Yuk... Kita Bercermin Pada Tokoh Punakawan:
Yuk... Kita Bercermin Pada Tokoh Punakawan:
Oleh: Wong Edan Bagu.
Putera Rama Jayadewata Tanah Pasundan. Di...
Pesanggrahan Pesona Jagat Alit. Hari Rabu. Tanggal 17 Januari 2018.
Oleh: Wong Edan Bagu.
Putera Rama Jayadewata Tanah Pasundan. Di...
Pesanggrahan Pesona Jagat Alit. Hari Rabu. Tanggal 17 Januari 2018.
Para Sedulur Dan Para Kadhang Kinasihku Sekalian... Ketahuilah.
Indonesia itu, sebenarnya sangat manusiawi, maksudnya; tidak neko-neko atau wajar-wajar saja alias blak kotak opo anane/apa adanya, bahkan sebelum Indonesia itu ada.
Indonesia itu, sebenarnya sangat manusiawi, maksudnya; tidak neko-neko atau wajar-wajar saja alias blak kotak opo anane/apa adanya, bahkan sebelum Indonesia itu ada.
Tokoh Punakawan dalam pewayangan itu salah satu contoh buktinya. Untuk mu Sekalian yang suka menonton Pergelaran Wayang, salah satu budaya kesenian warisan dari leluhur tercinta kita.
Khususnya yang berpropesi sebagai dalang wayang, yang kemungkinannya belum mengetahui Hakikat dari Punakawan.
Mari bersama saya belajar bercermin pada Tokoh Punakawan ini.
Punakawan di pewayangan, baik itu wayang Jawa/Kulit atau wayang Sunda/golek atau wayang di Bali, tidak hanya bicara soal Epos, tapi juga tentang kearifan dari masyarakat itu sendiri.
Cerita yang ditampilkan dalam pewayangan, seaslinya adalah merupakan gubahan dan adopsi dari cerita abadi Mahabratha atau Ramayana, yang kemudian disisipkan kearifan-kearifan lokal, yang di perankan sebagai Punakawan.
Berbeda dari versi India, cerita yang disajikan lewat pewayangan, tidak hanya menggali nilai-nilai luhur dan mengemasnya dalam lakon raja-raja dan dewata, namun juga menampilkan dalam lakon yang lebih membumi seperti abdi dalem, pedagang, bahkan jongos.
Eksistensi punakawan adalah, simbol yang digunakan untuk menegaskan bahwa nilai-nilai luhur bisa dimiliki oleh siapapun.
Punakawan itu, terdiri dari dua kata saja. "Puna" yang berarti paham. "Kawan" berarti teman atau Sahabat atau sedulur/saudara.
Dalam pewayangan, Punakawan adalah abdi sekaligus pengasuh dari Raja-Raja ataupun dewa, yang dirinya sendiri sesungguhnya adalah dewa.
Dalam Kiprah Kisahnya;
1. Semar kalau istilah Jawa Sunda nya, dan Tualen dalam istilah Bali nya. Adalah; manifestasi Bathara Ismaya.
1. Semar kalau istilah Jawa Sunda nya, dan Tualen dalam istilah Bali nya. Adalah; manifestasi Bathara Ismaya.
Semar nemiliki ciri yang paling menonjol, yaitu berkuncung putih, kuncung putih itu sebagai simbol, yang memiliki arti pikiran, gagasan yang jernih atau cipta hening.
Semar memiliki nama lengkap Semar Badranaya. "Badra" berarti rembulan atau keberuntungan baik. Sedangkan "Naya' berarti prilaku bijaksana.
Semar Badranaya mengandung makna, bahwa di dalam sikap bijaksana, tersimpan keberuntungan baik.
Istilah kejatuhan rembulan. Sering dikisahkan pada tokoh semar, sebab itu, dalam kiprahnya, Semar menjadi rebutan para raja, karena dengan semar dipihaknya, mereka selalu memiliki keberuntungan yang baik.
Semar digambarkan memiliki kekuatan tersembunyi, karena di yakini sebagai titisan dewa, sering menjadi tokoh penengah dan penyelamat.
Meskipun hanya rakyat biasa dan seorang pembantu (punakawan), ia adalah pengayom sekaligus pendidik para bangsawan, khususnya keluarga besar Pandawa.
2. Petruk kalau istilah Jawa nya dan Cepot kalau istilah Sunda nya serta Merdah kalau istilah Bali nya, adalah manifestasi Bathara Wisnu.
Petruk memilik ciri khusus, yaitu kedua tangannya, jika digerakkan kedua tangannya seperti dua orang yang sedang bekerjasama dengan baik.
Tangan depan menunjuk, memillih apa yang dikehendaki, dan tangan belakang menggenggam erat-erat apa yang telah dipilih. Ini menyimbolkan atau berarti kehendak, keinginan dan karsa.
Cepot alias Petruk atau Merdah, adalah anak tertua dari Semar, tokoh ini memiliki sifat yang humoris, meskipun demikian, lewat humor humornya, dia memberikan nasehat petuah dan kritik, sehingga ia menjadi pusat lelucon setiap pertunjukkan lakon wayang.
