SURGA-NERAKA dan Mati-Hidup: (Wejangan Tanpa Tedeng Aling-Aling).
SURGA-NERAKA dan
Mati-Hidup:
(Wejangan Tanpa Tedeng Aling-Aling).
Oleh:
Wong Edan Bagu
Putera
Rama Jayadewata Tanah Pasundan
Kayangan
Api Bojonegoro. Hari Senin Kliwon. Tgl 6 Maret 2017
Aku telah
berjanji kepada diriku sendiri. Bahwa aku hanya akan memberi sebuah petunjuk, yang bisa digunakan untuk meniti
jembatan (shiratal mustaqim) secara
ajaib ke arah-Nya. Aku katakan ajaib,,, karena jembatan itu, bisa menjauhkan, sekaligus mendekatkan jarak
mereka, yang sedang meniti
dengan tujuan yang hendak dicapai.
Bagi
kalangan awam, Kunci lazimnya dipahami, sebagai upaya memohon
ampun kepada Dzat Maha Suci, sehingga
mereka memperoleh pengampunan. Tetapi bagi Wong Edan Bagu, Kunci, adalah upaya
pembebasan diri, dari belenggu keakuan
(ego/pamrih) kepada Dzat Maha Suci, yang selama ini,
menutupi tabir ghaib, yang menyelubungi
manusia. Sesungguhnya di dalam asma al- Ghaffar, terangkum makna Maha
Pengampun dan juga Maha menutupi, Maha Menyembunyikan dan Maha Menyelubungi. Ingat itu...!!! Jadi,,, jangan Cuma Pengampunnya
saja, yang di telan, lanjutkan, yang detail, yang lengkap, kan ayatnya lengkap,
kanapa Cuma di ambil pengampunnya saja, Cuma kulitnya saja…
Semua
rintangan manusia, itu berjumlah tujuh,
karena kita adalah makhluk, yang hidup di atas
permukaan bumi Dzat Maha Suci membentangkan ,tujuh lapis langit
yang kokoh di atas kita, sebagaimana bumipun, berlapis tujuh, dan
samuderapun berlapis tujuh. Bahkan neraka berlapis tujuh.
Tidakkah
anda ketahui, bahwa surgapun
berlapis tujuh..?!
Tidakkah
Anda ketahui, bahwa dalam beribadah
kepada Tuhan/Allah, manusia diberi
piranti, tujuh ayat, yang diulang-ulang hingga tujuh
kali, entah itu dari Wahyu Panca Ghaib atau dari Al-Quran...?! untuk menghubungkan dengan-Nya...?!
Tidakkah
Anda sadari, bahwa saat Anda Patrap/sujud, anggota badan Anda, yang menjadi tumpuan itu,
berbentuk aksara tujuh...?! Dimana letak ketelitian belajar/laku Anda, jika
sampai tidak mengetahui semua itu...!!!
Bagiku....
Di
dunia ini manusia mati. Siang
malam manusia berpikir dalam alam kematian, mengharap-harap akan permulaan
hidupnya. Hal ini mengherankan sekali. Tetapi sesungguhnya, manusia di dunia ini dalam alam
kematian, sebab di dunia ini banyak neraka yang dialami. Kesengsaraan, panas,
dingin, kebingungan, kekacauan, ketakutan kehidupan manusia dalam alam yang
nyata.
Dalam
alam ini manusia hidup mulia, mandiri diri pribadi, tiada diperlukan lantaran
ayah dan ibu. Ia berbuat menurut keingginan sendiri, tiada berasal dari angin, air, tanah, api, dan semua yang serba
jasad. Ia tidak menginginkan atau mengaharap-harapkan kerusakan apapun. Maka
apa yang disebut Tuhan/Allah, ialah barang baru, ditebak-tebak,
direka-reka, bahkan dipolitiki menurut pikiran dan perbuatannya masing-masing. He he he . . . Edan tenan.
Mayat-mayat
hidup berkeliaran
kemana-mana, ke Utara dan ke Timur, mencari makan, sandang dan pangan, yang bagus, dan permata, serta perhiasan yang berkilauan,
kedudukan yang tinggi, yang lelaki mengidamkan istri lebih dari satu, yang
cantik denok demplon lagi, masih kurang, yang di apa-apain nurut, yang wanita
pun sama, tanpa mengetahui, bahwa mereka adalah
mayat-mayat belaka. Yang naik kereta, dokar, bendi, atau motor, dan mobil mewah
itu, juga mayat, Putro Romo juga
buanyak yang sebagai mayat hidup, buktinya... berbulan-bulan bahkan tahunan mengibadahkan/mempraktekan
Wahyu Panca Ghaib, tidak mengenal hidupnya/guru sejatinya, malah berkiblat
menyembah Romo Semono Sastrohadijoyo yang kuburannya di purworejo, meskipun begitu, seringkali ia
berwatak keji terhadap sesamanya.
