Mati adalah Pengalaman Orgasme Terindah Bagi Yang Berkesadaran Murni:
Mati adalah Pengalaman Orgasme Terindah Bagi Yang Berkesadaran Murni:
Oleh: Wong Edan Bagu.
Putera Rama Jayadewata Tanah Pasundan. Di...
Gubug Jenggolo Manik. Pukul: 20:00. Hari Selasa. Tanggal 10 Juli 2018.
Para Kadhang Kinasih-ku sekalian.
Perasa'an takut adalah bagian dari inteligensi kita sebagai manusia yang belum sadar, tidak ada yang salah dengannya.
Perasa'an takut yang biasa dijangkiti manusia itu, biasanya adalah Kematian.
Kita takut mati, karena kita merasa tidak akan berada selamanya di sini, kita tidak abadi di sini, hidup tinggal beberapa hari lagi dan kita akan lenyap.
Dalam kenyata'annya, justru karena perasa'an takut inilah, manusia selalu berada dalam pencarian mendalam, tentang apa artinya menjadi religius/spiritual.
Jika tidak demikian, maka tidak akan ada tujuan yang akan dicapai.
Tidak ada binatang dan tumbuhan yang bersifat religius/spiritual, karena mereka tidak berada dalam ketakutan.
Tidak ada binatang dan tumbuhan yang dapat menjadi religius/spiritual, karena tak ada binatang dan tumbuhan yang dapat menyadari tentang kematian.
Manusia menyadari kematian. Pada setiap momen, ada kematian di sana, mengepung kita dari segala penjuru.
Kita dapat lenyap dari dunia ini, kapan saja, hal inilah yang membuat kita menjadi takut.
Akan tetapi, lagi-lagi yang nanya Ego "EGO kita akan berkata" Oh... Saya tidak takut, saya pemberani.
Kita berkata demikian, karena kita malu dikatakan sebagai seorang pengecut.
Perasa'an takut bukanlah untuk pengecut, maka,,, terimalah perasa'an takut itu, karena dia adalah bagian dari kedirian kita sendiri.
Satu hal yang mesti dipahami, ketika di saat kita merasa ketakutan, timbul dalam diri kita, amatilah perasa'an takut itu, kemudian nikmatilah.
Rasakan dan Nikmatilah dengan kesadaran murni kita yang penuh cinta kasih sayang, dalam pengamatan itu, kita akan mentransendensinya.
Kita akan melihat tubuh (kita) bergetar karena perasa'an takut itu, kita akan menyaksikan wujud pikiran kita yang merasa takut itu, akan tetapi, kita akan sampai untuk merasakan sebuah tujuan diri kita yang sesungguhnya.
Di sebuah pusat yang jauh dan dalam, yang tetap tidak terpengaruh dan tidak berubah oleh badai yang berlalu.
Namun jauh dalam diri kita, terdapat sebuah pusat yang tak tersentuh, sebuah pusat dari angin badai/topan itu.
Biarkanlah perasa'an takut itu tetap hadir, jangan memeranginya, tapi amatilah yang sedang terjadi dengan kesadaran murni kita, dan teruslah mengamatinya.
Ketika mata kesadaran murni kita sedang mengamati itu, semakin menembus dan semakin intens, sang tubuh akan bergetar semakin hebat, pikiran akan bergetar, tetapi jauh dalam diri kita, akan ada sebuah kesadaran murni yang merupakan sebuah kesaksian, yang hanya pengamatan-pengamatan, Ia tetap saja tidak tersentuh, seperti bunga lotus (teratai) dalam air.
Hanya ketika kita sampai pada itu, akan mencapai keadaan tanpa perasa'an takut (fearlessness).
Akan tetapi, keadaan tanpa perasa'an takut itu, bukan tanpa perasa'an takut, keadaan tanpa perasa'an takut itu, bukanlah keberanian.
Keada'an tanpa perasa'an takut itu, adalah sebuah realisasi (pemahaman utuh) bahwa kita terdiri dari dua bagian.
Sebuah bagian dari diri kita yang akan mati dan bagian yang lain dari diri kita akan abadi.
Bagian yang akan mati selalu berada dalam keadaan takut, sedangkan bagian yang tidak akan mati, tetap abadi, karena itu, tidak ada gunanya perasa'an takut itu.
Kita dapat menggunakan perasa'an takut untuk bersemedi, gunakan semua yang kita miliki untuk Patrap Semedhi, sehingga kita dapat melangkah sangat jauh.
