Kisah Nyata Perjalanan Spiritual Wong Edan Bagu. Di Desa Karangreja. Kecamatan. Tanjung. Kabupaten Brebes Jateng:

Kisah Nyata Perjalanan Spiritual Wong Edan Bagu.
Di Desa Karangreja. Kecamatan. Tanjung. Kabupaten Brebes Jateng:
Oleh: Wong Edan Bagu
Putera Rama Jayadewata Tanah Pasundan
Djawa dwipa. Hari Rabu Legi. Tgl 02 November 2016

“Bersama Dzat Maha Suci Tuhan/Allah. Bukan Berati Bebas dari Masalah” Itulah tema pada artikel saya kali ini;

Berawal dari laku manekung yang saya lakukan, di tahun 2014 hingga tahun 2016, bertempat di PCI “Perumahan Cigedog Indah” di salah satu rumah milik kadhang saya, di Ds. Cigedog. Kec. Kersana. Kab. Brebes Jawa Tengah, yang lokasinya sekitar dua ratus meter kurang lebihnya, di sebelah barat pasar kecamatan kersana, Selama tiga tahun kurang lebihnya, saya aman, nyaman, tenang dan bahagia tanpa masalah apapun di tempat tersebut. Setelah selesai, lalu saya berpindah tempat ke Desa Karangreja. Kec. Tanjung, yang juga masih berkabupaten Brebes Jawa Tengah. Jarak antara desa cigedog kecamatan kersana dan desa karangreja kecamatan tanjung, sekitar dua kilo meter kurang lebihnya, jika memalui jalur pedesa’an.

Tadinya, setelah selesai manekung, saya akan ke alas ketonggo. Karena, kegagalan saya, untuk mendirikan Pesanggrahan Spiritual di Brebes, akibat dana yang tidak memadai, saya beranggap, bahwa Tuhan tidak merestui saya, untuk mendirikan Pesanggrahan di wilayah Brebes. Sebab itu, saya mengarahkan tujuan perjalanan hidup saya, ke Alas Ketonggo, perbatasan jawa tengah jawa timur.

Tapi,,, beberapa orang, termasuk kadhang didikan saya, menyampaikan kabar ngeri, yang kalau di dengar oleh telinga orang awam, tentang desa karangreja, yang katanya, sedang dilanda wabah penyakit, wabah itu, menyerang warga setempat, dan barang siapa yang terserang sakit oleh wabah tersebut, kemungkinan besarnya akan meninggal dunia, dan meninggalnya, selalu membawa teman, maksudnya, jika ada yang meninggal hari ini, maka esoknya, dua atau tiga hari kemudianya, ada yang ikut meninggal dunia juga, hingga berjumlah sampai tiga orang bahkan lebih dalam kurun waktu tujuh hari.

Sebagai Pelaku Spiritual Hakikat Hidup, mendengar kabar tersebut, saya merasa terpanggil untuk membantu sesama hidup, yang tinggal di desa karangreja itu. Alasan inilah, yang menunda perjalanan hidup saya menuju Alas Ketonggo. Pikir saya, itung-itung belajar mempraktekan Iman. Yang baru saja, saya peroleh kebenarannya, saat manekung di PCI “Perumahan Cigedog Indah” selama tiga tahun kurang lebihnya.

Lalu,,, dengan modal nekad dan bekal seadanya, di bantu oleh beberapa kadhang yang sedang nganggur pada saat itu, saya boyongan/pindah tempat, dari perumahan cigedog indah kecamatan kersana, ke desa karangreja kecamatan tanjung. Karangreja adalah sebuah perkampungan plosok, yang sangat susah di jangkau dengan transportasi kendaraan umum.

Di desa karangreja, saya mendapatkan sebuah rumah kosong, yang hampir rusak, karena lama tidak di huni, pemiliknya pekerja di jakarta dan tinggal menetap di jakarta, dan saya rasakan, ada banyak mahluk halus, yang sudah menghuni rumah kososng tersebut, selama rumah itu di kosongkan,  mengetahuinya, saya samakin tertarik untuk menempati rumah kosong yang hampir rusak itu, setelah mengetahui ada banyak setan yang menghuni rumah itu, dan sering mengganggu warga setempat, khususnya rumah yang berada di samping kanan kiri dan depan belakang rumah kosong tersebut.

Karena itu, walaupun rumahnya tidak layak huni, karena bocor di sana sini, saya bersedia mengontrak mahal, seharga lima juta lima ratus ribu, untuk satu tahunnya. Sebuah harga kontrakan yang cukup mahalnya, untuk di perkampungan pelosok, karena selain di desa plosok, rumahnya sudah tidak layak huni, serta tidak ada fasilitas apapun selain listrik, itupun harus di perbaiki terlebih dulu.

