Wejangan Terbuka Tanpa Tedeng Alin-aling Dari Wong Edan Bagu. Tentang Inti Saripati Laku KESEJATIAN dan Pusar Puncak Ilmu Kemanunggalan dan KESEMPURNA’AN. Bagian. 01

Wejangan Terbuka Tanpa Tedeng Alin-aling Dari Wong Edan Bagu. Tentang Inti Saripati Laku KESEJATIAN dan Pusar Puncak Ilmu Kemanunggalan dan KESEMPURNA’AN. Bagian. 01
Oleh: Wong Edan Bagu
Putera Rama Jayadewata Tanah Pasundan
Kabuh Jombang Jatim. Hari Jumat Pahing. Tgl 3 Maret 2017

Kepada Yth Para Pembaca atau Para Pendengar Yang Budiman, yang senantiasa di Ridhai ALLAH Azza wa Jalla Jalla Jalaluhu. Salam Rahayu, Hayu, Memayu, Hayning Karahayon, kanti Teguh Samet Berkah Sukses Selalu Untuk Sekalian. Amiin

Perlu saya beritahukan, bahwa. Artikel atau Rekaman Wejangan saya kali ini, saya wedarkan, sebagai penambahan wacana, dan referensi untuk memperkaya pemahaman, serta bisa juga untuk tujuan menambah perbendaharaan pengetahuan atau wawasan, agar lebih mudah dan tidak terlalu lama. Uprek mulex disitu-situ saja, dalam Laku Wahyu Panca Gha’ib. Karena itu, saya mohon agar para pembaca artikel atau pendengar rekaman Wejangan Puncak ini, bisa arif dan bijaksana dalam sipat dan sikap Secara Spiritual atau Tata Titi Teliti dalam Lakon membaca dan mendengarkannya. Terima kasih.

Para sedulur dan Para Kadhang kinasihku sekalian...
Ketika kita dihadapkan pada, peradaban era kehidupan baru, yang penuh dengan beraneka ragam wujud indah dan menarik, siapapun yang menyaksikan dan mendengarnya, banyak di antara manusia yang  memilih jalan, yang dianggapnya benar dan gampang, diluar kesadarannya, mereka tidak tahu, bahwa benar dan gampang itu, bukanlah anggapan, melainkan praktek nyata, yang di lakukan secara nyata pula. Sehingganya, justru membawanya mereka keluar, dari peradaban yang penuh dengan kesadaran dan pembebasan, dalam  menuju Tuhan.

Para sedulur dan Para Kadhang kinasihku sekalian, dimanapun berada, simaklah baik-baik. Wejangan saya berikut ini, baca dengan seksama tulisannya, dengar baik-baik rekamannya. Dan Ingat...!!! ini intisari pati Puncaknya Laku Wahyu Panca Gha’ib. Silahkan di ulang-ulang cara membacanya, atau di putar berulang kali rekamannya. Agar lebih mengerti dan Paham benar.

Para sedulur dan Para Kadhang kinasihku sekalian...
Dalam Laku Wahyu Panca Gha’ib. Tidak usah kebanyakan bicara dan teori ketuhanan, nanti bingung dan memusingkan, melelahkan, sesungguhnya ingsun (aku sejati) inilah Romo. Yaitu Ingsun (Kedirian) Yang Sejati, juga bergelar Kanjeng Romo Sejati Prabu Heru Cokro Smono atau Dzat Maha Suci (Tuhan Yang Maha Melihat, mengetahui segala-galanya, Maha Kuasa diatas segala yang Maha), dan tidak boleh ada yang lain, yang penyebutannya mengarah kepada Kanjeng Romo Sejati Prabu Heru Cokro Smono atau Dzat Maha Suci sebagai Tuhan.

