Memahami lika liku Laku Spiritual Dengan Filosofi Candi Gedong Songo:
Memahami
lika liku Laku Spiritual Dengan Filosofi Candi Gedong Songo:
Oleh:
Wong Edan Bagu
Putera
Rama Jayadewata Tanah Pasundan
Ungaran
Semarang. Hari Minggu Wage. Tanggal 14 Maret 2017
Para
Sedulur dan Para Kadhang Kinasihku sekalian... Pada Hari Minggu Wage. Tanggal
14 Mei 2017 kemaren, saya menyempatkan diri untuk Napak Tilas Sejarah leluhur
yang tersembunyi dibalik Candi Gedong
Songo, yang berlokasi di desa Candi. Kecamatan Bandungan. Kabupaten
Semarang. Jawa Tengah. Tepatnya di
lereng Gunung Ungaran.
Dulu...
Sekitar tahun 1988, sewaktu saya belum menjalankan laku murni menuju suci.
Dengan menggunakan sarana Wahyu Panca Ghaib, yang saya Praktekan atau saya
jalankan dengan menggunakan Wahyu Panca Laku. Saya pernah mendatangi Candi
Gedong Songo ini, namun,,, dengan segala upaya, saya gagal mengutik sejarah
yang tersembunyi dibalik candi gedong songo ini. Dan atas ijin Dzat Maha Suci.
Saya kembali lagi, dengan menggunakan Wahyu Panca Ghaib. Dan luar biasa,,,
dalam waktu kurang labihnya 7 jam. Saya berhasil mengungkapnya secara detail.
Saya hasilnya... yang saya uraikan dibawah ini. Semoga bermanfaat dan berguna
sebagai Tambahan dan Belajar Memahi Spiritual Mengenal Sang Empunya.
Ternyata...
Misteri yang tersembunyi dibalik candi gedong songo tersebut, memberikan
jawaban kepada saya, dan penjelasannya, tidak sama dengan cerita masyarat
setempat dan yang diriwayatkan oleh banyak nara sumber sejarah yang pernah
mempelajari Mistik Candi Gedong Songo ini. Berikut kutipannya.
Candi
Gedong Songo;
Candi
Gedong Songo ini, sengaja dibuat oleh Oleh Prabu Sanjaya atau yang lebih di
kenal dipasundan dengan sebutan Prabu Harisdarma.
Pada jaman Kejayaan Wangsa Syailendra di abad ke-9 (tahun 927 masehi). Candi
ini dibuat, untuk menggambarkan, atau sebagai gambaran tentang Tingkatan atau Lapisan Dimensi dan Lika Liku
serta Pernak Pernik Sebuah Perjalanan
Laku Spiritual, dalam Mengenal Tuhan melalui pembelajaran diri, sebenar-benarnya
Diri Manusia, yang sedang berusaha Sadar untuk
menyadari akan adanya hubungan Sang Pencipta dan yang diciptakannya.
Mulai dari mengenal sedulur papat, atau empat anasir. Hidup atau Ruh/Roh
Suci/Kudus. Hingga ke soal Dzat Maha Suci Tuhan/Allah.
Tingkatan
Dimensi Laku Spiritual itu, di gambarkan atau di expresikan oleh Prabu Sanjaya,
dengan sebuah Candi yang Berjumlah sembilah, dan sepuluh sebagai penutupnya.
candi gedong songo di dirikan Prabu Sanjaya,
pada masa Dinasti Sanjaya, yang bertahta di Kerajaan Mataram Kuno. Kerajaan mataram kuno, yang terletak di Jawa Tengah bagian utara (dinasti
sanjaya) dan jawa tengah bagian selatan (dinasti saylendra). Kerajaan mataram
kuno yang wilayahnya subur, karena dikelilingi gunung-gunung yang menghasilkan
mata air yang bermanfaat bagi pertanian penduduk mataram kuno.