Tapi dengan Iman Cinta Kasih Sayang, saya bersedia, asalkan pembayarannya, tidak sekaligus, sebab, saya mencari uangnya, mendadakan, dan pada saat itu, saya tidak punya uang sepeserpun, bagaimana saya punya uang, la wong saya habis bertapa ngebleng selama tiga tahun kurang lebihnya, dan sebagai tanda jadi kontrak rumah, saya beri panjar delapan ratus ribu, sisanya,,, nunggu dapat rejeki, karena ada salah seorang yang berjanji akan membantu saya, dalam beberapa waktu kedepan.

Kesepakatan inipun, di setujui saya dan pemilik rumah yang tinggal di jakarta. Dan saya anggap,  semuanya itu, tidak apa-apa dan bukan suatu masalah, yang penting saya bisa mengamankan wabah yang sedang melanda desa karangreja, yang telah berhasil merenggut beberapa nyawa saudara-saudari saya yang tinggal di desa karangreja.

Lalu, sesuai aturan negara yang berbangsa dan bertanah air, saya mengikuti prosedur yang berlaku di setiap daerah, saya bertamu dan meminta ijin kepada pak RT setempat, dengan menyerahkan data diri pribadi saya, seperti ktp dan surat-surat keterangan lainnya.

Terus,,, sayapun mulai menempati rumah tersebut, sambil berbenah, sehari dua hari selanjutnya, saya mulai bekerja keras, tanpa henti, memperbaiki dan membersihan rumah yang saya kontrak itu, agar layak huni, di hari ketiganya, muncul-lah sangka’an dan duga’an negatif tentang saya, dari beberapa omongan warga setempat, seperti yang pernah saya alami, di desa-desa lainnya, kalau ada pendatang baru, dengan alasan, banyaknya kejadian teror masuk desa. Karena itu, ada yang bertanya secara langsung kepada saya, dari mana dan apa tujuannya dll, sayapun memberikan jawaban dengan jelas dan apa adanya, kecuali soal wabah, karena menurut saya, hal itu tidak perlu di umumkan. Dan ada juga yang tidak bertanya secara langsung kepada saya, hanya menyangka dan mengira serta menduga dari kejauhan saja. Dan itu saya anggap wajar serta lumrah juga.

Namun ternyata, tidak seperti yang saya kira, orang-orang yang menyangka dan mengira serta menduga saya dari kejauhan itu, menjadi masalah, ada yang menyangka saya teroris, ada yang mengira saya menyembunyikan teroris, ada yang menduga saya adalah perakit bom, yang sedang diburu kepolisian, ada pula yang berkata, kalau saya sedang menyebarkan aliran kepercaya’an kejawen Sapto Darmo dll.

Sehari dua hari, karena tidak secara langsung menemui saya, saya anggap angin lalu saja, sehingganya, saya tetap asyik membenahi rumah kontrakan saya, sembari menelusuri ghaib yang menyelimuti desa karangreja, yang mengakibatkan munculnya wabah.

Tak kala, saya sedang asyik menelusuri ghaib di balik desa karangreja, yang menjadikan desa tersebut terserang wabah, sambil membenahi rumah kontrakan. Tiba-tiba,,, saya kedatangan dua orang tamu petugas polisi, yang memeriksa sikon saya, mereka datang, atas laporan warga desa, yang mengira saya teroris dan lain sebagainya, di susul selang sehari kemudian, datang juga seorang babinsa, yang juga untuk mencari tahu siapa saya, itu juga atas laporan dari warga, yang mengira saya teroris dan lain sebagainya.

Dengan dua kali di datangi petugas yang berwajib ini, saya jadi berpikir sejenak, bahwasannya, ini tidak bisa di pandang remeh, saya merenung dan mengoreksi diri. Apakah saya salah,,, kalau salah, letak salah saya dimana? Prosedur seorang tamu, yang datang tinggal di suatu desa, sudah saya penuhi, rumah kontrakan saya juga, tidak tertutup, 24 jam penuh, terbuka bebas untuk siapapun yang datang, khususnya para kadhang saya, yang setiap waktunya, datang silih berganti, dan mereka semuanya, bukan orang jauh, melainkan orang sekitar desa, yang sudah salin mengenal satu sama lainnya.

Belum selesai saya mengkoreksi diri, atas kejadian tersebut, si pemilik rumah, hampir setiap waktu, telpon dan sms, minta pelunasan kontrakan, padahal perjanjian awal, sudah salin di  sepakati, seperti yang sudah saya uraikan diatas, tidak bisa tidak, harus segera di lunasi, jika tidak, saya di suruh keluar dari rumahnya.

Wow,,, sungguh luar biasa bukan, intisari pati iman, yang baru saja, berhasil saya dapatkan kebenarannya, selama manekung tiga tahun kurang lebihnya, di perumahan cigedog indah. Mendadak goyah,,, loh?,,, loh?,,, loh?, kok begini hasilnya? Kejadiannya kok begini? Dll...