Ingatlah... Jika ada seseorang manusia Hidup, yang percaya kepada kesatuan lain, selain Kanjeng Romo Sejati Prabu Heru Cokro Smono atau Dzat Maha Suci, maka ia akan kecewa pada akhirnya, karena ia tidak akan memperoleh apa yang ia inginkan.
Romo itu, adalah keadaan-ku, jangan sekali-kali sedulur memakai penghalang?.
Dan sesungguhnya. Aku ini adalah haq. Romo pun tiada wujud dua. Aku sekarang adalah Romo, nantipun tetap Romo, dzahir bathin tetap Romo, ini kenyata’an, untuk itu, para kadhang jangan menggunakan pelindung, jika benar-benar ingin tahu dan mengerti serta paham, apa itu Wahyu Panca Gha’ib, dan harus mempraktek-kannya dengan Wahyu Panca Laku atau iman.

Sebenarnya,,, keberada’an dzat, hanya ada beserta kemantapan hati atau kemurnian rasa atau kesadaran murni dalam merengkuh Tuhan. Dalam diri tidak ada apa-apa, kecuali menjadikan sempurna sebagai niat, dan yang mewarnai segala hal, yang berhubungan dengan asma’, sifat dan af’al Pribadi. Inilah yang aku maksud.

Kemanunggalan dan Kesempurnaan tidak akan berhasil, jika hanya mengandalkan perangkat syari’at dan tarekat. Apalagi sekedar syari’at lahiriyah. Kemanunggalan dam Kesempurnaan akan berhasil, seiring dengan tekad hati dan keseluruhan Pribadi dalam merengkuh Allah, sebagaimana Roh Allah pada awalnya, ditiupkan atas setiap diri pribadi manusia.

Marilah kita berbicara dengan terus terang dan terang terus tanpa tedeng aling-aling pada kesempatan kali ini. Sekali lagi saya tegaskan. Aku ini Romo. Akulah yang sebenarnya disebut Kanjeng Romo Sejati Prabu Heru Cokro Smono atau Dzat Maha Suci, tidak ada lain yang bernama Romo.

Ingat...!!! Aku sedang menyampaikan ilmu tertinggi, yang membahas ketunggalan. Ini bukan tentang badan/wujud, selamanya bukan, karena badan tidak ada. Yang sedang aku bicarakan, ialah ilmu sejati, kebenaran yang nyata dan untuk semua orang.

Mari,,, bersama-ku membuka tabir (membuka rahasia yang paling tersembunyi-tanpa tedeng aling-aling). Jangan panic, jangan terburu-buru menyimpulkan, renungkan dan pikirlah dengan logika wajarmu. He he he . . . Edan Tenan.

Sekali lagi aku tegaskan. Aku sedang mengajarkan ilmu tertinggi, (ilmu sejati), untuk benar-benar dapat merasakan adanya kemanunggalan dan kesempurnaan yang Tuhan janjikan. Jadi... Tidak usah neko-neko atau banyak bertingkah, nanti capek, lelah. Aku ini adalah Romo. Ya,,, betul, betul Aku ini adalah Romo yang sebenarnya, bergelar Kanjeng Romo Sejati Prabu Heru Cokro Smono atau Dzat Maha Suci, bergelar Gusti Ingkang Moho Suci, ketahuilah, bahwa tidak ada Romo yang lain selain Aku.

Adapun yang sedang Aku dibicarakan sekarang ini, adalah ilmu sejati, sejatining ilmu, yang dapat membuka tabir kehidupan seluruh mahluk.

Ingat...!!! Aku sedang mengajarkan ilmu untuk benar-benar dapat merasakan adanya kemanunggalan dan kesempurnaan. Agar sebutan bangkai/mayat itu, selamanya akan tidak ada. Adapun yang sedang Aku dibicarakan sekarang ini, adalah ilmu yang sejati/sebenarnya, yang dapat membuka tabir kehidupan.

Dan lagi, semuanya sama. Sudah tidak ada tanda secara samar-samar, bahwa benar-benar tidak ada perbedaan lagi. Jika ada perbedaan yang bagaimanapun, Maka Aku akan tetap mempertahankan tegaknya ilmu sejati ini. Agar tidak musnah ditelan kemunafikan isi dunia fana.