Saya pernah bertanya ini kepada mendiang Guru Semedhi saya;
Guru...
Emosi paling kuat yang saya miliki adalah kebencian terhadap kematian. Saya ingin membunuh emosi ini, sekali dan untuk selamanya !!!!.
Guru saya menjawab pertanyaan saya ini;
Membenci kematian, sama dengan membenci kehidupan.
Keduanya tidak dalam keadaan terpisah dan keduanya tidak dapat dipisahkan.
Kematian dan kehidupan, eksis secara bersamaan, tidak ada cara untuk memisahkan keduanya.
Keterpisahan antara keduanya, hanyalah abstraksi dalam pikiran manusia saja, sepenuhnya palsu.
Kehidupan mengimplikasikan kematian, kematian mengimplikasikan kehidupan.
Keduanya adalah dua kutub yang bertentangan, tetapi saling melengkapi satu sama lain.
Kematian adalah puncak kehidupan, jika kita membenci kematian, bagaimana mungkin kita dapat mencintai kehidupan...?!
Kesalah pahaman inilah yang fatal.
Orang-orang yang berpikir bahwa mereka mencintai kehidupan, selalu membenci kematian, dan dengan membenci kematian, mereka tidak mampu untuk hidup.
Kemampuan untuk hidup, secara maksimal, akan muncul ketika kita telah siap untuk mati, dan sangat siap untuk mati, hal ini selalu bersifat proposional (sebanding).
Jika kita hidup setengah hati, kita akan mati setengah hati pula, jika kita hidup dengan sangat intens, total, berani menempuh bahaya, kita juga akan mati dalam keadaan orgasme yang mendalam.
Kematian adalah sebuah “Cressendo” (istilah musik; peningkatan intens dan pasti secara bertahap dalam volume suara) dari awal kehidupan sampai ke puncaknya dalam kematian.
Orgasme yang kita kenal melalui Percinta'an Sex, tidak dapat dibandingkan dengan orgasme yang disediakan oleh kematian.
Semua kegembiraan hidup adalah kecil jika dibandingkan dengan kegembiraan yang dibawa oleh kematian.
Apa persisnya kematian itu...?! Kematian adalah lenyapnya sebuah entitas palsu dalam diri kita, sang ego.
Kematian juga berlangsung dalam cinta kasih sayang dalam skala yang lebih kecil, dalam sebuah cara terpisah, atas dasar ini, terdapat keindahan cinta kasih sayang yang nikmatnya tiadatara.
Untuk sesaat, kita mati, untuk sesaat kita lenyap, untuk sesaat, kita bukan apa-apa dan bukan siapa-siapa, dan keutuhan (keseluruhan) menguasai diri kita.
Kita lenyap sebagai suatu bagian, kita bergerak secara ritmis dengan keseluruhan, kita tidak eksis sebagai riak-riak gelombang di samudra, kita eksis sebagai samudra itu sendiri.
Itulah mengapa seluruh pengalaman orgasme adalah pengalaman-pengalaman yang bersifat samudra, (dahsyat,luas,mendalam).
Hal yang sama terjadi dalam tidur nyenyak, dimana sang ego lenyap, pikiran tidak lagi berfungsi, kita jatuh dalam kegembiraan yang orisinal, akan tetapi, semua ini tidak berarti apa-apa jika dibandingkan dengan kematian.
Mereka semua ini adalah bagian-bagian yang parsial, tidur adalah suatu kematian kecil, setiap pagi, kita akan terbangun lagi.
Tetap saja, jika kita tidur sangat nyenyak, kegembiraan tetap menggelayuti seluruh hari, suatu kualitas tertentu dari ketenangan terus berlanjut di kedalaman hati kita, kita hidup secara sangat berbeda jika kita tertidur nyenyak.
Jika kita tidak dapat tertidur nyenyak, maka seluruh hari kita, esoknya, akan terganggu, kita merasa terganggu dan mudah tersinggung, tanpa ada alasan sama sekali.
Hal-hal kecil dan remeh menjadi gangguan besar, kitan marah, bukan pada seseorang secara khusus, kita hanya sekedar marah, energi kita tidak berada di rumah, ia terganggu, kita tercerabut.
Kematian adalah tidur yang sangat istimewa, seluruh gejolak kehidupan, tujuh puluh, delapan puluh, atau sembilan puluh tahun gejolak kehidupan, dan semua penderitaan hidup, dan semua kegairahan dan gangguan dan kecemasan akan lenyap, mereka semua tidak lagi relevan.