Semakin saya membela diri, semakin sulit sikonnya, semakin sakit dan menyedihkan rasanya, semakin saya mencari pembenaran, semakin pilu dan memalukan kejadiannya. Dan tidak berhenti hanya sampai disitu saja, sayapun di panggil untuk menghadap kapolsek tanjung, untuk dimintai keterangan dan sabagainya, sesuai laporan dari warga setempat. Siang itu, saya mendapat surat panggilan dari kepolisian, yang intinya saya di minta datang menghadap, karena ada laporan dari warga, yang menyatakan, bahwa saya sedang merakit bom dan menyembunyikan buronan teroris.

Semalam suntuk, setelah menerima surat panggilan dari kepolisian itu, saya tidak bisa tidur, saya manembah kepada Dzat Maha Suci Tuhan saya, dengan menggunakan Wahyu Panca Gha’ib, yang saya Praktekan dengan Wahyu Panca Laku, saya mengadu dan mengeluh-kan, apa yang sedang saya alami, kenapa bisa begini, mengapa jadi begini. Bukan kah saya sudah beriman dan sedang mengamalkan iman tersebut, sesuai yang di firmankan, tapi,,, kenapa...?! mengapa....?!

Semakin saya mengadu dan mengeluh kepada Dzat Maha Suci. Marah, jengkel, benci, dendam bercampur sedih dan malu, berkecamuk menjadi satu, mengoyak jiwa raga saya pada malam itu, semakin saya membela diri, semakin sakit dan menyedihkan, semakin saya mencari pembenaran, semakin pilu dan memalukan... Akhirnya saya menerapkan HAKIKAT IMAN, yaitu Wahyu Panca Laku. Tersebut;
Pasrah kepada Allah.
Menerima Allah.
Mempersilahkan Allah.
Merasakan Allah.
Menebar Cinta Kasih Sayang Allah.

Dan,,, munculah dua keputusan yang mengaharuskan saya untuk memilih. Diantaranya... Tinggalkan Desa Karangreja dan masa bodoh dengan wabah yang sedang menggerogoti warganya, dan saya akan aman, nyaman, tenang tanpa harus menghadapi masalah-masalah konyol itu, tapi saya gagal beribadah kepada Dzat Maha Suci. Atau tetap bertahan, dengan Iman Cinta Kasih Sayang Tuhan/Allah, dan masalahnya akan menjadi aman, nyaman, tenang dan selesai tanpa marah, jengkel, benci, dendam bercampur sedih dan malu, serta bisa berhasil menyempurnakan wabah, yang sedang menggerogoti warga, yang tak lain dan tak bukan, adalah saudara-saudari saya sendiri. Karena pada hakikatnya. Olo ketoro. Becik ketitik. Siapa salah, bakal seleh. Dan dengan sadar kesadaran iman, saya memilih yang kedua, yaitu bertahan dengan Iman Cinta Kasih Sayang.

Paginya saya berangkat menghadap kapolsek tanjung, setelah bla,,,bla,,,bla,,, karena saya bukan teroris, dan tidak menyembunyikan apapun dan siapapun, buktipun tidak ada, saya di persilahkan kembali dengan hormat. Setelahnya,,, saya mengira sudah selesai, karena tidak ada bukti apapun dari tuduhan orang-orang tersebut kepada saya, lalu malamnya saya beriktiyar menelusuri ghaib yang sedang menyelimuti desa karangreja, supaya bisa menyempurnakan wabahnya, yang sedang melanda desa karangreja tersebut, dengan cara, menelusuri sebab akibatnya terlebih dahulu.

Dan Ternyata... Kabupaten brebes, khususnya kec kersana, ketanggungan dan tanjung, yang saya tempati selama bertahun-tahun, memiliki sejarah istimewa dan luar biasa, dan itu baru saya ketahui setelah saya berada di desa karangreja. Dibawah ini, sejarah singkatnya, yang berhasil saya ungkap di desa karangreja kec tanjung brebes jawa tengah;

Kersana, adalah salah satu kecamatan di Kabupaten BrebesJawa Tengah. Terletak diwilayah barat jalur tengah Brebes, yang cukup strategis, karena sebagai daerah penghubung ke wilayah Brebes bagian selatan melalui Banjarharjo, serta akses menuju Ciledug Cirebon Jawa Barat. Di Kersana, terdapat bekas pabrik gula, yang sudah tidak beroperasi, peninggalan penjajahan Belanda, yang dibangun sekitar tahun 1809-1810an, beserta kompleks perumahaannya, yang masih dihuni oleh beberapa petugas PG Tersana Baru unit Ketanggungan Barat.

Sekitar tahun 1809-1810an dulu, wilayah Kersana dijadikan Belanda sebagai daerah khusus  perkebunan tebu, pada zaman itu, dipimpin oleh seorang demang, karena wilayahnya merupakan tanah partikelir milik perusahaan Belanda. Dan pada waktu itu, pabrik gula kersana, menjadi satu-satunya pabrik penghasil gula terbaik. Karenanya, belanda berencana untuk membangun sebuah perumahan khusus dan mewah, di sebelah barat daya pabrik gula. Dan lokasi yang hendak dibangun perumahan mewah itu, sudah di huni oleh beberapa warga sipil, sejak lama, sejak pabrik gula kersana belum di bangun, karena menolak untuk di pindahkan, warga sipil ini, di usir paksa oleh belanda, yang melawan, di bunuh di tempat. Dan,,, berhasilah belanda menguasai wilayah itu, lalu di bersihkan dan di atur sedemikian rupa. Mulai dari jalan dan tatak letak perumahannya.