Keadaan
itulah ,dan begitulah yang Aku ketahui, tentang yang sedang dialami manusia
sekarang. Dan demikian pula, yang di ketahui oleh Syekh Siti Jenar pada masanya, sebab itu dia
memilih mengasingkan diri, meninggalkan semua dan segalanya, karena enggap
menyaksikan adegan yang tidak lucu itu, di pengasingan, syekh siti jenar
menemukan jalan pulang atau jalan mati, bahwasannya, jalan matinya adalah
dengan cara mengaku Tuhan/Allah, jika tidak, dia akan terlalu lama berada di
duniafana yang penuh banggai yang mau tidak mau, suka tidak suka, harus di
saksikannya setiap saat, sehingganya,
dia tetep idep madep mantep, tak tergoyahkan, oleh ancaman mati para wali, yang pada akhirnya, Siti Jenar, siang malam, berusaha mensucikan budi, serta menguasai ilmu luhur
dengan kemuliaan jiwanya. Hingga titik darah penghabisan, yang
menjadi jalan kematiannya, kembali pada kesempurnaan yang luar biasa.
Wahai Sedulur dan Para
Kadhangku kinasihku. Ketahuilah...!!!
Di
alam kematian ada surga dan neraka, dijumpai untung dan rugi serta sial.
Keadaan di dunia seperti ini, menurut dalil
Samarakandi ”al-mayit
pikruhi fayajitu kabilahu” artinya, Sesungguhnya orang
yang mati, menemukan jiwa raga, dan memperoleh
pahala surga serta neraka.
Dan ingatah... Surga neraka tidaklah
kekal, ia dapat lebur, itupun letaknya, hanya dalam Perasa’an masing-masing pribadi manusia, senang puas itulah
surga, adapun neraka ialah jengkel, kecewa dalam hati. Bahwa surga neraka
terdapat diakhirat. Itulah hal yang semata khayal tidak termakan akal.
Sesungguhnya,
meurut ajaran Islam pun, surga dan neraka itu tidak kekal. Yang menganggap
kekal surga dan neraka itu, adalah kalangan
awam. Sesungguhnya mereka berdua wajib rusak dan binasa. Hanya Dzat Maha Suci Tuhan/Allah
yang wajib abadi, kekal, langgeng, dan azali.
Wahai Sedulur dan Para
Kadhang kinasihku sekalian. Ingat...!!!
Sesungguhnya,
tempat kebahagian dan kemulian, yang disebut swarga oleh orang-orang Hindu-Budha,
di dalam Islam, disebut dengan nama Jannah (yang artinya taman), yang bermakna
tempat sangat menyenangkan, yang di dalamnya
hanya terdapat kebahagian dan kegembiraan.
Hampir
mirip dengan swarga yang dikenal di dalam Syiwa-Budha, di dalam Islam dikenal
ada tujuh surga besar, yang disebut ’alailliyyin, al-Firdaus,
al-Adn, an-Na’im, al-Khuld, al-Mawa, dan Darussalam. Di surga-surga
itulah amalan orang-orang yang baik ditempatkan, sesuai amal ibadahnya selama hidup di dunia.
Sementara
itu, tidak berbeda dengan ajaran Syiwa-Budha, yang meyakini adanya
Alam Bawah, yaitu neraka, yang
bertingkat-tingkat, dan jumlahnya
sebanyak jenis siksaan, Islam pun mengajarkan demikian. Jika dalam ajaran
Syiwa-Budha, dikenal ada tujuh
neraka besar yaitu, Sutala, Watala, Talata, Mahatala, Satala, Atala, dan
Patala.
Maka dalam Islam juga dikenal tingkatan neraka yaitu, Jahannam, Huthama,
Hawiyah, Saqar, Jahim, dal dan Wail.
Sebenarnya,,,
yang disebut awal dan akhir itu, berada dalam cipta kita pribadi,
seumpama jasad di dalam kehidupan ini, sebelum dilengkapi
dengan perabot lengkap, seperti umur 60 tahun, disitu masih disebut sebagai
awal, maka disebut masyriq (timur) yang maknanya
mengangkat, atau awal penetapan
manusia, serta genapnya Hidup.
Yang
di sebut Maghrib
(Barat) itu penghabisan, artinya, saat penghabisan mendekati
akhir, maksudnya setelah melalui segala proses kehidupan di
dunia. Maka, sejatinya awal itu memulai, akhir mengakhiri. Jika memang bukan
adanya, zaman alam dunia
atau zaman akhirat, itu semua masih dalam keadaan hidup semua.