Ketahuilah... Sesungguhnya, lafadz Allah yaitu kesaksian akan Allah, yang tanpa rupa dan tiada tampak, akan membingungkan orang, karena diragukan kebenarannya. Dia tidak mengetahui akan diri pribadinya yang sejati, sehingga ia menjadi bingung.

Sesungguhnya nama Allah itu untuk menyebut wakil-Nya, diucapkan untuk menyatakan yang dipuja, dan menyatakan suatu janji. Nama itu ditumbuhkan menjadi kalimat yang diucapkan Muhammad Rasulullah. Padahal sifat kafir berwatak jisim, yang akan membusuk, hancur lebur bercampur tanah. Lain jika kita sejiwa dengan Dzat Maha Suci Yang Maha Luhur. Ia gagah berani, Maha Sakti dalam syarak, menjelajahi alam semesta.

Dia itu pengeran-Ku, yang mengusai dan memerintah-Ku, yang bersifat wahdaniyah, artinya, menyatukan diri dengan ciptaan-Nya. Ia dapat abadi, mengembara melebihi peluru atau anak sumpit, ini bukan soal budi, bukan soal nyawa, bukan Hidup tanpa asal dari manapun, bukan pula kehendak tanpa tujuan.

Dia itu yang bersatu padu dengan wujud-Ku. Tiada susah payah, kodrat dan kehendak-Nya, tiada kenal rintangan, sehingga pikiran keras dari keinginan luluh tiada berdaya. Maka timbullah dari jiwa raga-Ku kearif-bijaksanaan-Ku, menjumpai ia sudah ada di sana.

Wong Edan Bagu adalah sebutan-Ku. Toso Wijaya Diningrat alias Jaka Tolos nama-Ku, Rasulullah ya Aku sendiri, Muhammad ya Aku sendiri. Asma Allah itu sesungguhya diri-Ku, ya Akulah yang menjadi Allah ta’ala.

Jika Anda menanyakan di mana rumah Tuhan, maka jawabnya tidaklah sukar. Allah berada pada Dzat yang tempatnya tidak jauh, yaitu berada dalam tubuh manusia Hidup. Tapi hanya orang yang terpilih saja, yang bisa melihatnya, yaitu orang-orang suni/manunggal. Itulah intisaripati puncaknya Wahyu Panca Ghaib, dan landasan mistik teologi kemanunggalan.

Ketahuilah,,, Dua kalimah syahadat yang hanya diucapkan dengan lisan, dan hanya dihiasi dengan perangkat kerja fisik, atau pelaksanaan fiqih keyakinan atau kepercaya’an, dengan tanpa aplikasi spiritual hakikat hidup, hakikatnya adalah kebohongan.

Pelaksanaan aspek fisik keagamaan yang tidak disertai dengan implikasi kemanunggalan Roh dan kesempurnaan hidup dan mati, sebenarnya jiwa orang itu mencuri, yakni mencuri dari perhatiannya, kepada aspek Allah dalam diri. Itulah sebenar-benarnya munafik dalam tinjauan batin, dan fasik dalam kacamata lahir.

Sebab manusia sebagai khalifah-Nya, adalah cermin Ilahiyah yang harus nampak kepada seluruh alam. Sebagai alatnya adalah kemanunggalan wujudiyah dan kesempurnaan hidup dan mati, sebagaimana terdapat dalam Sasahidan. Terdapat kesatupaduan antara Allah, Rasul dan manusia. Masing-masing bukanlah sesuatu yang saling asing mengasingkan. Itulah maksud saya. Inilah intisari pati puncaknya Wahyu Panca Gha’ib, dan ini hanya bisa dan dapat diketahui dengan cara. Mempraktekan atau Mengibadahkan Wahyu Panca Ghaib menggunakan Wahyu Panca Laku atau IMAN.

