MISTERI DIBALIK RAHASIA HURUF “M” Yang Terletak Dibagian Depan. Nama; Romo Semono Sastrohadidjojo:
MISTERI DIBALIK RAHASIA HURUF “M” Yang Terletak Dibagian Depan.
Nama; Romo Semono Sastrohadidjojo:
Oleh: Wong Edan Bagu.
Putera Rama Jayadewata Tanah Pasundan.
Cirebon Jabar. Hari Minggu Kliwon. Tanggal 09 Juli 2017
Para Sedulur dan Kadhang Kinasihku Sekalian...
Sejak kecil, saya selalu tidak merasa puas, jika mengenai sesuatu apapun itu, saya tidak mengetahuinya secara detail dan jelas, berawal dari sinilah, dibalik laku, kalau ada kesempatan, saya selalu mencari tahu, apa makna atau maksud dari aksara huruf “M” yang terletak dibagian depan nama Romo Semono Sastrohadidjojo, manusia pertama yang berhasil menyempurnakan Wahyu Panca Ghaib. Setelah sekian tahun lamanya, dengan modal Wahyu Panca Laku yang saya gunakan untuk mengibadahkan Wahyu Panca Ghaib warisan dari-Nya, akhirnya dzat maha suci mengabulkan permohonan saya yang mustahil menurut umumnya seorang putero romo.
Dzat Maha Suci, memang benar-benar maha cinta kasih sayang, saya diberi kesaksian luar biasa mengenai apa yang ingin saya ketahui mengenai Aksara/Huruf “M”. Yang terletak dibagian depan nama Romo Semono Sastrohadidjojo yang selama ini membuat saya tidak puas. Dan dibawah inilah, profil kronologi dari misteri aksara/huruf “M” yang terletak dibagian depan Nama Romo Semono Sastrohadidjojo, manusia pertama yang berhasil menyempurnakan Wahyu Panca Ghaib. Dan semoga ini bisa menjadi Hikmah yang bermanfaat bagi seluruh Putero Romo yang juga ingin mengetahui detailnya sejarah Hidup Sang Penyempurna Pertama Wahyu Panca Ghaib.
Profilnya Seperti ini
Di sekitar tahun 1855an, ada guncangan masalah keluarga yang berusaha diredam di dalam Kraton Yogyakarta. Sri Sultan Hamengkubuwono V, ditemukan tewas terhunus keris sakti miliknya sendiri, di salah satu ruangan istana. Usut punya usut, si pembunuh raja itu, ternyata sang selirnya sendiri, yaitu istri kelimanya, yang paling disayang, bernama Kanjeng Mas Hemawati.
Sri Sultan Hamengkubuwono V, naik tahta pada usia 3 tahun, namun digeser kedudukannya untuk kepentingan Belanda dalam Perang Jawa saat itu. Takhtanya diambil lagi, oleh pendahulunya, yaitu Sri Sultan Hamengkubuwono II (1750-1828), atas campur tangan dan kepentingan Belanda. Kehidupan Sri Sultan Hamengkubuwono V, ibarat kisah drama. Ia sempat disingkirkan, dan di benci keluarga dan sebagian rakyatnya, karena konflik internal yang terjadi di dalam istana saat itu, lalu ditelikung saudara kandung, hingga mati di tangan istri tercintanya.
Kronologinya seperti ini.
Sri Sultan Hamengkubuwono V, naik singgasana lagi setelah Hamengkubuwono II meninggal pada awal tahun 1828, namun pemerintahan Hamengkubuwono V, kehilangan banyak dukungan dari internal kraton, maupun sebagian rakyat Yogyakarta. Nama aslinya Sri Sultan Hamengkubuwono V, adalah Gusti Raden Mas Gathot Menol, yang kemudian bergelar Pangeran Mangkubumi, anak keenam, sekaligus putra mahkota Sri Sultan Hamengkubuwono IV, dari permaisuri Gusti Kanjeng Ratu Kencono, yang lahir pada 24 Januari 1820 di Kraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat.
Sama seperti putra tersayangnya, hidup Sultan Hamengkubuwono IV juga berlangsung singkat, secara umum dan kasat mata, kisah kematiannya juga masih menyisakan misteri hingga sekarang ini, dan maafkan, “saya potong kisahnya dibagian ini karena suatu alasan yang tak bisa saya langgar”. Diduga, mangkatnya sang raja yang belum mencapai usia 20 tahun itu, karena diracun. Kematian mendadak Sultan Hamengkubuwono IV inilah, yang membuat putra mahkota harus segera naik tahta, meskipun masih berusia balita, kurang dari dua pekan setelah wafatnya sang raja. Di sekitar tahun1823, Gusti Raden Mas Gathot Menol dikukuhkan sebagai penguasa Yogyakarta yang selanjutnya dengan gelar Sultan Hamengkubuwono V.