Kita kembali ke dalam kesatuan eksistensi yang orisinal, kita menjadi bagian dari bumi ini.
Tubuh kita lenyap ke dalam bumi, napas kita lenyap di udara, api kita kembali ke matahari, air kita kembali ke samudra, dan langit batin kita bertemu dengan langit luar.
Inilah kematian. Jadi...
Bagaimana mungkin seseorang bisa membenci kematian...?!
Kita pasti membawa kesalah pahaman, kita pasti membawa sebuah ide bahwa kematian adalah musuh yang harus di singkirkan dan di lenyap kan.
Kematian itu bukan musuh, kematian adalah sahabat terbesar kita, kematian harus disambut dengan hangat, kematian harus dinanti dengan hati penuh cinta kasih sayang.
Jika kita memikirkan kematian sebagai musuh, kita akan mati.
Setiap orang akan mati, proses berpikir kita tidak akan membuat perbedaan apapun, bahkan kita akan mati dengan menanggung rasa sakit dan kecewa yang sangat amat, karena kita menolaknya, karena kita memeranginya.
Dalam penolakan itu, dalam upaya memerangi itu, kita telah menghancurkan semua kegembiraan yang disediakan, yang hanya disediakan oleh kematian kepada kita.
Kematian yang dapat membawa kebahagiaan yang sangat mendalam, akan berubah menjadi rasa sakit (fisik dan mental) yang sangat tidak tertanggungkan.
Ketika rasa sakit yang tak tertanggungkan itu sedemikian parahnya, maka seseorang terjatuh dalam ketidaksadaran, terdapat sebuah batas yang dapat ditoleransi, seseorang hanya dapat menanggung sekian banyak rasa sakit.
Atas dasar ini, sembilan puluh sembilan persen dari seratus persen, akan mati dalam keadaan tidak sadar, mereka berjuang, mereka melawan (kematian) hingga detik-detik akhir.
Ketika ini tidak lagi mungkin untuk melawan, mereka meletakkan seluruh energi mereka dalam keadaan penuh resiko.
Mereka terjatuh ke dalam keadaan sejenis pingsan, mereka mengalami kematian yang tidak sadar.
Untuk mengalami kematian yang tidak sadar, merupakan sebuah bencana besar, karena kita tidak ingat apa yang telah terjadi, kita tidak akan ingat bahwa kematian adalah sebuah pintu Dzat, dan kita akan dibawa melalui pintu itu, tetapi bagi seorang yang diusung tandu, yang tidak sadar, dia akan kehilangan peluang yang sangat bernilai.
Itulah mengapa kita terus-menerus melupakan tentang kehidupan di masa lalu kita, jika kita mati dalam keadaan sadar, kita tidak akan lupa, karena tidak akan ada jurang (kesenjangan) disana, akan ada kontinyuitas di sana.
Kita akan mengingat kehidupan masa lalu kita, dan untuk mengingat kehidupan masa lalu itu, adalah impor yang sangat penting dalam proses penyempurnaan hidup.
Jika kita dapat mengingat kehidupan masa lalu kita, kita tidak akan melakukan kesalahan yang sama untuk kedua kali, jika kita melakukan kesalahan sekali lagi, maka kita akan terus bergerak dalam lingkaran salah itu, lingkaran yang sama, roda yang sama akan bergerak kembali, dan terus demikian.
Kita akan mengharap-harapkan ambisi-ambisi yang sama untuk kedua kalinya dan kita akan melakukan ketololan yang sama sekali lagi, karena kita akan berpikir bahwa ini adalah untuk pertama kalinya kita melakukan semua ini.
Sesungguhnya kita telah melakukan semua ini juta'an kali, tetapi setiap kita mati, sebuah jurang tampak menganga, karena kita dalam keadaan yang tidak sadar, kita menjadi terputus dengan masa lalu kita, kemudian, kehidupan mulai lagi dari ABC dan seterusnya.
Hal itulah mengapa kits tidak dapat berkembang menjadi Buddha, menjadi Yesus, menjadi Muhammad, menjadi Roh Suci lainnya, yang telah maju secara spiritual.
Evolusi kesempurnaan Hidup dan Mati, membutuhkan kesadaran murni yang terus-menerus akan masa lalu, sehingga kesalahan-kesalahan yang sama, tidak terulang kembali, secara perlahan-lahan, kesalahan-kesalahan akan lenyap, secara perlahan, kita menjadi sadar akan lingkaran reinkarnasi ini, secara perlahan, kita menjadi mampu untuk keluar darinya, menjadi sempurna abadi.