Dibalik keseriusan belanda yang sedang membangun perumahan pabrik, dengan mengerahkan pekerja paksa, yang tak lain dan tak bukan adalah warga kersana itu sendiri. Jauh di luar pengetahuannya. Sedang terjadi penyusuan kekuatan, yang berencana akan memberontak penjajah belanda itu.

Awalnya, ada tiga orang pendekar bersaudara, ketiga pendekar bersaudara yang tidak mau saya uraikan silsilah detilnya ini. Bernama Raden Safi’i. Raden Wangsanangga dan Raden Singawinata, Ketiga orang pendekar tersebut, turun dari pertapa’an mengemban tugas dari sang guru, untuk mengabdikan ilmunya, membebaskan bumi pertiwi dari penjajahan belanda. Raden Safi’i ke Karawang. RadenWangsanangga ke Cikeusal dan Raden Singawinata ke Kareo, yang sekarang menjadi desa Dukuh Tengah (sebelah selatan Ketanggungan).

Setelah bertahun-tahun berpisah dengan saudara-saudaranya, ketiga orang bersaudara itu, mengadakan pertemuan di sebuah tempat, yang bernama Cikeusal. Pada pertemuan ketiga bersaudara itu, diadakanlah musyawarah, dan mendapat suatu kesepakatan, atau perjanjian, yaitu Sapapait Samamanis, yang artinya, (sama-sama pahit, sama-sama manis), maksudnya, pahit atau manis dipikul bersama, dalam satu perjuangan melawan penjajah, yaitu Belanda.

Raden Wangsanangga ditugaskan untuk melakukan kekacauan/pemberontakan terhadap pemerintah Belanda di daerah Brebes sampai ke daerah Kuningan. Dalam perundingan ketiga bersaudara tersebut, telah disepakati, bahwa, yang dapat menangkap atau mengalahkan Raden Wangsanangga, hanya Raden Safi’i atau Raden Singawinata. Maka terjadilah pemberontakan yang sangat kuat, sehingga pemerintahan Belanda, menjadi kocar kacir dan berantakan. Pusat pimpinan pemberontak terletak di Cikeusal, dan sebagai panglimanya, yaitu Ki Malangjiwa dari Cikuya, Ki Sangla dari Malahayu, Raksabala dari Bumihieum (yang sekarang bernama desa Kubangjati/Ketanggungan). Ki Saragula dari Lemah Abang (Tanjung).

Karena tidak ada yang bisa memadamkan pemberontakan, maka pemerintah Belanda mengadakan sayembara. Isi dari sayembara tersebut, adalah ” Barang siapa yang dapat menangkap pemimpi pemberontakan, yaitu Raden Wangsanangga, akan diberi hadiah semintanya”. Mendengar berita sayembara dari pemerintah Belanda, Raden Safi’i dari Karawang dan Raden Singawinata dari tanah Kareo, mendaftarkan diri untuk mengikuti sayembara dari pemerintah Belanda itu. Dan kedua pendekar tersebut, bersatu melawan pemberontak, hingga  akhirnya kepala pemberontak tersebut, yang tak lain adalah saudaranya sendiri, dapat di kalahkan, sesuai panjanjian yang telah di sepakati pada awalnya.
  
Tiga orang bersaudara tersebut telah memegang perjanjian ”Sapapait Samamanis”. Karena telah dapat mengalahkan Raden Wangsanangga, maka Raden Safi’i dan Raden Singawinata, mendapat hadiah sakersane (semaunya), dari pemerintahan Belanda, maka dimintanya oleh Raden Safi’i dan Raden Singawinata sebidang tanah. Pemerintah Belanda memberikan sebidang tanah yang diminta seluas 41-3 pal persegi. Penyerahan hadiah dilaksanakan bulan Nopember 1813 oleh Gubernur Jenderal Raffles, di daerah Ketanggungan Barat, yang sekarang bernama Kersana.

Oleh Raden Safi’i dan putranya (Raden Singosari Sayidina Panatagama), tanah Kersana diberikan kepada Raden Singawinata dan Raden Wangsanangga. yang kemudian Putra Raden Safi’i (Raden Singosari Sayidina Panatagama), menikahi putri RadenWangsanangga, yang bernama (Raden Ayu Dumeling). Raden Singosari Sayidina Panatagama, berganti nama menjadi Kanjeng Adipati Aria Singosari Panatayuda I, dan Raden Singawinata diangkat menjadi Demang di Kersana.