Dari sinilah awal drama kehidupan Hamengkubuwono V. Sang sultan belia diturunkan dari singgasananya di sekitar tahun 1826. Raja yang pernah menjadi pendahulunya, yaitu Hamengkubuwono II atau yang berjuluk Sultan Sepuh, yang sudah tua renta, dinobatkan sebagai raja lagi, berselang sehari kemudian. Ini adalah kali ketiga Hamengkubuwono II naik takhta setelah periode 1792-1810 dan 1811-1812. Pada saat itu, pengaruh belanda sangat kuat dalam suksesi paksa ini. Belanda yang saat itu terlibat konflik melawan Pangeran Diponegoro, berusaha memecah-belah internal kraton dan rakyat Yogyakarta, sekaligus untuk menambah kekuatan. Pangeran Diponegoro adalah putra sulung Sri Sultan Hamengkubuwono III (1769-1814) yang memilih keluar dari istana dan tidak bersedia menjadi raja.
Naik takhtanya kembali Hamengkubuwono II, untuk menggeser Sultan Hamengkubuwono V, diusulkan langsung oleh Hendrik Merkus de Kock (1779-1845), perwira tinggi militer yang sempat mengampu jabatan sementara sebagai Gubernur Jenderal Hindia Belanda dan merupakan tokoh berpengaruh dalam Perang Jawa (1825-1830) melawan pasukan Diponegoro.
Sultan Hamengkubuwono II, sebenarnya masih menjalani masa pengasingan di Maluku, sebelumnya dibuang ke Pulau Pinang, hukuman yang dijatuhkan oleh pemerintah pendudukan Inggris pada 1812. Belanda, yang akhirnya berkuasa lagi di Hindia (Indonesia), memulangkan Hamengkubuwono II, tentunya dengan misi khusus, yaitu untuk menggantikan kedudukan Hamengkubuwono V.
Selain karena Hamengkubuwono V kurang cakap, karena masih belum cukup umur, Belanda ingin Hamengkubuwono II bertahta lagi, karena ia dikenal dekat dengan rakyat. Pengaruh Hamengkubuwono II sangat diperlukan untuk memecah dukungan rakyat yang sebagian besar berpihak kepada Diponegoro. Taktik licik itu cukup berhasil dan akhirnya tipu-daya Belanda pula yang mengakhiri perlawanan Diponegoro pada 1830.
Periode ketiga, era Sultan Hamengkubuwono II, akhirnya purna pada di sekitar tahun 1828, seiring wafatnya sang raja tua itu. Sebagai gantinya, Hamengkubuwono V didudukkan kembali ke tampuk kekuasaan Kesultanan Yogyakarta, kendati tentu saja pengaruh Belanda masih kuat dalam prosesi ini.
Sultan Hamengkubuwono V cenderung main aman selama berkuasa. Ia tidak ingin terjadi lagi pertumpahan darah yang harus mengorbankan rakyat, terutama setelah usainya Perang Jawa. Hamengkubuwono V juga meneken kontrak politik dengan Belanda yang berlaku bahkan hingga era Sultan Hamengkubuwono IX yang berakhir pada tahun 1988.
Pikir Sri Sultan Hamengkubuwono V. Ketimbang cari gara-gara dengan Belanda, Sultan Hamengkubuwono V, memilih fokus ke sektor-sektor lain, termasuk dalam hal kesenian dan kebudayaan. Selain itu, Hamengkubuwono V juga, menciptakan beberapa jenis tarian khas kraton, salah satu yang paling terkenal adalah Tari Serimpi, dengan berbagai variannya, termasuk Serimpi Kandha, Serimpi Renggawati, Serimpi Ringgit Munggeng, Serimpi Hadi Wulangun Brangta atau Serimpi Renggowati, dan lainnya.
Akan tetapi, ternyata tidak semua pihak sepakat dengan strategi kooperatif yang diambil oleh Sultan Hamengkubuwono V, termasuk saudaranya sendiri, yakni Gusti Raden Mas Mustojo. Pangeran ini adalah putra ke-12 Sultan Hamengkubuwono IV dari permaisuri Ratu Kencono atau adik kandung Sultan Hamengkubuwono V.
