MARI KITA MENONTON DIRI SENDIRI:
MARI KITA MENONTON DIRI SENDIRI:
Oleh:
Wong Edan Bagu
Putera
Rama Jayadewata Tanah Pasundan
Djawa dwipa. Rabu Pahing . Tgl 23 November 2016
Para Kadhang dan Para Sedulur Kinasihku sekalian...
Demikian beragam tontonan, yang menguras perhatian
kita selama ini. Betapa banyak diantara kita terbius, oleh tontonan televisi,
aneka pernak-pernik, kemilau duniawi, yang serbaneka, pertunjukan para pemimpin
yang tengah bertarung merebut kursi panas, salin adu politik dan seterusnya. Bahkan
artikel internet-pun, khususnya Status-status facebook yang salin berebut
benar dari katanya yang benar.
Saking banyaknya tontonan yang tergelar sarat sensasi
di hadapan kita, kadang membuat kita lupa menonton diri sendiri. Kinilah
saatnya kita menonton diri sendiri, memosisikan diri sebagai obyek yang
ditonton. Bagaimana cara menonton? He he he . . . Edan Tenan
Menonton membutuhkan mata dan cahaya. Tanpa mata dan
cahaya, kita tak bisa menonton. Meski cahaya benderang menyinari kehidupan
kita, namun tanpa didukung mata, niscaya obyek yang ditonton tak bisa dilihat.
Sebaliknya, andai mata sehat, namun tak ada cahaya yang membersit, kita pun tak
bisa menonton. Karena itu, ketika hendak menonton, kita perlu memadukan
kekuatan mata dan cahaya.
Mata perlambang dari mata hati atau Rasa (akal
wajar/manusiawi) bukan akal bulsit. Saat kita hendak menonton diri sendiri,
hidupkan mata hati kita, sehingga bisa melihat secara gamblang film kehidupan
kita sendiri. Cahaya simbol dari cahaya Ilahi (Dzat Maha Suci). Cahaya Ilahi
berupa petunjuk Dzat Maha Suci, (Ilahi). Bersandarlah sepenuhnya pada Dzat Maha Suci, (Tuhan kita), dan DZat Maha Suci,
akan membersit dalam hati/jiwa kita. Andai cahaya Dzat Maha Suci, belum
menghinggapi jiwa kita, berusahalah, berdampingan dengan sosok mulia tersebut,
yang telah tersaluri cahaya Dzat Maha Suci. Yaitu Hidup. Hidup yang menempati
raga kita sejak awal hingga kini, jika belum mengetahui atau mengenal Hidup
yang sejak awal hingga kini bersama kita, carilah Pembimbing/Guru wujud. Yang
telah tersaluri cahaya Dzat Maha Suci, mintalah bimbingannya untuk hal
tersebut. Silahkan dengan cara apapun yang di yakini dan di percayai, asalkan
bisa. Bukan masalah...
“Rasulullah saw bersabda, “Orang beriman adalah cermin
bagi orang yang beriman.”
Cermin tempat kita berkaca, tentang diri secara
sederhana. Cermin akan memantulkan sosok kita yang sejati. Lewat cermin pula
kita bisa mengukur, menimbang, dan menilai diri kita secara jernih. Sosok yang
jernih dan terliput kebenaran, patut dijadikan cermin, karena darinya terpancar
magnet kebaikan yang berdaya pesona alami, bukan rekayasa.
Sebelum menonton diri sendiri, kita perlu menghidupkan
mata hati dengan cara menggerus biji egoisme dan panatisme, yang masih
bersarang dalam kesadaran murni kita. Karena egoisme dan panatisme, sering
menghalangi mata hati untuk melihat diri secara gamblang. Buatlah kita berjarak
dengan diri sendiri, kita menonton diri seperti menonton orang lain. Duduk
bersilah dengan santai/rileks, lalu Palungguh. Lalu Patrap, baca Kunci 7x.
Paweling 3x lalu diam. Tataplah lekat-lekat diri kita dengan mata hati/rasa,
maka kita akan mengetahui secara jernih, siapa diri kita yang sebenarnya. Boleh
kita memutar kembali film masa lalu yang pernah ditapaki. Dari rentetan film
itu, kita bakal memahami secara dekat, karakter dan kebiasa’an kita.
Setelah itu, kita memperoleh pemahaman “siapa diri kita”.
Ketika kita terbiasa menonton diri dengan cara membuat
jarak terhadap diri sendiri, maka kita tak akan terlalu terikat oleh keada’an
yang datang silih berganti, entah musibah atau nikmat, suka atau tidak suka
dll. Seperti kita menonton televisi, ada saja lintasan kesedihan dan
kebahagiaan mewarnai penggalan demi penggalan adegan tersebut. Ketika kita
menonton diri sendiri secara utuh, akan ditemukan keindahan-keindahan yang tak
terlukiskan kata-kata. Juga dengan menonton diri sendiri, kita bakal menemukan
kenyata’an menakjubkan yang tak bisa dikadar dengan akal yang berlimit.
Kebiasaan kita menonton diri sendiri, juga akan memandu kita untuk merehab
jalan setapak sempit “berupa keakuan” bergantikan jalan raya ditandai oleh
terbangunnya jiwa universal, cinta universal, kasih universal, sayang
universal, dan Hidup universal. Hidup yang tergabung dengan jiwa
kemanusia’an, bahkan jiwa semesta. Edan Tenan. Pokok’e... He he he.
Buktikan. Buktikan saja jika tidak percaya. Ini adalah
ilmu saya, tak kala melepaskan diri, dari semua berhala hati dan kemelekatan
yang pernah membelengguh jiwa raga saya, selama puluhan tahun, saya bisa, Anda juga
pasti bisa. Damai... Damai... Damai Selalu
Tenteram. Sembah
nuwun,,, Ngaturaken
Sugeng Rahayu, lir Ing Sambikolo. Amanggih Yuwono.. Mugi Pinayungan Maring
Ingkang Maha Agung. Dzat Maha Suci Mugi kerso Paring Basuki Yuwono Teguh Rahayu
Slamet.. BERKAH SELALU. Untuk semuanya
tanpa terkecuali, terutama Para Sedulur, khususnya Para Kadhang Konto dan Kanti
Anom Didikan saya. yang senantiasa di Restui Hyang Maha Suci
Hidup....._/\_..... Aaamiin... Terima Kasih. Terima Kasih. Terima Kasih *
Ttd:
Wong Edan Bagu
Putera
Rama Jayadewata Tanah Pasundan
Telephon/SMS/WhatsApp/Line;
0858-6179-9966
BBM;
D38851E6
http://putraramasejati.wordpress.com
http://webdjakatolos.blogspot.com
Post a Comment