Mataram kuno didirikan sanjaya pada tahun 732 M. Prabu
Sanjaya adalah kemenakan dari Sanna, penguasa sebelumnya. Prabu
Sanjaya yang suka berlaku spiritual mengenal Tuhan ini, lalu mendirikan
candi-candi untuk memuja Dewa Siwa. Diantaranya adalah Candi Gedong Songo ini. Prabu
Sanjaya juga belajar agama Hindu Siwa dari para pendeta yang ia panggil. Prabu Sanjaya meninggal pada pertengahan abad ke-8 dan
kedudukannya di Mataram, digantikan oleh Rakai Panangkaran ((760-780), dan
terus berlanjut sampai masa Dyah Wawa (924-928), sebelum digantikan oleh Mpu
Sindok (929) dari Dinasti Isyana.
Prabu Sanjaya mengetahui, bahwa setelah pemerintahannya
nanti, akan ada sembilah tokoh spiritual, dengan masing-masing tingkatan
spiritualnya, akan muncul di tanah jawa, dan berhasil menguasai tanah jawa
untuk beberapa saat lamanya, yaitu yang lebih kita kenal dengan sebutan wali
songo. Prabu Sanjaya juga, mengetahui masing-masing tingkatan ilmu spiritual yang dimiliki oleh sembilan tokoh
spiritual yang di ramalkannya itu, lalu tingkat keahlian ilmu sembilan tokoh
spiritual yang dimaksud itu, dikaitkan dengan sembilan pengetahuan laku
spiritual yang pernah berhasil di laluinya selama belajar mengenal Tuhan.
Dan di expresikan dengan cara membangun Candi Gedhong Songo,
tujuannya, untuk mengabarkan kepada semua orang, bahwa kelak setelahnya, akan
ada sembilan tokoh spiritual, yang masing-masing tingkatan spiritualnya, sama
persis dengan tingkatan yang pernah berhasil di lalui dalam laku spiritual
menganal Tuhan itu, akan hadir di tanah jawa, mereka bersatu, salin mengisi dan
melengkapi satu sama lainnya, hingga berhasil menguasai tanah jawa. Bercerai,
berati runtuh atau gagal.
Dan setelah pembuatan Candi Gedong Songo, tak berselang lama
kemudian. Prabu Sanjaya meninggalkan dunia. Yang kemuadian dilanjutkan oleh
keturunan-keturunannya. Untuk mengetahui raja-raja keturunan dinasti sanjaya,
dapat diketahui dari isi prasasti kedu atau mantyasih atau yang lebih di kenal
dengan nama prasasti balitung tahun 907 M.
Sebagai Berikut Dynasty Sanjaya;
1. Sanjaya
2. Panangkaran
3. Panunggalan
4. Waruk
5. Garung
6. Rake Pikatan
7. Rake Kayuwangi
8. Watuhumalang
9. Watukuro Dyah Balitung
Kita
kembali pada Pokok semula, yaitu Belajar Memahami Tingkatan Dimensi Laku Spiritual
Dengan Filosofi Candi Gedong Songo, sejak jaman dulu hingga sampai kapapun, untuk bisa mengerti dan memahami serta mengenal hingga
bertemu dengan Dzat Maha Suci Tuhan, seseorang harus mencapai sepuluh tingkatan
Laku Spiritual terlebih dahulu. Tentang apa saja sepuluh tingkatan laku
spiritual yang harus dilalui itu, mari kita telisik candi gedong songo sebagai
filosofinya. Dan
saya mulai dari Candi Nomer Satu atau candi yang pertama. Yaitu;
1. Candi Duraroha;
Yang Berati Bebas. Pada tahap awal ini, seorang pelaku spiritual harus melatih kualitas pembebasan dirinya, dari semua dan segala kemelekatan, maksudnya, semua dan segala yang dianggap penting dan perlu di dunia ini. harus tanggal, harus sirna, harus luluh, harus runtuh, tanggalnya, sirnanya, luluhnya, runtuhnya semua dan segala kemelekatan diri ini, di gambarkan dengan Candi Duraroha, candi ke 1 atau candi yang pertama, yang berupa reruntuhan bebatuan bahan pembangunan candi, yang terkumpul rapi disatu tempat, sebagai gambaran, runtuhnya semua dan segalanya kepentingan urusan duniawi yang melekat pada diri. Agar mudah prosesnya dan ringan lakunya.