Oleh sebagian warga istana dan rakyat Yogyakarta, Sultan Hamengkubuwono V yang penuh cinta kasih sayang ini, dinilai lembek, pengecut, dan mempermalukan nama kraton, terlalu patuh kepada Belanda. Dukungan kepada Raden Mas Mustojo pun menguat, terlebih setelah ia berhasil menjalin ikatan kuat dengan Kesultanan Brunei, setelah memperistri putri dari kerajaan seberang pulau itu.
Di tengah situasi yang tidak menguntungkan, karena semakin kencangnya suara-suara ketidakpuasan yang dialamatkan kepadanya, Sultan Hamengkubuwono V, semakin terdesak dengan munculnya konflik internal antara sesama penghuni istana. Salah seorang istri sultan, yaitu Kanjeng Mas Hemawati, disebut-sebut terlibat dalam polemik yang detailnya masih menjadi teka-teki itu.
Hingga akhirnya, tepat pada 5 Juni 1855, terjadilah aksi pembunuhan yang akhirnya mengubah alur trah kepemimpinan Kesultanan Yogyakarta. Sultan Hamengkubuwono V ditikam dari belakang dengan menggunakan keris pusakanya sendiri, oleh sang selir hingga tewas. Pihak kraton menutup rapat-rapat segala hal tentang kasus ini, termasuk tentang keberadaan Kanjeng Mas Hemawati, setelah menghabisi nyawa suaminya sendiri.
Sampai kini, alasan Kanjeng Mas Hemawati melakukan tindakan tersebut belum terkuak secara umum dan kasat mata, alias masih menjadi misteri tersendiri dalam riwayat sejarah raja-raja Dinasti Mataram Islam. Peristiwa tragis yang rincinya hanya diketahui oleh kalangan terbatas itu, dikenang dengan istilah “wereng saketi tresno” atau “mati di tangan yang dicintai”. dan sekali lagi mohon di maafkan, “saya potong kisahnya dibagian ini karena suatu alasan yang tak bisa saya langgar”.
Ketika insiden pembunuhan itu terjadi, permaisuri Sri Sultan Hamengkubuwono V, yaitu Kanjeng Ratu Sekar Kedaton, sedang hamil tua. Dan, 13 hari kemudian, pasca mangkatnya Sultan Hamengkubuwono V tewas, lahirlah anak yang dikandungnya itu, dan seharusnya menjadi penerus tahta Yogyakarta. Putra mahkota Sultan Hamengkubuwono V tersebut, diberi nama Raden Mas Kanjeng Gusti Timur Muhammad.
Seperti yang telah diperkirakan, Raden Mas Mustojo dinobatkan sebagai Raja Yogyakarta berikutnya, bergelar Sri Sultan Hamengkubuwono VI, kendati mulanya hanya sementara, sembari menunggu Sang Putra Mahkota Raden Mas Kanjeng Gusti Timur Muhammad sudah siap memimpin sebagai sultan. Namun, yang terjadi kemudian bukan sesuai kesepakatan. Setelah Sultan Hamengkubuwono VI wafat sekitar tahun 1877, yang dinaikkan ke singgasana justru anaknya sendiri, yakni Gusti Raden Mas Murtejo, atau yang kemudian bergelar Sri Sultan Hamengkubuwono VII (1839-1931).
Hal ini tentu saja mendapat tentangan dari Permaisuri Sultan Hamengkubuwono V, Ratu Sekar Kedaton, atas Puteranya Raden Mas Kanjeng Gusti Timur Muhammad, yang seharusnya naik tahta. Keduanya lalu ditangkap dengan tudingan telah melakukan pembangkangan terhadap raja dan istana. Hukuman pun dijatuhkan, sekaligus untuk menghapus trah Sultan Hamengkubuwono V, demi melanggengkan kekuasaan Sultan Hamengkubuwono VII beserta keturunannya nanti. Ratu Sekar Kedaton dan Raden Mas Kanjeng Gusti Timur Muhammad, menjalani hukuman buang ke Manado, Sulawesi Utara. hingga meninggal dunia di sana.
Namun,,, sebelum penangkapan Sang Permaisuri Sri Sultan Hamengkubuwono V, yaitu Ratu Mas Sekar Kedaton dan puteranya. Ratu Mas Sekar Kedaton berhasil menitipkan puteranya kepada seorang abdi dalem keputren bernama Ki Kasandi Kromo, dengan cara menukarnya dengan anak kandungnya Ki Kasandi Kromo. Maksudnya; Anak lelaki Ki Kasandi Kromo di Tukar dengan Sang Putra Mahkota yang kebetulan seusia. Lalu Ki Kasandi Kromo di beri pesangon yang lebih dari cukup dan di suruh pergi sejauh mungkin untuk menyelamatkan Sang Putra Mahkota Raden Mas Kanjeng Gusti Timur Muhammad. Sedangkan Ratu Sekar Kedaton dan Putra Ki Kasandi Kromo yang di saramkan menjadi Raden Mas Kanjeng Gusti Timur Muhammad, ditangkap dan di buang ke Manado, Sulawesi Utara. hingga keduanya meninggal dunia di sana.