Rahasia kesadaran kesejatian kehidupan, ya ingsun ini kesejahteraan kehidupan, engkau sejatinya Allah, ya ingsun sejatinya Allah, yakni wujud yang berbentuk sejati itu, sejatinya Allah, sir (rahasia) itu Rasulullah, lisan (pengucap) itu Allah, jasad Allah badan putih tanpa darah, sir dat sipat Allah atau rasa Allah, rahasia rasa kesejatian Allah, ya ingsun (AKU) ini sejatinya Romo. Maksudnya, kesejatian hidup, rahasia kehidupan hanya ada pada pengalaman laku kemanunggalan antara kawula-Gusti. Ana apa-apa Kunci. Laka apa-apa tetep Kunci.

Adanya kehidupan itu karena pribadi-Ku, demikian pula keinginan Hidup, itupun ditetapkan oleh diri-Ku sendiri, tidak mengenal roh, yang melestarikan kehidupan, tiada turut merasakan sakit ataupun lelah. Suka dukapun musnah, karena tidak diinginkan oleh Hidup. Dengan demikian, Hidup dan kehidupannya itu, berdiri sendiri. Inilah yang disebut Hidup Bebas Merdeka (Wong Edan Bagu), yang pernah saya Wejangkan tempo dahulu di beberapa artikel saya.

kebebasan manusia dalam menentukan jalan hidup. Manusia merdeka adalah manusia yang terbebas dari belenggu kultural maupun belenggu struktural.

Dalam hidup ini, tidak boleh ada sikap saling menguasai antar sesama manusia, bahkan antara manusia dengan Tuhanpun, tidak boleh ada sikap salin menguasai, karena hakikat hidupnya, tidak ada yang menguasai dan yang dikuasai. Ini akan di ketahui secara jelas dan nyata, jika melihat intisari pati puncaknya Laku Wahyu Panca Gha’ib yang di jalankan dengan menggunakan Wahyu Panca Laku.

Sebab dalam manusia ada Roh Tuhan yang menjamin adanya kekuasaan atas pribadinya, dalam menjalani kehidupan di dunia ini.

Masih ingat kan? Tentang Wejangan-ku yang berbunyi; Galilah Rasa, yang meliputi seluruh tubuh. di dalam tubuh, ada Firman Tuhan, yang bisa menjamin Jiwa Ragamu, Lahir Bathinmu, Hidup Mati-mu, dan dunia akherat-mu.

Dan Allah itulah satu-satunya Wujud. Yang lain hanya sekedar mewujud. Cahaya hanya satu, selain itu, hanya memancarkan cahaya saja, atau pantulannya saja. Subtansi pernyataan-ku ini, tersebut jelas dalam Qs. Al-Baqarah/2;115, yang artinya. “Timur dan Barat kepunya’an Allah.

Maka ke mana saja kamu menghadap, di situlah Wajah Allah. ” Wujud itu dalam Pribadi, dan di dunia atau alam kematian ini, memerlukan wadah bagi pribadi untuk mengejawantah, menguji diri sejauh mana kemampuannya, mengelola keinginan wadag, sementara Pribadinya tetap suci/murni tan kemomoran/ternodai.

Dzat wajibul maulana, adalah, yang menjadi pemimpin budi, yang menuju ke semua kebaikan. Citra manusia hanya ada dalam keinginan yang tunggal. Satu keinginan saja, belum tentu dapat dilaksanakan dengan tepat, apalagi dua. Nah,,, cobalah untuk memisahkan Dzat wajibul maulana dengan budi, agar supaya kamu dapat menerima keinginan yang lain.

Manusia yang mendua, adalah, manusia yang tidak sampai kepada derajat kemanunggalan. Sementara manusia yang manunggal, adalah, pemilik jiwa yang iradah, dan kodratnya telah menyatu dengan Ilahi. Sehingga akibat terpecahnya jiwa dengan roh Ilahi, maka kehidupannya dikuasai oleh keinginan yang lain, yang dalam al-Qur’an disebut sebagai hawa nafsu.

