Apakah Tuhan Membutuhkan Perantara...?! (Ilmu At-Tauhid. Artikel Khusus untuk Yang Kental dengan Agama):
Apakah Tuhan Membutuhkan Perantara...?!
(Ilmu At-Tauhid. Artikel Khusus untuk Yang Kental dengan Agama):
Oleh: Wong Edan Bagu.
Putera Rama Jayadewata Tanah Pasundan. Di...
Gubug Jenggolo Manik. Hari Rabu. Tanggal 18 April 2018.
Sesuai banyaknya pertanyaan melalui email saya. Seputar Doa mendoakan. Satu lagi yang alhamdulillaah bisa saya kabarkan melalui internet secara umum dan khusus untuk saudara-saudariku yang kental dengan Agama dan mengaku muslim.
Didalam Al-Qur'an Dzat Maha Suci Allah Ta’ala berfirman, yang artinya;
“Berdoalah kepada-Ku, pasti akan Aku kabulkan” (QS. Al-Mu’min : 60).
Setiap hamba yang sedang mengabdi dengan pertaubatan dan iman, pasti membutuhkan sesuatu yang menopang kehidupannya, sehingga dia akan berusaha untuk meraih sesuatu yang dapat menopang kehidupannya itu.
Salah satunya, ketika mereka tertimpa bencana, mereka pun bersimpuh dan memohon kepada Dzat Maha Suci Allah Ta’ala, agar dilepaskan dari marabahaya.
Namun sangat disayangkan, sebagian kaum muslimin, justru terjerumus ke dalam praktek-praktek kesyirikan tanpa mereka sadari, karena berdo’a untuk menggapai keinginan mereka itu.
Saudara-saudariku sekalian... Di dalam berdoa kepada Dzat Maha Suci Allah, kita tidak perlu melalui perantara apapun, karena hal itu termasuk perbuatan syirik.
Dzat Maha Suci Allah Ta’ala berfirman, yang artinya;
“Dan mereka (kaum musyrikin) beribadah kepada selain Allah sesuatu yang tidak sanggup mendatangkan madharat dan manfaat untuk mereka. Dan mereka beralasan, ‘Mereka itu adalah pemberi syafaat bagi kami di sisi Allah'” (QS. Yunus : 18).
Dzat Maha Suci Allah Ta’ala juga berfirman, yang artinya;
“Dan orang-orang yang menjadikan selain Allah sebagai penolong mengatakan, ‘Sesungguhnya kami tidak menyembah mereka, melainkan hanya supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya’ ” (QS. Az-Zumar : 3).
Dalam dua ayat diatad ini Dzat Maha Suci Allah menjelaskan kepada kita, tentang alasan yang diajukan oleh kaum musyrikin untuk mendukung kesyirikan mereka.
Mereka berkata bahwa mereka memiliki niat yang baik, mereka hanya ingin menjadikan orang-orang shalih yang sudah meninggal, sebagai perantara doa mereka kepada Dzat Maha Suci Allah.
Mereka menganggap bahwa diri mereka penuh dengan dosa, sehingga tidak pantas untuk langsung berdoa kepada Dzat Maha Suci Allah.
Sedangkan orang-orang shalih memiliki keutamaan di sisi Dzat Maha Suci Allah, mereka ingin agar semakin dekat dengan Dzat Maha Suci Allah dengan perantaraan orang-orang shalih itu.
Sungguh...
Tidak ada yang mencela niat baik ini.
Akan tetapi, lihatlah cara yang mereka tempuh, mereka meminta syafaat kepada orang-orang yang sudah meninggal, padahal Dzat Maha Suci Allah Ta’ala sudah menegaskan, yang artinya;
“Katakanlah, ‘Semua syafaat itu pada hakikatnya adalah milik Allah’ “ (QS. Az-Zumar : 44), dan meminta kepada orang yang sudah meninggal, adalah termasuk perbuatan syirik akbar yang dapat mengeluarkan pelakunya dari kemuslimannya.