Nah,,, karena ketidak rela’an bangsa belanda, atas kekalahan dan jatuhnya wilayah, yang ada pabrik gulanya itu, dan perumahan mewah yang masih dalam tahap pembangunan itu, lalu belanda menyewa orang-orang sakti, yang memiliki kemampuan supranatural, lalu, di perintahkan, untuk mendatangkan bangsa jin yang jahat dan sakti, kemudian, para jin itu, di tempatkan di pabrik gula yang terdapat di Kersana, yaitu wilayah tanah yang di jadikannya sebagai hadiyah sayembara itu, termasuk perumahan mewah yang baru saja dalam proses pembangunan itu, dan warga sipil yang pernah di usir paksa dulunya, yang sudah kembali menghuni bekas bangunan perumahan mewah pabrik gula kersana itu, yang sekarang di sebut desa karanganyar atau karangreja. Mengalami gangguan dari bangsa jin, yang sengaja di tempatkan di wilayah tersebut, atas perintah bangsa belanda.

Sebab itu, sejak awal menjadi hak milik Raden Singawinata dan Raden Wangsanangga. Pabrik gula kersana, di kenal angger dan gawat keliwat, karena tidak sedikit, warga setempat, khususnya para pekerja pabrik, yang kemasukan jin atau mengalami kecelaka’an kerja, lalu jatuh sakit yang tidak terobati, dan berakhir meninggal dunia.

Dan karena alasan itulah, pabrik gula kersana, sejak itu hingga sekarang, ditutup, berhenti beroprasi, karena untuk menghidari, banyaknya korban, sebab, setiap kali beroprasi, minimal ada 9 nyawa orang yang meninggal dunia, akibat kecelaka’an kerja atau kerasukan jin. Begitu juga dengan perumahan mewah pabrik yang gagal di bangun, warga sipil yang pernah di usir paksa dulunya, dan kembali menghuni tanah bekas bangunan perumahan mewah pabrik gula kersana itu, yang sekarang di sebut desa karanganyar atau karangreja. Mengalami gangguan dari bangsa jin. Hingga tiada aman dan nyamanya, selama menjadi penduduk di desa karanganyar atau karangreja. Dan dari sinilah, awal mulanya wabah yang sedang menggerogoti desa karangreja, yang saya maksudkan diatas.

Wilayah Kecamatan Ketanggungan. Kersana. Tanjung, merupakan dataran rendah, yang cukup landai dengan ketinggian 11 meter diatas permukaan laut, yang sebagian besar adalah tanah daratan, yang digunakan sebagai hunian, serta untuk sektor pertanian dan perkebunan. Penduduk Kecamatan Ketanggungan. Kersana. Tanjung, sebagian besar adalah suku Jawa, yang menggunakan Bahasa Jawa Brebes, serta suku sunda, yang menggunakan bahasa Sunda Brebes. Namun terdapat juga suku pendatang, seperti, keturuann thionghoa, yang sebagian besar sebagai pedagang, serta keturunan suku Madura.

Sebagian besar orangnya memeluk agama Islam, semuanya hidup rukun, berdampingan dengan pemeluk KristenKatolik , Budha serta Khonghucu. Kulinernya. Ada Alang-alang, Rujak Belut. Bakso Royal. Empal Gentong. Mendoan, dan Telur asin serta  Bawang, dll. Irigasi/Perairan; Balong Kradenan, Balong Kubang Pari, Balong Cikandang, Balong Kersana. Selain itu, ada satu desa, yang masyarakatnya, secara bersamaan, menggunakan dua bahasa saja, yaitu Bahasa Sunda Brebes dan Bahasa Jawa, yang biasanya dikenal dengan Bahasa Jawa Brebes. yaitu Desa Kubangpari. Atas fenomena ini, saya katakan secara kultur, brebes merupakan suatu ciri, yang unik, apabila dikaji lebih lanjut mengenai pengaruh penggunaan bahasa di wilayah ketiga kecamatan ini, dikaitkan dengan kebudayaan yang memengaruhi, yaitu budaya Sunda dan budaya Jawa. Namun sayang, saya tidak tertarik untuk mengetahui lebih dalam an lebih jauh lagi, karena tujuan saya, hanya mencari tahu, asal usul atau sebab akibat wabah, yang sedang menyerang warga di desa karanganyar/karangreja.

Dan atas ijin Dzat Maha Suci Tuhan/Allah. Saya berhasil menyempurnakan wabah desa karangreja, termasuk jin setan prayangan, yang bersarang di rumah yang saya tempati, tanpa syarat, tanpa ritual dan risiko negatif apapun yang berdampak kepada warga. Melainkan kepada diri saya sendiri dampaknya, karena malamnya saya berhasil menyempurnakan wabah, paginya saya di usir oleh salah seorang warga, yang mengaku di suruh oleh tuan rumah kontrakan, dengan alasan, karena saya tidak mampu membayar kontrakan rumah yang saya kontrak itu, saya merasa sangat kecewa sekali, tapi tidak bisa berbuat apa-apa.