Yang Berati Bebas. Pada tahap awal ini, seorang pelaku spiritual harus melatih kualitas pembebasan dirinya, dari semua dan segala kemelekatan, maksudnya, semua dan segala yang dianggap penting dan perlu di dunia ini. harus tanggal, harus sirna, harus luluh, harus runtuh, tanggalnya, sirnanya, luluhnya, runtuhnya semua dan segala kemelekatan diri ini, di gambarkan dengan Candi Duraroha, candi ke 1 atau candi yang pertama, yang berupa reruntuhan bebatuan bahan pembangunan candi, yang terkumpul rapi disatu tempat, sebagai gambaran, runtuhnya semua dan segalanya kepentingan urusan duniawi yang melekat pada diri. Agar mudah prosesnya dan ringan lakunya.
2. Candi Baddhamana;
Yang Berati Bersih. Pada tahap kedua
ini. Seorang pelaku spiritual, harus melatih diri, untuk Membersihkan semua dan
segala kotoran atau noda di hati, seperti kebencian, hasut, fitnah, iri,
dengki, dendam dll, agar supaya 20 sipat Dzat Maha Suci Tuhan, yang ada didalam
dirinya sejak awal hingga kini, dapat tumbuh dan berfungsi sebagaimana
mestinya, sehingganya, tidak ada keraguan dan ketakutan di dalam laku
spiritual, bisa tetep idep madep mantep, tidak tergoyahkan. Bersihnya hati dan
tumbuhnya sipat 20 Dzat Maha Suci Tuhan dalam diri ini, di gambarkan dengan
Candi Baddhamana, yang berdiri kokoh dan indah.
3. Candi Pushpamandita;
Yang Berati Murni. Pada tahap ketiga
ini. Seorang pelaku spiritual, harus belajar
mengorbankan semua kepentingan yang hendak melekati dirinya yang telah
terbebas dari semua dan segala kemelekatan duniawi itu, dan Harus belajar
mengorbankan segala keperluan yang hendak mengotori dan menodai Hatinya yang
telah bersih dari semua kotoran dan segala noda itu, agar supaya, yang melekati
dirinya dan mengisi hatinya, hanya satu, yaitu Dzat Maha Suci Tuhan. Kemurnia
Jiwa Raga yang hanya terisi satu ini, yaitu Dzat Maha Suci, di gambarkan dengan
sebuah Candi ke 3. Candi Pushpamandita, yang berdiri kuat, kokoh, indah,
bersih, rapih, elok, dan berwibawa.
4. Candi Rucira;
Yang Berati Patuh. Pada tahap ke empat
ini. Seorang pelaku spiritual, harus belajar mengutamakan Dzat Maha Suci Tuhan
dan mementingkan Dzat Maha Suci Tuhan, sedangkan yang lainnya, selain Dzat Maha
Suci Tuhan, menjadi urutan tidak utama dan tidak penting. Serta belajar menahan
diri, untuk tidak berbuat atau melakukan apapun, jika Dzat Maha Suci Tuhan,
tidak mengehendaki. Menjalahkan semua kehendak Dzat Maha Suci Tuhan, dan
menghentikan semua kehendak akal. Agar antara kawula dan gusti, atau antara
jiwa dan raga, atau lahir dan bathin, bisa seiya sekata atau bisa setara. Dan kepatuhan
dan kesetara’an jiwa raga dan lahir bathin ini. Digambarkan dengan Candi
Rucira. Candi ke 4, yang terdiri dari dua buah candi, yang berdiri sejajar,
sama kokok dan sama tingginya serta sama indahnya.