Maka agar tidak terjadi split personality, dan tidak mengakibatkan kerusakan dalam tatanan kehidupan, harus ada keterpaduan antara Dzat Wajibul Maulana dengan budi pakarti manusia. Dan sang Dzat Wajibul Maulana ini, berada di dalam kedirian manusia, bukan di luarnya.

Hyang Widhi, kalau dikatakan dalam bahasa di dunia ini, adalah baka, bersifat abadi, tanpa antara, tiada erat dengan sakit apapun, rasa tidak enak, ia berada baik disana, maupun di sini, bukan ini bukan itu.

Tingkah yang banyak dilakukan, dan yang tidak wajar, menuruti raga, adalah sesuatu yang baru. Segala sesuatu yang berwujud, yang tersebar di dunia ini, bertentangan dengan sifat seluruh yang diciptakan, sebab isi bumi yang sesungguhnya, itu angkasa yang hampa.

Tuhan adalah yang maha meliputi. Keberada’annya, tidak dibatasi oleh lingkup ruang dan waktu, keghaiban atau kematerian, hakikat keberadaan segala sesuatu, adalah keberadaan-Nya. Oleh karenanya, keberadaan segala sesuatu di hadapan-Nya, sama dengan ketidakberadaan segala sesuatu, termasuk kedirian manusia.

Maka sikap yang selalu menuruti raga disebut sebagai “sesuatu yang baru” dalam arti, tidak mengikuti iradah-Nya. Raga seharusnya tunduk kepada jiwa yang dinaungi roh Ilahi. Sebab raga hanyalah sebagai tempat wadag bagi keberadaan roh itu. Karena itu, jangan terjebak hanya menghiasi wadahnya, karena seharusnya yang mendapat prioritas, untuk dipenuhi perhiasan dan dicukupi kebutuhannya, adalah isi dari wadah.

Gagasan adanya badan halus, itu mematikan kehendak manusia. Di manakah adanya Hyang Mulia? kecuali hanya diri pribadi. Kelilingilah cakrawala dunia, membubunglah ke langit yang tinggi, selamilah dalamnya bumi, sampai lapisan ke tujuh, tiada ditemukan wujud Hyang Mulia.

Kemana saja sunyi senyap adanya, ke Utara, Selatan, Barat, Timur dan Tengah, yang ada di sana hanya adanya di sini. Yang ada di sini bukan wujud-Ku. Yang ada dalam diri-Ku adalah hampa dan sunyi. Isi dalam daging tubuh, adalah isi perut yang kotor. Maka bukan jantung, bukan otak yang pisah dari tubuh, laju pesat bagaikan anak panah lepas dari busur, menjelajah Mekkah dan Madinah.

Aku ini bukan budi, bukan angan-angan, bukan hati, bukan pikiran yang sadar, bukan niat, bukan udara, bukan angin, bukan panas, dan bukan kekosongan atau kehampaan. Wujud-Ku  ini jasad, yang akhirnya menjadi jenazah, busuk bercampur tanah dan debu. Napas-Ku mengelilingi dunia, tanah, api, air, dan udara kembali ke tempat asalnya, sebab semuanya itu barang baru, bukan asli.

Maka Aku ini Dzat sejiwa yang menyatu, menyukma dalam Hyang Widhi. Pengeran-Ku  bersifat Jalil dan Jamal, artinya Maha Mulia dan Maha Indah. Ia tidak mau sholat atas kehendak sendiri, tidak pula mau memerintah untuk shalat kepada siapapun.

Adapun shalat itu budi yang menyuruh, budi yang laknat dan mencelakakan, tidak dapat dipercaya dan dituruti, karena perintahnya berubah-ubah. Perkataannya tidak dapat dipegang, tidak jujur, jika dituruti tidak jadi, dan selalu mengajak mencuri.

Ketahuilah wahai Anak Cucu-ku dan para Sedulur juga Kadhang-ku sekalian. Allah bukanlah sesuatu yang asing bagi diri manusia. Allah juga bukan yang ghaib dari manusia. Walaupun Ia penyandang asma al-Ghaib, namun itu hanya dari sudut materi atau raga manusia. Secara Rohiyah, Allah adalah ke-Diri-an manusia itu sendiri.