Oleh karena itu, niat baik kaum musyrikin ini, tidak bermanfaat sama sekali, karena cara yang mereka tempuh, adalah kesyirikan, perbuatan yang merupakan penghinaan kepada Dzat Maha Suci Allah Ta’ala.
Kalau ayat-ayat di atas kita sampaikan kepada para peziarah kubur para wali pada masa kini, tentulah mereka akan mengingkari sikap kita dengan keras.
Bisa jadi mereka akan mengatakan “Ayat-ayat tersebut itu, ditujukan kepada orang-orang musyrik yang memuja patung.
Kami ‘kan bukan orang musyrik, kami ini bukanlah pemuja patung, kami sekedar menjadikan orang-orang shalih yang sudah wafat itu sebagai perantara.
Lantas bagaimana kalian ini, kok bisa-bisanya menilai orang shalih sama halnya dengan patung...?!
Maka seorang muslim yang benar-benar memahami tauhid, tentu akan bisa menanggulangi syubhat (kekacauan pemahaman) mereka ini.
Syaikh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah. Menjelaskan;
Bahwa Dzat Maha Suci Allah telah menceritakan bahwa kaum musyrikin itu sendiri, ternyata memiliki sesembahan yang beraneka ragam, tidak hanya patung, ada juga di antara mereka yang menyembah wali, orang-orang shalih, bahkan para malaikat.
Meskipun demikian, Dzat Maha Suci Allah, tetap menyamakan hukum atas mereka dan tidak membeda-bedakannya, maksudnya, mereka sama-sama musyrik sama-sama kafir.
Dzat Maha Suci Allah berfirman, yang artinya;
“Pada hari mereka semua dikumpulkan, kemudian para malaikat ditanya, ‘Apakah semasa hidup di dunia mereka beribadah kepada kalian?
‘Malaikat menjawab, ‘Maha Suci Engkau, Engkau lah penolong kami, sebenarnya mereka itu telah beribadah kepada jin, kebanyakan mereka beriman kepada jin.’ ” (QS. Saba’: 40-41).
Ayat ini menunjukkan bahwasannya di antara kaum musyrikin itu, ada yang menyembah malaikat, akan tetapi, para malaikat berlepas diri dari perbuatan mereka itu pada hari kiamat.
Para malaikat mengatakan bahwa mereka tidak memerintahkan kaum musyrikin untuk melakukan hal itu, dan mereka pun tidak senang terhadapnya.
Padahal kita telah mengetahui bersama, bahwa para malaikat itu adalah termasuk makhluk yang paling shalih, demikian pula halnya dengan peribadatan yang ditujukan kepada para Nabi dan para wali, semuanya tetap disebut sebagai kesyirikan.
Karena ibadah adalah hak Dzat Maha Suci Allah semata, tidak boleh dibagi-bagi kepada selain-Nya.
Barangsiapa yang beribadah kepada Dzat Maha Suci Allah, namun diiringi dengan beribadah kepada selain-Nya, maka dia telah berbuat syirik dan keluar dari ajaran Islam.
Dengan uraian saya di atas, mungkin ada yang bertanya saya, “Apakah Wong Edan Bagu mengingkari syafaat...?!
Yang saya lakukan ini bukanlah meminta kepada selain Dzat Maha Suci Allah, akan tetapi saya hanya mencari syafaat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bukankah pada hari kiamat nanti beliau akan memberikan syafaat ?!
Dan jika ada yang bertanya seperti itu, Maka saya menjawabnya, sama sekali saya tidak mengingkari syafaat, karena syafaat Nabi itu benar adanya.
Akan tetapi, syafaat itu tidak boleh diminta kepada Nabi yang telah wafat, syafaat itu hanya boleh diminta kepada Dzat Maha Suci Allah, karena syafaat itu memang hak-Nya.
Dzat Maha Suci Allah Ta’ala menegaskan, yang artinya;
“Katakanlah, ‘Semua syafaat itu pada hakikatnya adalah milik Allah’ “ (QS. Az-Zumar : 44).
Nabi tidaklah menguasai pemberian syafaat Saudara-saudariku sekalian.