Dan karena itu, spiritual saya berprinsip aneh, bahwasannya, saya tidak mau meninggalkan desa karangreja pada saat itu, kalau dalam hati kecil saya, masih tersisip kecewa dan benci, walaupun hanya secuil, saya mau keluar dari desa karangreja, jika murni karena selesainya perjalanan hidup spiritual saya, bukan karena kecewa, tidak suka, tidak cocok, apa lagi karena benci, itu sebab,,, saya bersikeras untuk tetap bertahan di desa karangreja, apapun kejadiannya.

Dan bersama’an itu, seorang kepala desa karangreja, yang sedikit banyaknya, mengetahui saya, karena pernah menyaksikan, sewaktu saya di introgasi di kapolsek waktu itu, berbaik hati membantu saya, mencarikan tempat tinggal baru, yang tetap di desa karangreja, dan atas bantuan kepala desa inilah, saya mendapatkan rumah kosong, yang letaknya tidak jauh dari kontrakan lama dan masih di dalam desa karangreja, walau sikon rumahnya jauh lebih parah, di banding rumah sebelumnya, karena, pemilik rumah, keduanya sudah meninggal dunia, sedangkan anak-anaknya, merantau bersama keluarganya masing-masing, tidak berani menempati rumah tersebut, akibat trauma atas meninggalnya kedua orang tuanya di rumah tersebut.

Karena di kosongkan selama bertahun-tahun, sudah pasti rusak dan di huni mahluk halus, tapi bukan masalah buat saya, yang penting saya masih tetap ada di desa karangreja. Dan seperti pada awalnya, sebelum di tempati, saya harus membersihkan dan membenahinya terlebih dulu, mulai dari pintu, jendela, kamar, gentengnya, halamannya, yang sudah seperti hutan dll. Setelah selesai, sayapun tinggal di rumah tersebut, tanpa ngontrak. Dan dirumah yang kedua inilah, saya menggembleng iman saya, lebih dalam lagi, lebih serius lagi.

Sembari membimbing siapapun yang datang minta di bimbing. Dan lambat laun, karena saya tidak pernah bermasalah dan menciptakan masalah apapun, serta tidak pernah neko-neko di desa karangreja, warga setempatpun, mulai mengerti dan memahami, tentang bagaimana saya.

Namun,,, walaupun begitu, masih saja ada yang itu ini, alias tidak suka kepada saya, entah apa masalahnya, terbukti dari rusak dan hilangnya papan tulisan yang saya pasang di pinggir jalan.

Jadi gini, karena saya sudah bertaubat alias insyaf bin kapot, supaya tidak merepotkan siapapun, untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari saya, saya memasang tulisan pijat urut dipinggir jalan, tepat ke arah masuk tempat tinggal saya, dan tulisan itu, hanya bertahan tiga bulan saja, karena, yang satu di rusak, dan satunya di cabut, entah di buang kemana, ini menandakan, walau semua tuduhan negatif yang mengarah kepada saya, tidak terbukti kebenarannya, namun, masih saja ada orang yang tidak menyukai saya berada di desa karangreja, tidak banyak, hanya sedikit, banyak yang tidaknya, namun sayangnya, yang banyak itu, ikut terpengaruh oleh yang sedikit tersebut, tapi lagi, itu sudah bukan masalah buat saya, sudah tidak ngefek dan mempengaruhi keimanan saya lagi, saya anggap wajar, dan bukan masalah, namanya juga kehidupan di dunia, ya begitulah adanya dunia. Jadi, bukanlah hal yang aneh bagi saya, dan tidak kaget lagi, sebab memang itulah isi dunia ini.

Hari demi hari yang saya pelajari dengan ibadah kepada Dzat Maha Suci Tuhan/Allah. Walaupun masih saja, ada suara-suara sumbang yang berkumandang dan bertebaran di sana sini, tentang saya di desa karangreja, itu tidak mengurangi Iman Cinta Kasih Sayang saya kepada Tuhan, tidak mempengaruhi laku saya lagi, sudah tidak ngefek lagi, toh itu hanya diluar sana, tidak secara langsung dihadapan saya, dan dengan itu semua, saya semakin tunduk kepada Dzat Maha Suci Tuhan/Allah saya, semakin saya Pasrah kepada Tuhan, semakin saya menerima Tuhan, semakin saya mempersilahkan Tuhan, semakin saya merasakan kuasa Tuhan dan saya semakin bisa enjoy dalam menebar Cinta Kasih Sayang Tuhan, kepada siapapun dan apapun serta dimanapun.

Saya tidak berani berpisah dengan-Nya, walau sedetikpun. Parsah kepada Allah. Menerima Allah. Mempersilahkan Allah. Merasakan Allah dan Menebar Cinta Kasih Sayang-Nya Allah. Semakin saya jadikan makanan pokok dan menu wajib di setiap gerak tubuh dan tarikan nafas saya.  