Untuk
keadaan kematian, Aku sebut akhirat, hanyalah bentuk
dari bergantinya keadaan saja. Adapun sesungguhnya, mati itu juga kiamat. Kiamat itu
perkumpulan, mati itu roh, jadi semua roh itu, kalau sudah menjadi satu, hanya tinggal
kesempurna’annya saja.
Moksanya
roh, Aku sebut mati, karena dari roh itu, terwujud keberadaan Dzat semua,
letaknya kesempurnaan roh itu, adalah musnahnya
Dzat. Akan tetapi, bagi penerapan
ma’rifat, hanya
yang waspada dan tepat saja, yang bisa menerapkan
aturannya. Disamping semua itu, sesungguhnya, semuanya juga hanya
akan kembali kepada asalnya masing-masing, maka dari itu, ketahuilah asal
usulmu.
Wahai Sedulur dan Para
Kadhang kinasihku sekalian. Ketahuilah...!!!
Bahwa surga dan neraka
itu dua wujud, terjadinya dari keadaan, wujud makhluk itu dari kejadian. Surga
dan neraka, sekarang sudah
tampak, terbentuk oleh kejadian yang nyata. Aku berikan kiasan sebagai tanda bukti adanya surga, sekarang ini, berdasarkan wujud dan kejadian di
dunia, yang berhasil aku buktikan sendiri secara nyata, bukan katanya.
Surga
yang luhur itu, terletak dalam
perasa’an yang senang, tidak
kurang. Contoh missal;
Orang
duduk dalam kereta atau mobil mewah yang bagus, merasa sedih, bahkan menangis tersedu-sedu,
sedang seorang pedagang keliling, berjalan kaki, sambil memikul barang
dangangannya, menyanyi sepanjang
jalan. Ia menyanyikan berbagai macam lagu, dengan suara yang
terdengar mengalun merdu, sekalipun ia memikul, menggendong, menjinjing atau
menyunggi barang dagangannya, pergi ke daerah seberang, Ia itu menemukan
surganya, karena merasa senang dan bahagia. Ia tidur di rumah penginapan umum,
berbantal kayu sebagai kalang kepala, dikerumuni serangga penghisap darah,
tetapi ia dapat tidur dengan nyenyaknya., ituah
surga.
Orang
disurga, segala macam barang
serba ada, kalau ingin bepergian serba enak, karena kereta, bendi, mobil merzi, tersedia untuk
mondar-mandir kemana saja. Tetapi apabila nerakanya datang, menangislah ia
bersama istri, atau suaminya dan
anak-anak serta keluarganya.
Wahai Sedulur dan Para
Kadhang kinasihku sekalian. Ketahuilah...!!!
Manusia
yang sejati itu, ialah yang mempunyai
hak, dan kekuasaan Tuhan, yang Maha Kuasa, serta mandiri
diri pribadi. Sebagai hamba, ia menjadi Hidup, sedang Dzat Maha Suci, menjadi
nyawa. Hilangnya nyawa, bersatu padu dengan
hampa, dan kehampaan ini, meliputi alam semesta.
Sir-Nanya
Putro menjadi Romo, adanya Romo karena semedi, sebab dengan semedi, manusia hidup
menjadi tidak tahu, akan adanya Dzat dan
sifat-sifatnya. Nama untuk menyebut Hyang Manon, yaitu Yang Maha Tahu,
menyatukan diri, hingga lenyap, dan terasa dalam pribadi. Ya,,, dia,,, ya,,, Aku. Maka dalam hati timbul
gagasan, bahwa ia, yang semedi menjadi, Dzat yang mulia.
Dalam
alam kelanggengan, yang masih di dunia
ini, dimanapun sama saja, hanya manusia yang ada. Romo yang dirasakan, karena adanya waktu orang semedi, jika tidak ada, jadi
gagasan yang palsu, sebab pada hakikatnya, adanya Romo yang demikian itu, hanya karena nama saja, itupun
masih katanya. Manusia yang melebihi
sesamanya, memiliki dua puluh sifat, sehingga dalam hal ini, antara agama Hindu-Budha-Kristen-katolik-Islam dan kepercayaan-kejawen-kapribaden-adat-kebatinan-paguyuban-golongan
dan bla,,,bla,,,bla,,, lainnya, sudah menjadi satu, tidak ada bedanya, sama
saja, tinggal tahu apa tidak, apa yang menjadi Intisaripatinya. Di samping itu, roh dan nama sudah menyatu. Jadi, tiada kesukaran lagi, mengerti akan hal ini, dan semua sangat mudah untuk
bisa dipahami. Firman; Sesungguhnya, aku tidak pernah mempersulit hamba-ku,
justru hamba-ku itu sendirilah, yang mempersulit dirinya sendiri).