5. Candi Citravistara;
Yang Berati Pengetahuan. Pada tahap
kelima ini. Seorang spitual yang telah berhasil membebaskan dirinya dari semua
kemelekatan dan berhasil membersihkan hatinya dari semua noda, serta berhasil
memurnikan lakunya dan menyetarakan lahir bathin atau jiwa raganya. Dia akan
terhantar masuk ke dalam proses spiritual yang selanjutnyanya, yaitu laku
spiritual yang sesungguhnya. Ini di gambarkan dengan lika liku dan pernak
pernik yang ditemui di sepanjang perjalanan menuju Candi ke 5, di sepanjang
perjanan menuju candi ke lima, akan tersaji beraneka pemandangan, mulai dari
yang bagus hingga yang jelek, mulai dari yang buruk hingga yang indah, mulai
dari yang berguna hingga yang remeh dan sepele, mulai dari yang menyenangkan
hingga yang menyedihkan, menyebalkan dan melelahkan, semuanya dan segalanya
tersaji, tersedia di sepanjang perjalanan menuju tingkat tahapan ke lima ini.
Jika seorang pelaku spiritual tetep idep madep mantep, terus berjalan, tanpa
sirih dan terganggu apa lagi tergiyur oleh lika liku dan pernak pernik semuanya
itu, dia akan berhasil sampai pada sebuah persimpangan jalan. Yang menyajikan
dua pilihan, ke kanan dulu? Apa ke kiri dulu?
Di sebelah kanan, terlihat kenapakan
candi ke 5 yang sangat memukau keindahannya. Di sebelah kiri, terlihat
kenapakan candi ke 8 yang sangat gagah menawan. Jika belok kiri, meuju candi ke
8, berati harus siap melawan arus aturan dunia, dengan segala risikonya, kalau
belok kanan, menuju candi ke 5, berati harus rela meng enyahkan kegagahan candi
ke 8 yang sangat menawan itu. Kebingungan akibat segudang pengetahuan ini, di
gambarkan dengan sebuah persimpangan jalan menuju puncak tahapan ke lima di
dalam laku spiritual.
Dan keberhasilan dari mengusai ilmu
pengetahuan ini, digambarkan dengan sebuah candi ke 5. Candi Citravistara, yang
berdiri teduh dan indah diantara pernak pernik keindahan yang ada di
sekelilingnya, di tahap ke lima ini, bisa bernafas lega, duduk santai dan
nyaman, tanpa tekanan apapun, sangat membahagiakan.
6. Candi Rupavati;
Yang Berati Sadar. Apapun yang terjadi
dan teralami oleh si pelaku spiritual di tahap kelima ini, di candi ke 5 ini,
yaitu Candi Citravistara, di sadari atau tidak di sadari, akan mengatarkan si
pelaku spiritual sampai ke candi ke 6, masuk ke tahap spiritual selanjutnya,
yaitu tahap ke enam. Candi Rupavati, yang berati sadar. Akibat dari tidak
sadar, karena terlena oleh kebahagia’an yang teramat sangat di candi ke 5 itu.
Di gambarkan dengan sebuah Candi Rupavati, yang berbentuk reruntuhan dari
bebatuan bahan bangunan candi, yang berserakan di enam tempat dalam satu
lokasi, yang terlihat tidak menarik sama sekali.
Bagi pelaku spiritual yang tidak sadar,
akibat terlena akan kebahagia’an yang teramat sangat di candi ke 5, dia tidak
akan tertarik untuk memperhatikan candi ke 6 ini, akibat dari tidak tertarik
itu, maka tidak akan tahu, dimana letak candi yang ketuju, atau, mengetahui
candi ke 7, tanpa memperdulikan candi ke enam, yang merupakan tahap urutan
sebelum candi ke 7, sehingganya, terlewati dan kehilangan banyak ilmu
pengetahuan dibagian ini, akibatnya, tergesa-gesa ingin segera sampai ke candi
ke 8, setibanya di candi ke 8. Dia akan tergulai lemah, karena seluruh
energinya, terkuras habis dalam pemaksa’an yang tidak semestinya. Dan kegagalan
sadar ini. Di gambarkan dengan candi ke 6, yang berupa reruntuhan batu bahan
bangunan Candi Rupavati.