Saya sudah tidak peduli lagi dengan hiruk pikuknya masalah itu lagi, yang penting saya tidak membuat masalah, tidak menciptakan masalah, dan tidak merugikan siapapun, khususnya warga karangreja yang sedang saya tempati. Dan yang paling utama, saya sudah berhasil menyempurnakan Wabah, yang menggerogoti warga desa karangreja di pertengahan tahun 2016 ini, sehingga desa karangreja, sekarang sudah terbebas dari wabah itu. Artinya, niyat tujuan saya ada di desa karangreja ini. Telah selesai, karena awal tujuan saya masuk desa karangreja, adalah itu.

Tapi,,, Aku-nya yang belum selesai, karena, dengan kejadian demi kejadian, yang menghujani saya, selama tinggal di desa karangreja. Sebagai manusia wajar, ada sedikit kecewa dalam hati saya, bagaimana tidak, saya berjuang tanpa bekal apapun, dan tidak ada yang membayarnya, hanya berbekal Iman dan menggunakan Allah, untuk membersihkan Wabah di desa karangreja, hingga sempurna tanpa risiko, tapi warga desanya, mengoyak Iman Cinta Kasih Sayang saya, dengan cara yang sangat memalukan, baik secara umum maupun pribadi. Walau begitu, bukan benci dan dendam yang ada dalam hati saya, hanya kecewa, itupun hanya sedikit, tidak banyak.

Sepintas saya pernah berpikir dengan Iman Cinta Kasih Sayang, untuk mewariskan Wahyu Panca Ghaib dan Wahyu Panca Laku, pada setiap saudara atau saudari yang menjadi warga menetap di desa karangreja, khususnya yang sudah mengenal saya, selain sebagai kenang-kenangan spiritual hakikat hidup, juga sebagai Laku Hidup pribadinya sekeluarga, yang bisa menuntun kehidupan meraka masing-masing, dalam menuju asal usul sangkan paraning dumadi dengan sempurna. Serta Iman Cinta Kasih Sayang dalam diri mereka, dapat tumbuh sebagai mana layaknya manusia hidup yang berTuhan.

Namun... Rupanya Dzat Maha Suci Tuhan/Allah, tidak menjatuhkan Wahyunya di desa karangreja, sehingganya, tidak ada yang tertarik dengan wejangan-wejangan yang saya syi’arkan di setiap orang yang datang menemui saya, selama saya berada di desa karangreja. Walau ada banyak orang yang datang mencari dan menemui saya, ada yang dari jakarta, surabaya, jogja, semarang, blitar, malang, banyuwangi, sumatera, kalimantan, bali dll, yang jauh naik pesawat, yang dekat naik kendaraan umum, ada yang membawa kendaraan pribadi, mereka meninggalkan semuanya, dari jauh datang ke brebes untuk menemui saya, hanya untuk belajar mengenal Tuhan secara pribadi, dengan Hakikat Hidup.

Hakikat yang khusus berurusan hanya dengan Tuhan dan berhubungan langsung hanya dengan Tuhan, bukan yang lainnya, jangankan yang tidak pernah datang dan bertemu dengan saya secara langsung, yang sering datang dan ikut mendengarkan wejangan-wejangan saya, diwaktu saya membimbing para kadhang didikan saya saja, mereka tidak tertarik dan tidak tergugah sama sekali, mereka tetap asik dengan kepentingan dan urusan dunia semunya masing-masing, serta membuang waktunya dengan sia-sia, untuk memperhatikan saya dari kejauhan, baik secara langsung maupun melalui internet, mencari-cari kelemahan dan kesalahan saya.

Pernah disuatu ketikan, ada salah satunya yang berhasil menemukan potho saya yang tidak pakai baju di internet, lalu di sebar luaskan di desa, dijadikan bahan cemohan dan gunjingan, yang katanya porno-lah, itu-lah dll, Walau pengeras suara yang terdapat di musholah dan masjid yang ada di desa karangreja tempat mereka berdomisili, yang hampir setiap waktunya, mengumandangkan ajaran agama, soal firman dan hadist al-kitab, yang setahu saya, sangatlah anggun dan sempurna, tapi saya tidak melihat ada Iman Cinta Kasih Sayang diantara mereka, sebagaimana layaknya sesama umat muslim/islam, apa lagi soal Tuhan/Allah yang sebenarnya.

Namun saya sudah tidak mempermasalahkan apapun yang ada dan terjadi di desa Karangreja, karena sudah selesai, saya akan pergi meninggalkan desa karangreja, melanjutkan perjalanan spiritual hidup saya, sebab, kecewa itu sudah bersih dari hati saya. Artinya, saya bisa keluar meninggalkan Desa Karangreja Kec Tanjung Brebes, dengan Iman Cinta Kasih Sayang, bukan dengan kekecewa’an atau kebencian. Dengan sikon persiapan untuk meninggalkan desa karangreja pada tanggal 14 November 2016 nanti, guna melanjutkan perjalanan hidup saya, menuju alas ketonggo, perbatasan jateng jatim, yang sebelumnya saya akan singgah terlebih dulu di Purworejo, untuk sowan hatur... saya ucapkan dengan Sadar Iman dan Kesadaran Cinta Kasih Sayang. Terima kasih yang tak terhingga, atas semua dan segalanya itu... Karena Karangreja, sungguh luar biasa bagi saya. AKU suka Desa Karangreja.