Lakonnya biasanya dikeluarkan oleh Dalang di tengah kisah, untuk menyampaikan pesan bebas bagi pemirsa dan penonton, baik itu nasihat maupun sindiran, yang tentu saja disampaikan secara humor.
3. Bagong dalam istilah Jawa nya dan Dawala dalam istilah Sunda nya dan Delem dalam istilah Bali nya. adalah manifestasi Bhatara Brahma.
Bagong memiliki ciri, yaitu dua tangan yang kelima jarinya terbuka lebar, ini menyimbolkan atau berarti selalu bersedia untuk bekerja keras.
Bagong atau Dawala atau Delem ini, merupakan Punakawan yang digambarkan memiliki muka bersih putih, sabar, setia, dan penurut, tetapi kurang cerdas dan kurang begitu trampil.
4. Gareng kalau istilah Jawa Sunda nya, dan Sangut kalau istilah Bali nya, adalah manifestasi Bhatara Mahadewa.
Gareng memiliki ciri fisik bermata kero, bertangan cekot dan berkaki pincang.
Ketiga ciri fisik itu, memiliki arti atau meyimbolkan rasa. Mata kero berarti kewaspadaan, tangan cekot berarti ketelitian dan kaki pincang adalah kehati-hatian.
Tokoh Gareng, biasanya di keluarkan, sebagai hiburan antara tokoh wayang dengan audiens.
Karena eksistensinya adalah seorang Dewa dan sekaligus abdi, tokoh Punakawan merombak kehirarkisan struktur sosial, dengan pesan, bahwa menjadi manusia, berarti siap memimpin dan siap dipimpin, yang di sertai kearifan dan pengetahuan yang universal, itu bisa hadir dalam bentuk yang dalam masyarakat kini sering disepelekan.
Mereka adalah gambaran dari laku masing-masing diri kepribadian masyarakat setempat, sebab itu, sering kali Punakawan menjadi sangat lokal, namun sekaligus universal, karena begitu luasnya Nusantara, beda wilayah, beda pula lakon dan laku Punakawannya.
Di Bali sendiri dikenal empat punakawan: Tualen/Semar, Merdah/Petruk. Biasanya ada di sisi protagonis. Sedangkan Sangut/Bagong dan Delem/Gareng, ada di sisi antagonis.
Polarisasi ini menggambarkan pengertian Nusantara, bahwa manusia pada hakekatnya, memiliki dua sifat yang saling seimbang, Hitam dan Putih serta segala yang ada diantaranya.
Mereka "mewakili" sikap miliaran manusia yang dirangkum ke dalam empat gambaran umum.
Semar/Tualen, menggambarkan pribadi manusia yang "tidak tahu dirinya tahu". Dia kontemplatif, murni bersandar pada batin, sederhana dan penuh kearifan.
Petruk/Merdah, menggambarkan pribadi manusia yang "tahu dirinya tahu". Dia paham, berani dan penuh percaya diri.
Dari Petruk/Merdah kita belajar, sekalipun pemikiran kita sudah benar, kalau dipaksakan ke orang lain, cara memaksa inilah yang mengundang perdebatan dan arogansi..
Bagong/Sangut, menggambarkan pribadi yang "tahu dirinya tidak tahu". Dia tidak paham, namun bersikap menerima ketidak pahamannya, mengakui kelebihan orang lain, penuh pertimbangan.
Sikap ini sering kali diremehkan sehingga mau tidak mau mengikuti arus.
Gareng/Delem, menggambarkan pribadi yang "tidak tahu dirinya tidak tahu". Dia tidak tahu tapi merasa tahu, dia tidak tahu tapi tidak menerima pengetahuan orang lain, angkuh dan congkak di depan orang-orang, dan dia tidak bisa mengukur diri. Percaya diri di tengah ketakpahaman.
Dan Hakikat Punakawan ini, tak lain dan tak bukan. Adalah sedulur papat kalima pancer kita sendiri.
Sedulur papat adalah punakawan, dan Bendaranya/Ksatrianya. Adalah pancernya, yang teramat sering saya singgung di hampir setiap Artikel yang saya sebar di internet.
Kita sebagai manusia hidup di dunia ini, adalah pertarungan abadi antara keempat Punakawan tersebut.
Seiring dengan pertarungan, sering kali berubah jadi olok-olok, karena sifat-sifat tersebut, senantiasa ada pada diri kita, tapi kita sering tak sadarkan diri.
Maka dalam lakon pewayangan, biasanya keempat tokoh ini, muncul pada sela-sela pertunjukan dengan guyon.
Selain karena fungsinya sebagai pencair suasana (juga karena seringkali pesan yang dikemas dalam cerita wayang, masih mengikuti karakter sastra lama, yang puitik dan tidak gamblang, sehingga terkesan sangat serius dan berat).