7. Candi Durjaya;
Yang Berati Kesadaran. Bagi pelaku
spiritual yang sadar, pasti akan tertarik untuk singgah dan memperhatikan
reruntuhan batu Candi Rupavati, sehingganya dia tahu, ada apa dibalik reruntuhan
tersebut, dan pengetahuannya yang sadar itu, akan mengantarnya menuju ke candi
nomer 7, dengan tanpa risiko apapun, sehingganya, bisa mencapai candi ke 8
dengan tanpa risiko apapun. Keberhasilan sadar ini. Di gambarkan dengan Candi
Durjaya, candi ke 7, yang berati kesadaran. Candi Durjaya berupan candi kecil,
simpel, sederhana, namun sangat kokoh dan kuat, juga indah dan bersahaja,
didukung alam sekitarnya yang sejuk dan hening serta nyaman, membantu pemulihan
tenaga yang telah banyak terkuras dan hampir habis. Sehingganya, bisa
melanjutkan perjalanan ke tahan selanjutnya, dengan rilekx, santai, tanpa beban
yang menyapek-kan.
8. Candi Jammanidesa;
Yang Berati Kesadaran Murni. Pada
tingkat ke delapan ini. Seorang pelaku sepiritual, harus selalu belajar dan
terus melatih diri untuk sadar, agar bisa menyadari semua dan segalanya dengan
murni, dalam arti lain, apapun yang dilakukan dan diperbuat, tidak ada satupun
yang terlepas dari Kuasa Dzat Maha Suci. Isi raganya hanya jiwa, dan isi
jiwanya hanya Dzat maha Suci Tuhan, bukan yang lain. Kesadaran murni ini. Di
gambarkan dengan sebuah Candi ke 8, yaitu Candi Jammanidesa, yang berati
Kesadaran Murni. Sebuah candi besar, yang berdiri kokoh dan indah serta
berwibawah diatas puncak bukit.
Dari candi kedelapan ini, semua lika
liku dan pernak pernik yang telah berhasil dilalui, bisa dilihat, segala
keindahan dan ketidak sia-sia’an masa lalu diketahui, bahkan masa depan
terpampang jelas dalam pandangan mata. Suka dan duka, suka cita, bahagia,
sedih, susah, senang semuanya, segalanya, tercurah, klimax, selesai disini.
Tidak ada satupun yang sia-sia, tidak ada satupun yang tidak berguna, semuanya,
segalanya, berasal dari Dzat Maha Suci Tuhan, semua dan segalanya milik Dzat
Maha Suci Tuhan, dan semua dan segalanya akan kembali hanya kepada Dzat Maha
Suci Tuhan. Sehingganya, terasa ringan, mudah, bahkan gampang, tanpa beban
apapun, plong, enak, nyaman, bahagia, tenteram.
9. Candi Yauvarajya;
Dan Ketenteraman itu. Di gambarkan
dengan sebuah Candi ke 9. Tersebut Candi Yauvarajya, yang berati Kosong atau
Suwung, kosong, suwung, tidak ada apa-apa, apa-apa itu tidak ada.
Bagi para pelaku spiritual yang berada
di tahapan ke sembilan ini, jika kesadaran murninya, hanya kadhang kala saja,
sekedar saja, kalau dalam bahasa humornya, pagi tempe siangnya tahu sorenya
oncom, terlena pada tenteram itu, tidak mau mencari sejatinya tenteram itu,
tidak mau mencari sejatinya kosong/suwung tersebut, dia tidak akan memperoleh
apa-apa, tidak akan mendapatkan apa-apa, tidak akan menemukan apa-apa, tidak
akan mengetahui apapun, selain hanya sebatas kekosongan untuk menyaksikan
keruntuhan/kehancuran spiritualnya sendiri.