Sementara Ki Kasandi Kromo bersama istrinya, membawa pergi Sang Putra Mahkota Raden Mas Kanjeng Gusti Timur Muhammad ke hutan gunung damar wilayah pinggiran Purworejo. Yang kemudian, untuk keamanan dan kenyamanan serta keselamatan Sang Pangeran. Nama Sang Putra Mahkota Raden Mas Kanjeng Gusti Timur Muhammad. Di ganti Menjadi Semono Sastrohadidjojo. Agar nama aslinya tetap terpakai, maka nama terakhir Sang Pangeran disertakan, dengan cara mencamtumkan satu Huruf terpenting, yang menurutnya memiliki teka-teki misterius, yang di yakini tidak sembarang orang bisa mengetahuinya. Tersebut: M. Semono Sastrohadidjojo.
Jadi,,, Misteri di balik Huruf/Aksara “M” yang terletak di bagian depan Nama Romo Semono Sastrohadidjojo itu, adalah sebuah kode rahasia yang bisa di gunakan untuk membuka pintu sejarah kehidupan masalalu Romo Semono Sastrohadidjojo. Sebagai seorang Raja yang seharusnya bertahta di kerajaannya. Yang Bernama Asli Raden Mas Kanjeng Gusti Timur Muhammad (M. Semono Sastrohadidjojo)-(Muhammad Semono Sastrohadidjojo). Terima kasih Tuhan... Engkau sungguh luar biasa. Terima Kasih Terima kasih Terima Kasih atas cinta kasih sayang-Mu kepadaku, menunjukan hal yang selama ini mengganjal dalam rongga dadaku, yang menjadikanku sedikit kurang puas, dan sekarang, aku benar-benar sudah puas. Plong... lega. Tanpa ada lagi yang mengganjal walau hanya sebesar butiran debu, karena Engkau telah menjawabnya.
Dan semoga ini bisa menjadi Hikmah yang bermanfaat bagi seluruh Putero Romo yang juga ingin mengetahui detailnya sejarah Hidup Sang Penyempurna Pertama Wahyu Panca Ghaib. Kalau sejarah beliau terkait Wahyu Panca Ghaib, ada banyak termuat dalam buku yang di pegang oleh para Kadhang sepuh. Tapi sejarah sebelum terkait dengan Wahyu Panca Ghaib, tidak ada termuat dalam buku apapun, mungkin cerita yang simpang siur itulah, yang terkadang ada orang, bahkan putero romo yang di sadari atau tidak di sadari, terselip pertanyaan dalam benak. Siapa M. Semono Sastrohadidjojo yang lebih akrab di panggil Romo Smono itu...?! jawabannya; yang sudah saya uraikan diatas. Dan ini adalah anugerah yang sangat luar biasa yang pernah saya terima untuk yang kesekiyan kalinya dari Dzat Maha Suci atas cinta kasih sayang-Nya kepadaku. Terima kasih...7X.
Saya Wong Edan Bagu. Mengucapkan Salam Rahayu selalu dariku serta Damai... Damai... Damai Selalu Tenteram. Sembah nuwun,,, Ngaturaken Sugeng Rahayu, lir Ing Sambikolo. Amanggih Yuwono.. Mugi pinayungan Mring Ingkang Maha Agung. Mugi kerso Paring Basuki Yuwono Teguh Rahayu Slamet.. BERKAH SELALU. Untuk semuanya tanpa terkecuali, terutama Para Sedulur, khususnya Para Kadhang Konto dan Kanti Anom Didikan saya. yang senantiasa di Restui Hyang Maha Suci Hidup....._/\_..... Aaamiin... Terima Kasih. Terima Kasih. Terima Kasih *
Ttd: Wong Edan Bagu
Putera Rama Jayadewata Tanah Pasundan
Telephon; 0819-4610-8666.
SMS/WhatsApp/Line; 0858-6179-9966.
BBM; D38851E6”
http://facebook.com/tosowidjaya
http://putraramasejati.wordpress.com
http://webdjakatolos.blogspot.com
Post a Comment