Jika kita mati dalam keadaan tidak sadar, kita akan terlahir kembali dalam keadaan tidak sadar, karena kematian adalah satu sisi dari sebuah pintu dan kelahiran adalah sisi lain dari sebuah pintu yang sama.
Dari satu sisi, sang pintu akan berkata,”Kematian” dan pada sisi yang lain, ia berkata ”Kelahiran” Ia adalah pintu masuk, ia adalah pintu keluar, ia adalah pintu yang sama.
Itulah mengapa kita telah lahir kembali, tetapi tidak mengingatnya, kita tidak ingat bahwa selama sembilan bulan berada dalam kandungan, kita tidak ingat telah lewat melalui kanal (terusan) kelahiran, kita tidak ingat rasa sakit saat meninggalkan dunia ini, kita tidak ingat trauma kelahiran kita.
Trauma kelahiran itu terus mempengaruhi kita di sepanjang kehidupan kita di dunia ini, seluruh kehidupan kita akan tetap dibayang-bayangi oleh trauma kelahiran kita sendiri.
Trauma itu harus dipahami, tetapi satu-satunya cara untuk memahaminya "adalah" dengan mengingatnya "kesadaran"
Bagaimana cara mengingatnya...?! Kita begitu takut akan kematian, an kita begitu takut akan kelahiran, bahwa ketakutan yang sama, mencegah kita dari melangkah ke dalamnya.
Ketika kita berkata, “Emosi paling kuat yang saya miliki adalah membenci kematian”.
Hal ini adalah kebencian kita akan hidup kita sendiri, cintailah, kasihlah, sayangilah hidup kita dalam kehidupan ini, maka cinta kasih sayang alami pada kematian akan muncul, karena hidup di kehidupan inilah yang membawa kematian.
Kematian tidak dipertentangkan dengan kehidupan, kematian adalah proses mekarnya semua yang dikandung oleh kehidupan sebagai sebuah biji.
Kematian tidak datang dari langit, kematian tumbuh dalam diri kita. Inilah proses mekarnya kita, mengembangnya kita.
Apakah Para Kadhang pernah melihat manusia yang benar-benar meninggal...?!
Adalah sangat jarang untuk melihat manusia-manusia yang benar-benar akan meninggal, tetapi, jika kita pernah melihatnya, kita akan dibuat surprise, bahwa kematian membuat seseorang begitu indah.
Dia tidak pernah tampak begitu indah sebelumnya, tidak juga di masa kanak-kanaknya, karena kemudian, dia menjadi lalai, tidak juga di masa mudanya, karena kemudian gairahnya begitu kuat, emosinya juga kuat, dipenuhi kesenangan-kesenangan yang bergelora, akan tetapi, ketika kematian datang, semua menjadi relaks.
Ketololan dari masa kanak-kanak tidak terjadi di sana, dan kegilaan dari masa muda juga lenyap, penderitaan dari masa tua, penyakit dan keterbatasan di usia senja, juga telah lenyap.
Seorang menjadi terbebaskan dari sang tubuh, kegembiraan yang luar biasa muncul dari inti batin terdalam, menyebar ke seluruh penjuru.
Di mata orang yang benar-benar akan meninggal, kita dapat melihat kilatan cahaya yang bukan berasal dari dunia ini pada wajahnya, kita dapat melihat kedahsyatan yang terkait dengan sesuatu yang melampaui dunia ini.
Kita dapat merasakan keheningan, keheningan yang tidak bersusah-payah, keheningan yang tidak menolak dari seorang yang bergerak perlahan, secara perlahan, menuju kematian, dengan rasa syukur yang mendalam dan sikap menerima sepenuhnya atas semua kehidupan yang telah diberikan kepadanya, dan atas semua yang eksistensi telah begitu bermurah hati, suatu rasa syukur telah melingkupi dia.
Kita akan menemukan suatu ruang yang berbeda sepenuhnya di sekitar dia, dia akan mati sebagaimana seseorang yang harus mati, dia akan melepaskan sejenis kebebasan di mana orang-orang yang berada dekat dengannya akan menjadi terpaku dan tercengang pada kebebasan itu, akan menjadi terpesona.