Dalam diri manusia terdapat Roh al-idhafi atau hidup, yang lebih de kenal dengan sebutan guru sejati, yang dapat membimbing manusia untuk mengenal dan menghampirinya. Sebagai sarananya, dalam otak kecil manusia, Allah menaruh God-spot (titik Tuhan), sebagai filter bagi kerja otak, agar tidak terjebak hanya berpikir materialistik dan matematis. Inilah titik laku spiritual, yang akan menghubungkan jiwa dan raga, melalui Roh al-idhafi atau Hidup.

Dari sistem kerja itulah, kemudian terjalin kemanunggalan abadi yang sempurna. Maka kalau ada anggapan bahwa Allah itu ghaib bagi manusia, sesuatu yang jauh dari manusia, saya berani tekankan, bahwa pandangan itu, benar-benar keliru dan sesat.

Sekali lagi Aku tegaskan, apa yang saya uraikan dan wejangkan ini, adalah suatu keda’an dan kesadaran murni yang sudah tidak ada tingkatannya lagi. Jika masih ada terdapat tingkatan, maka sebaiknya disempurnakan lagi. Karena tingkatan itu telah dilebur, menjadi satu dengan nama keyakinan, sehingga tidak ada perbedaan atau tingkatan lagi, masih ingat dengan wejangan saya tempo dulu?

Tentang kata-kata-ku yang menegaskan dengan cinta kasih sayang, bahwa diantara kita tidak ada perbeda’an, tidak ada istilah guru dan murid. Sebab semuanya sama, semuanya akan berpulang kepada Dzat Maha Suci, Tuhan sekalian Alam, apa kata Alam ini, ialah juga kehendak-Nya, yang merupakan wujud ADA dalam kehidupan manusia, beserta makhluk lainnya… Edan Tenan.

Jujur saya katakan, selagi dan selama Aku masih, memiliki raga didunia ini. Dalam alam kematian ini, saya kaya akan dosa. Siang malam saya berdekatan dengan api neraka. Sakit dan sehat saya temukan di dunia ini. Lain halnya apabila Aku sudah lepas dari alam kematian. Aku akan hidup kekal sempurna, langgeng tiada ini dan itu.

Maksud-ku. Dalam prespektif kemanunggalan yang sempurna, dunia adalah alam kematian yang sesungguhnya, dikarenakan roh Ilahinya, terpenjara dalam badan wadagnya. Dengan badan wadag, yang berhias nafsu itulah, terjadi dosa manusia. Sehingga keberadaan manusia di dunia, penuh dengan api neraka. Ini sangat berbeda kondisinya, dengan alam setelah manusia memasuki pintu kematian.

Manusia akan manunggal di alam kehidupan sejati/sebenarnya, setelah mengalami mati. Disanalah ditemukan kesejatian Diri yang tidak parsial. Dirinya yang utuh, sempurna, abadi, dengan segala kehidupan yang juga sempurna.

Wahai Anak Cucu dan Para Sedulur serta Para Kadhang kinasihku sekalian. Menduakan Tuhan, bukanlah perilaku-ku. Mengebelakangkan Laku bukanlah watak-ku!

Siapa yang mau mati! Dalam alam kematian ini, orang kaya akan dosa!
Jika Aku hidup, yang tak kenal ajal, akan langgeng hidup-ku, tidak perlu ini itu.

Akan tetapi, bila saya disuruh memilih, hidup atau mati? Aku tidak sudi!. Sekalipun saya hidup, biar Aku sendiri yang menentukan!. Tidak usah sesama manusia yang memulangkan saya ke alam kehidupan!. Saya akan pulang sendiri ke alam kehidupan sejati. Bukan karena sebab paksa’an siapapun dan apapun.