Dan syafaat juga, tidak bisa memberikan untuk setiap orang, syafaat hanya akan bermanfaat bagi orang-orang yang bertauhid.
Terdapat dua syarat agar syafaat diterima. Pertama, diminta kepada Dzat Maha Suci Allah, bukan kepada selain-Nya. Kedua, orang yang diberi syafaat termasuk orang yang bertauhid.
Pertama;
Tawassul, yang Terlarang dan Tidak di bolehkan Adalah;
Tawassul atau mengambil perantara dalam beribadah kepada Dzat Maha Suci Allah, dalam bentuk berdoa kepada orang yang sudah meninggal.
Kedua;
Tawassul, yang Tidak dilarang dan di bolehkan Adalah; Yaitu menyebut nama-nama atau sifat-sifat Dzat Maha Suci Allah pada permulaan berdoa (dengan menyesuaikannya atas permintaan yang dimohon) seperti menyebutkan,” Yaa Ghafuur, ighfirlii ” (Wahai Yang Maha pengampun, ampunilah hamba).
Nah...
Dengan pemaparan yang amat ringkas diatas, kita dapat memahami, bahwa sebenarnya aqidah Islam yang diwariskan oleh Rasul dan para sahabat, adalah aqidah yang sangat mulia bukan...
Bagaimana tidak...
Islam menghendaki agar kita hanya bergantung kepada Dzat Maha Suci Allah Ta’ala saja.
Islam menghendaki agar kita memahami hakikat sesuatu sebelum mengikuti ataupun menolaknya.
Islam menghendaki agar kita berpikir dan tidak terjebak dalam kebekuan berpikir (kejumudan).
Sungguh...
Dzat Maha Suci Allah, tidak membutuhkan siapa pun sebagai perantara (wasilah) dalam hal ibadah.
Di sisi lain, Allah juga mengangkat Rasul sebagai perantara (wasilah) untuk menyampaikan tata cara beribadah yang benar kepada-Nya.
Ingat...!!!
Rasul lo ya... Yang Artinya. Utusan.
Kesimpulannya;
Barang siapa yang mengingkari
wasilah yang pertama, maka dia adalah seorang mukmin. Dan barang siapa yang mengingkari
wasilah yang kedua, maka dia musryik.
Semoga dapat membantu mempermudah PerTaubatan dan KeImanan Bagi Yang masih kesulitan untuk BerTaubat dan BerIman hanya kepada Dzat Maha Suci Allah. Saya Wong Edan Bagu.... Mengucapkan Salam Rahayu selalu serta Salam Damai... Damai... Damai Selalu Tenteram. Sembah nuwun,,, Ngaturaken Sugeng Rahayu, lir Ing Sambikolo. Amanggih Yuwono.. Mugi pinayungan Mring Ingkang Maha Agung. Mugi kerso Paring Basuki Yuwono Teguh Rahayu Slamet.. BERKAH SELALU. Untuk semuanya tanpa terkecuali, terutama Para Sedulur, khususnya Para Kadhang Konto dan Kanti Anom Didikan saya. yang senantiasa di Restui Hyang Maha Suci Hidup....._/\_..... Aaamiin... Terima Kasih. Terima Kasih. Terima Kasih*
Ttd: Toso Wijaya. D
Lahir: Cirebon Hari Rabu Pon Tanggal 13-08-1959
Alamat: Gubug Jenggolo Manik.
Oro-oro Ombo. Jl. Raya Pilangrejo. Gang. Jenggolo. Dusun. Ledok Kulon. Rt/Rw 004/001. Desa Pilangrejo. Kecamatan. Juwangi. Kabupaten. Boyolali. Jawa Tengah. Indonesia 57391.
Email: webdjakatolos@gmail.com
Telephon/SMS/WhatsApp/Line; 0858-6179-9966.
BBM: DACB5DC3”
Twitter: @EdanBagu
Blogg: www.wongedanbagu.com
Wordpress: http:// putraramasejati.wordpress.com
Facebook: http://facebook.com/tosowidjaya
Post a Comment