Heeemmm… Betapa
banyak nikmat hidup manfaatnya mati. Kenikmatan ini dijumpai dalam mati, mati
yang sempurna teramat eloklah dia. Manusia sejati, sejatinya yang sudah meraih
puncak ilmu sejati. Tiada dia mati, hidup selamanya. Menyebutkan mati, syirik.
Lalu…Siapa yang mau
mati..!!!
Dalam alam kematian
ini, orang kaya akan dosa!
Jika Aku hidup, yang
tak kenal ajal, akan langgeng hidup-ku, tidak perlu ini itu. Akan tetapi, bila
saya disuruh memilih, hidup atau mati? Aku tidak sudi!. Sekalipun saya hidup,
biar Aku sendiri yang menentukan!. Tidak usah sesama manusia yang memulangkan
saya ke alam kehidupan!. Saya akan pulang sendiri ke alam kehidupan sejatiku.
Bukan karena sebab paksa’an siapapun dan apapun.
Karena bagiku,
kematian hanya sebagai pintu kesempurnaan hidup yang sesungguhnya, maka,
sebenarnya kematian juga, menjadi bagian tidak terpisahkan, dari keberadaan
manusia sebagai pribadi. Oleh karena itu, kematian bukanlah sesuatu yang
menakutkan, bukan sesuatu yang bisa dipilih orang lain. Kematian adalah hal,
yang muncul dengan kehendak Pribadi, menyertai keinginan pribadi, yang sudah
berada dalam kondisi manunggal/menyatu secara sempurna.
Oleh karena itu,
dalam sistem Wahyu Panca Gha’ib yang di jalankan dengan menggunakan Wahyu Panca
Laku, kasarnya; meniadakan istilah “dimatikan” atau “dipulangkan”, halusnya;
menyempurnakan istilah “dimatikan” atau “dipulangkan”,. baik oleh Tuhan/Allah
atau oleh siapapun. Sebab dalam hal mati ini, sebenarnya tidak ada unsur
tekan-menekan atau paksa’an.
Pintu kematian,
adalah, sesuatu hal yang harus dijalani secara sukarela, dan harus diselami
pengetahuannya, agar ia mengetahui, kapan saatnya, ia menghendaki kematiannya
itu, jika seseorang memang tidak pernah mempersiapkan diri, dan tidak pernah
mau mempelajari ilmu kematian, takan tau arahnya ke mana, dan tidak mengerti
apa yang sedang dialami. He he he . . . Edan Tenan.
Duh... Gusti Ingkang Moho Suci.
Pencipta dan Penguwasa alam semesta seisinya. Bapak Ibu dari segala Ilmu
Pengetahuan, sungguh saya telah menyampaikan Firman-Mu, kepada orang-orang yang
saya Cintai. Kasihi dan Sayangi. maafkan lah saya, jika apa yang telah saya
sampaikan, kepada orang-orang yang saya Cintai. Kasihi dan Sayangi, tidak
membuat orang-orang yang saya Cintai. Kasihi dan Sayangi. segera Sadar dan
menyadari akan kebenaran-Mu. Ampunilah orang-orang yang saya Cintai. Kasihi dan
Sayangi., dan bukakanlah pintu hati mereka, dan terangilah dengan Rahmat-Mu,
agar tidak ada lagi kegelapan dan kesesatan di hati orang-orang yang saya
Cintai. Kasihi dan Sayangi. Damai dihati, damai didunia, damai Di Akherat.
Damai... Damai... Damai Selalu
Tenteram. Sembah
nuwun,,, Ngaturaken Sugeng
Rahayu, lir Ing Sambikolo. Amanggih Yuwono.. Mugi pinayungan Mring Ingkang Maha
Agung. Mugi kerso Paring Basuki Yuwono Teguh Rahayu Slamet.. BERKAH SELALU. Untuk semuanya tanpa
terkecuali, terutama Para Sedulur, khususnya Para Kadhang Konto dan Kanti Anom
Didikan saya. yang senantiasa di Restui Hyang Maha Suci Hidup....._/\_.....
Aaamiin... Terima Kasih. Terima Kasih. Terima Kasih *
Ttd:
Wong Edan Bagu
Putera
Rama Jayadewata Tanah Pasundan
Telephon;
0819-4610-8666.
SMS/WhatsApp/Line;
0858-6179-9966.
BBM;
D38851E6”
http://putraramasejati.wordpress.com
http://webdjakatolos.blogspot.com
Post a Comment