Di Timur, ini selalu menjadi peristiwa besar. Kapan saja bila seorang Master (guru spiritual) meninggal, ribuan, bahkan jutaan orang berkumpul bersama untuk menyaksikan fenomena agung ini.
Tinggal berada di sana dalam jarak dekat untuk melihat aroma yang sangat wangi dilepaskan, untuk melihat nyanyian terakhir yang dinyanyikan oleh sang Master, dan untuk melihat cahaya yang datang saat tubuh dan jiwa terpisah, hal ini sangat menakjubkan, sebuah pencahayaan yang sangat terang benderang.
Energi yang jauh lebih besar akan dilepaskan ketika sang tubuh dan jiwa dipisahkan, mereka (tubuh dan jiwa) telah berkumpul bersama selama jutaan tahun kehidupan, dan tiba-tiba ketika ajal menjemput, terjadi proses pemisahan yang mengakibatkan energi terlepas.
Energi yang dilepaskan itu dapat menjadi suatu gelombang yang sangat besar bagi siapa saja yang ingin untuk meluncur di atasnya, mereka akan mengalami pengalaman gembira yang sangat intens.
Wahai para Kadhang kinasih-ku sekalian, janganlah kau membenci kematian.
Saya tahu, ini bukan perkara mudah, namun percayalah, ini disebabkan karena kita selama ini, telah diajarkan filosofi yang salah kaprah.
Otak kita telah dijejalkan pendapat bahwa kematian itu bertentangan dengan kehidupan, padahal bukan demikian, selama ini kita selalu diajarkan bahwa kematian itu datang untuk menghancurkan kehidupan.
Semua itu adalah omong kosong. Kematian datang dan memenuhi kehidupan, jika kehidupan kita indah, kematian akan memperindahnya lebih indah lagi.
Jika hidup kita adalah kehidupan cinta kasih sayang, maka kematian akan memberi kita pengalaman cinta kasih sayang yang maksimal.
Jika hidup kita penuh dengan Semedhi, maka kematian akan membawa kita pada kesadaran penuh dengan kemurnian.
Kematian hanya meningkatkan dan memperbesarkannya, tentu saja bila hidup kita adalah kehidupan yang tidak tepat, maka kematian akan mengembangkan hal itu juga.
Kematian adalah memperbesar nilai sesuatu, ia seperti cermin, yang bersifat memantulkan, kematian hanya memantulkan fenomena.
Jangan membenci kematian, jika kita membencinya, kita akan kehilangan kematian dan kita akan kehilangan kehidupan juga.
Jangan pernah berpikir negatif, pemikiran negatif akan mengarah ke mana-mana, jangan membenci kegelapan dan hanya mencintai cahaya, suatu hari nanti kita akan terkejut, dan kita akan menyadari bahwa kegelapan juga bagian dari cahaya itu sendiri, ia suatu fase dari cahaya, suatu cahaya yang sedang tidak aktif. He he he . . . Edan Tenan.
Saya 💓Wong Edan Bagu💓 Mengucapkan Salam Rahayu selalu serta Salam Damai🙏Damai🙏 Damai🙏Selalu Tenteram🙏 Sembah nuwun🙏Ngaturaken Sugeng Rahayu, lir Ing Sambikolo. Amanggih Yuwono🙏inayungan Mring Ingkang Maha Agung.Basuki Yuwono Teguh Rahayu Slamet🙏 BERKAH SELALU Untuk semuanya tanpa terkecuali, terutama Para Sedulur, khususnya Para Kadhang Konto dan Kanti Anom Didikan saya yang senantiasa di Restui Hyang Maha Suci Hidup🙏 Aaamiin🙏Terima Kasih❤️Terima Kasih❤️Terima Kasih❤️
Ttd: Toso Wijaya. D
Lahir: Cirebon Hari Rabu Pon Tanggal 13-08-1959
Alamat: Gubug Jenggolo Manik.
Oro-oro Ombo. Jl. Raya Pilangrejo. Gang. Jenggolo. Dusun. Ledok Kulon. Rt/Rw 004/001. Desa Pilangrejo. Kecamatan. Juwangi. Kabupaten. Boyolali. Jawa Tengah. Indonesia 57391.
Email: webdjakatolos@gmail.com
Telephon/SMS/WhatsApp/Line; 0858-6179-9966.
BBM: DACB5DC3”
Twitter: @EdanBagu
Blogg: www.wongedanbagu.com
Wordpress: http:// putraramasejati.wordpress.com
Facebook: http://facebook.com/tosowidjaya
Post a Comment