Menurut saya pribadi, kenapa punakawan selalu ditampilkan dalam pribadi yang guyon, karena dari asalnya sendiri, adalah manifestasi dari Yang Dijunjung, yaitu Dewa, dan sekaligus Yang Menjunjung, yaitu abdi.
Karakter punakawan, senantiasa adalah humor. Pesan-pesan yang disampaikan lebih mudah dicerna oleh penonton, mulai dari kalangan masyarakat umum, hingga kalangan atas, karena ringan dan renyah.
Dari para punakawan ini, sadar atau tak sadar, kita sebagai pribadi manusia yang memiliki rasa dan perasaan, dapat memetik sikap: Kita memilih berperan seperti siapa?
Setidaknya, kita akan malu bercermin pada Gareng/Delem, yang selalu pongah dalam ketidaktahuannya.
Minimal kita bisa merenung, kalau tidak tahu sebaiknya kita "tahu kalau kita tidak tahu", ini sikap Bagong/Sangut.
Idealnya kita seperti Semar/Tualen, sekalipun ia paham dan tahu, dia tidak bersikap absolut atau "tidak tahu dirinya tahu.
Di sini seseorang dituntut menjadi arif, sebab kenyataan dan kebenaran, tidak berwujud tunggal, maka, selalu ada yang mungkin lainnya.
Dalam dunia pewayangan, dari kaca mata para punakawan, dunia perasaan dan kemanusiaan diteliti dan dilihat dalam banyak perspektif rasa.
Gareng/Delem selalu jadi tertawaan, sebab Gareng/Delem, bersikap paling tahu di tengah ketidaktahuannya.
Petruk/Merdah yang "tahu dirinya tahu", percaya diri dan berpengetahuan luas, cenderung tergoda memaksakan sikap dan pikirannya.
Dari Petruk/Merdah kita bisa belajar, bahwa sekalipun pemikiran kita yang benar, yang benar-benar lurus sekalipun, kalau dipaksakan ke orang lain, cara memaksa inilah, yang mengundang perdebatan.
Cara Petruk/Merdah yang paling tahu, membuat dia terpancing arogan.
Dari Petruk/Merdah kita diajak belajar, bahwa kebenaran harus dijalankan dengan cara-cara yang tepat.
Cara-cara yang tepat itu, ada pada Semar/Tualen, yang penuh kearifan membabarkan kebenaran, tanpa paksaan, tanpa menggurui, penuh kesantunan dan kesederhanaan serta cinta kasih sayang secara kontemplatif.
Kebenaran menjadi mentah dan tampak dangkal jika disampaikan dengan tutur keras dan perilaku bermusuhan.
Kebenaran menjadi sempurna dalam kesederhanaan tutur kata bahasa yang penuh cinta kasih sayang, kemuliaan hati, santunan, dan kesahajaan sikap dan dipat. Bukan Petruk/Merdah tapi Semar/Tualen. Semoga Bermanfaat.
Saya Wong Edan Bagu. Mengucapkan Salam Rahayu selalu serta Salam Damai... Damai... Damai Selalu Tenteram. Sembah nuwun,,, Ngaturaken Sugeng Rahayu, lir Ing Sambikolo. Amanggih Yuwono.. Mugi pinayungan Mring Ingkang Maha Agung. Mugi kerso Paring Basuki Yuwono Teguh Rahayu Slamet.. BERKAH SELALU. Untuk semuanya tanpa terkecuali, terutama Para Sedulur, khususnya Para Kadhang Konto dan Kanti Anom Didikan saya. yang senantiasa di Restui Hyang Maha Suci Hidup....._/\_..... Aaamiin... Terima Kasih. Terima Kasih. Terima Kasih*
Ttd: Wong Edan Bagu
Di....
Pesanggrahan Pesona Jagat Alit 2.
Alamat;
Oro-oro Jenggolo Manik. Gang Jenggolo. Dusun Ledok Kulon. Desa Pilangrejo. Kecamatan. Juwangi. Kab. Boyolali Jawa Tengah. 57391.
Email: webdjakatolos@gmail.com
Telephon/SMS/WhatsApp/Line; 0858-6179-9966.
BBM: DACB5DC3”
Twitter: @EdanBagu
Blogg: www.wongedanbagu.com
Wordpress: http:// putraramasejati.wordpress.com
Facebook: http://facebook.com/tosowidjaya
Ttd: Wong Edan Bagu
Di....
Pesanggrahan Pesona Jagat Alit 2.
Alamat;
Oro-oro Jenggolo Manik. Gang Jenggolo. Dusun Ledok Kulon. Desa Pilangrejo. Kecamatan. Juwangi. Kab. Boyolali Jawa Tengah. 57391.
Email: webdjakatolos@gmail.com
Telephon/SMS/WhatsApp/Line; 0858-6179-9966.
BBM: DACB5DC3”
Twitter: @EdanBagu
Blogg: www.wongedanbagu.com
Wordpress: http:// putraramasejati.wordpress.com
Facebook: http://facebook.com/tosowidjaya
Post a Comment