Karena bagiku, kematian hanya sebagai pintu kesempurnaan hidup yang sesungguhnya, maka, sebenarnya kematian juga, menjadi bagian tidak terpisahkan, dari keberadaan manusia sebagai pribadi. Oleh karena itu, kematian bukanlah sesuatu yang menakutkan, bukan sesuatu yang bisa dipilih orang lain. Kematian adalah hal, yang muncul dengan kehendak Pribadi, menyertai keinginan pribadi, yang sudah berada dalam kondisi manunggal/menyatu.

Oleh karena itu, dalam sistem Wahyu Panca Gha’ib yang di jalankan dengan menggunakan Wahyu Panca Laku, sebenarnya tidak ada istilah “dimatikan” atau “dipulangkan”, baik oleh Allah atau oleh siapapun. Sebab dalam hal mati ini, sebenarnya tidak ada unsur tekan-menekan atau paksa’an.

Pintu kematian, adalah, sesuatu hal yang harus dijalani secara sukarela, dan harus diselami pengetahuannya, agar ia mengetahui, kapan saatnya, ia menghendaki kematiannya itu, jika seseorang memang, tidak pernah mempersiapkan diri, dan tidak pernah mau mempelajari ilmu kematian, takan tau arahnya ke mana, dan tidak mengerti apa yang sedang dialami.

Betapa banyak nikmat hidup manfaatnya mati. Kenikmatan ini dijumpai dalam mati, mati yang sempurna teramat eloklah dia. Manusia sejati, sejatinya yang sudah meraih puncak ilmu sejati. Tiada dia mati, hidup selamanya. Menyebutkan mati,  syirik.


Lantaran tak tersentuh lahat, hanya beralih tempatlah, dia memboyong keratonnya. Kenikmatan mati tak dapat dihitung…” “…Tersasar, tersesat, lagi terjerumus, menjadikan kecemasan, menyusahkan dalam patinya, itulah ilmunya orang remeh.Bersambung Ke Wejangan Terbuka Tanpa Tedeng Alin-aling Dari Wong Edan Bagu. Tentang Inti Saripati Laku KESEJATIAN dan Pusar Puncak Ilmu Kemanunggalan dan KESEMPURNA’AN. Bagian. 02

Duh... Gusti Ingkang Moho Suci. Pencipta dan Penguwasa alam semesta seisinya. Bapak Ibu dari segala Ilmu Pengetahuan, sungguh saya telah menyampaikan Firman-Mu, kepada orang-orang yang saya Cintai. Kasihi dan Sayangi. maafkan lah saya, jika apa yang telah saya sampaikan, kepada orang-orang yang saya Cintai. Kasihi dan Sayangi, tidak membuat orang-orang yang saya Cintai. Kasihi dan Sayangi. segera Sadar dan menyadari akan kebenaran-Mu. Ampunilah orang-orang yang saya Cintai. Kasihi dan Sayangi., dan bukakanlah pintu hati mereka, dan terangilah dengan Rahmat-Mu, agar tidak ada lagi kegelapan dan kesesatan di hati orang-orang yang saya Cintai. Kasihi dan Sayangi. Damai dihati, damai didunia, damai Di Akherat.
                          
Damai... Damai... Damai Selalu Tenteram. Sembah nuwun,,, Ngaturaken Sugeng Rahayu, lir Ing Sambikolo. Amanggih Yuwono.. Mugi pinayungan Mring Ingkang Maha Agung. Mugi kerso Paring Basuki Yuwono Teguh Rahayu Slamet..  BERKAH SELALU. Untuk semuanya tanpa terkecuali, terutama Para Sedulur, khususnya Para Kadhang Konto dan Kanti Anom Didikan saya. yang senantiasa di Restui Hyang Maha Suci Hidup....._/\_..... Aaamiin... Terima Kasih. Terima Kasih. Terima Kasih *
Ttd: Wong Edan Bagu
Putera Rama Jayadewata Tanah Pasundan
Telephon; 0819-4610-8666.
SMS/WhatsApp/Line; 0858-6179-9966.
BBM; D38851E6”    
http://putraramasejati.wordpress.com
http://webdjakatolos.blogspot.com