Ada dua kadhang kinasih didikan saya di Desa Karangreja. Dan saya yakin serta percaya, kedua kadhang didikan saya ini. Mampu mengibadahkan Wahyu Panca Gha’ib dengan Wahyu Panca Laku, khususnya di desanya sendiri, terutama untuk keluarganya sendiri. Agar tercipta Iman yang sesungguhnya, agama yang sebenarnya an Tuhan/Allah yang sejatinya, dan Cinta Kasih Sayang antar sesama hidup, dapat tercipta dimanapun. Sehingga Iri. Sirik. Dengki. Fitnah. Dendam. Benci yang dapat menimbukan kekufuran bathin, sirna dari Desa Karangreja, yang memiliki sejarah masa lalu yang sangat luar biasa unik ini.

KESIMPULANNYA:
Sekalipun kita senantiasa bersama Dzat Maha Suci Tuhan/Allah dalam sikon apapun dan dimanapun serta bagaimanapun. Walaupun kita selalu menyertakan Dzat Maha Suci Tuhan/Allah dalam semua dan segala halnya. Bukan berati kita terbebas dan lepas dari yang namanya masalah, atau tidak punya masalah apapun. Sebab, sejak awal kita lahir ke dunia ini, itulah masalah. Jadi,,, masalah tetap masalah. Tapi kita bisa menyikapinya, mengahadapi, dan menyelesaikannya bersama Dzat Maha Suci Tuhan/Allah dengan Cinta Kasih Sayang yang maha segalanya. Bukan dengan yang lainnya. Sehingganya, apapun yang tejadi dan kejadiannya, semuanya indah, segalanya nikmat dan manfaat, tak satupun yang sia-sia, sebab, kita tahu secara nyata, kalau kita sedang bersama Dzat Maha Suci Tuhan/Allah, untuk semua dan segala halnya itu. “tidak selembar daunpun yang jatuh ke bumi ini, tanpa kehendak Tuhan, dan setiap kehendah Tuhan, itulah yang terbaik dan benar bagi sekalian alam seisinya” apapun itu, adalah ilmu untuk kita pelajari, atau anak tangga untuk kita pijaki, agar lebih baik dalam menuju kehadirat Dzat Maha Suci Tuhan/Allah secara tepat dan sempurna. Bukan ujian atau goda’an. Siapapun yang membaca artikel saya ini, khususnya kadhang didikan saya yang tinggal di Desa Karangreja atau sekitarnya. Ambilah hikmah dari perjalanan spiritual hakikat hidup saya yang satu ini. Semoga bermanfaat dan sukses bahagia selalu untukmu sekalian.   

Duh... Gusti Ingkang Moho Suci. Pencipta dan Penguwasa alam semesta seisinya. Bapak Ibu dari segala Ilmu Pengetahuan, sungguh saya telah menyampaikan Firman-Mu, kepada orang-orang yang saya Cintai. Kasihi dan Sayangi. maafkan lah saya, jika apa yang telah saya sampaikan, kepada orang-orang yang saya Cintai. Kasihi dan Sayangi ini, tidak membuat orang-orang yang saya Cintai. Kasihi dan Sayangi. segera Sadar dan menyadari akan kebenaran-Mu. Ampunilah orang-orang yang saya Cintai. Kasihi dan Sayangi., dan bukakanlah pintu hati mereka, dan terangilah dengan Rahmat-Mu, agar tidak ada lagi kegelapan dan kesesatan di hati orang-orang yang saya Cintai. Kasihi dan Sayangi. Damai dihati, damai didunia, damai Di Akherat.
           
Damai... Damai... Damai Selalu Tenteram. Sembah nuwun,,, Ngaturaken Sugeng Rahayu, lir Ing Sambikolo. Amanggih Yuwono.. Mugi Pinayungan Maring Ingkang Maha Agung. Dzat Maha Suci Mugi kerso Paring Basuki Yuwono Teguh Rahayu Slamet..  BERKAH SELALU. Untuk semuanya tanpa terkecuali, terutama Para Sedulur, khususnya Para Kadhang Konto dan Kanti Anom Didikan saya. yang senantiasa di Restui Hyang Maha Suci Hidup....._/\_..... Aaamiin... Terima Kasih. Terima Kasih. Terima Kasih *
Ttd: Wong Edan Bagu
Putera Rama Jayadewata Tanah Pasundan
Telephon/SMS/WhatsApp/Line; 0858-6179-9966
BBM; D38851E6
http://putraramasejati.wordpress.com
http://webdjakatolos.blogspot.com