu
Blogg: www.wongedanbagu.com
Wordpress: http:// putraramasejati.wordpress.com
Facebook: http://facebook.com/tosowidjaya