Kekosongan dan kehancuran ini. Di
gambarkan dengan sebuah Candi ke 9,
yaitu Candi Yauvarajya, yang beratti kosong/suwung. Berbentuk reruntuhan dari
bebatuan bahan bangunan candi, yang nampak tidak berguna sama sekali, dimana
sekelilingnya, hanya ada semak belukar tanpa tanam, tanpa keindahan, tanpa
pemandangan. Buntu. Tidak ada jalan untuk kelanjutannya, selain jalan pulang
untuk kembali dari awal lagi atau dari awal lagi.
10. Candi Abhisheka;
Yang Berati Isi/Inti. Namun bagi pelaku
spiritual yang aktif, yang tetep idep madep mantep. Yang Kesadaran Murni-nya
terus menerus tanpa henti. Dia akan berhasil menemukan sesuatu di dalam
kekosongan/suwung itu, sehingganya, tidak putus nalar dan pikirannya, terus
belajar dan belajar terus, tidak ada istilah lulus atau tamat. Melainkan terus
laku dan laku terus. Hingga pada akhirnya, dia berhasil menemukan jalan untuk
menuju ke inti/isi-nya kosong/suwung itu, yaitu Candi ke 10, yang merupakan
candi penutup, yang merupakan Candi Inti dari Candi Gedong Songo. Keberhasilan
ini. Di gambarkan dengan Candi ke 10,
tersebut Candi Abhisheka, yang berati Isi/Inti.
Candi Abhisheka ini, terletak dan
tersembunyi di puncak paling tinggi di atas candi gedong songo dan di tengah
hutan belantara. Sehingganya, tidak semua orang mengetahui candi ke 10 ini, dan
lagi. Candi ke 10 yang tersebut sebagai candi penutup ini, tidak berbentuk
susunan rapi dari bebatuan seperti pada umumnya candi di Gedong Songo, melain
berwujud Arca Anoman.
Dari Candi Abhisheka Yang Berati
Isi/Inti dan berbentuk Arca Anoman ini. Bisa menyaksikan 4 candi yang berada di
sebelah timur lereng gunung ungaran pless dengan lika liku dan pernak
perniknya. Dan 5 candi yang berada di sebelah barat lereng gunung ungaran pelss dengan lika liku dan pernak perniknya.
Yang keduanya terbatasi dengan keindahan gunung-gunung, kota, desa dan
perkampungan yang nampak kecil dan indah untuk di nikmati. Sebagai gambaran
terjawabnya semua teka-teki dan segala pertanya’an serta risalah ghaib. Dan
Akhir Kata dari saya Wong Edan Bagu, semuga hal ini, bisa menjadi penambahan
wawasan laku spiritual kita bersama dalam belajar mendewasakan diri. Untuk mengetahui
Rekaman dari perjalan mengungkap Candi Gedong Songo ini. Bisa klik link ini
untuk menontonnya. https://youtu.be/yg2Gxt4IELs
Damai... Damai... Damai Selalu
Tenteram. Sembah
nuwun,,, Ngaturaken
Sugeng Rahayu, lir Ing Sambikolo. Amanggih Yuwono.. Mugi pinayungan Mring
Ingkang Maha Agung. Mugi kerso Paring Basuki Yuwono Teguh Rahayu Slamet.. BERKAH SELALU. Untuk semuanya tanpa
terkecuali, terutama Para Sedulur, khususnya Para Kadhang Konto dan Kanti Anom
Didikan saya. yang senantiasa di Restui Hyang Maha Suci Hidup....._/\_.....
Aaamiin... Terima Kasih. Terima Kasih. Terima Kasih *
Ttd:
Wong Edan Bagu
Putera
Rama Jayadewata Tanah Pasundan
Telephon;
0819-4610-8666.
SMS/WhatsApp/Line;
0858-6179-9966.
BBM;
D38851E6”
http://putraramasejati.wordpress.com
http://webdjakatolos.blogspot.com
Post a Comment