TUJUH ALAM AKU Dan TUJUH AYAT KUNCI. Di Dalam “Wahyu Panca Gha’ib”
TUJUH ALAM AKU Dan TUJUH AYAT KUNCI. Di Dalam “Wahyu
Panca Gha’ib”
Oleh: Wong Edan Bagu
Putera Rama Jayadewata Tanah Pasundan
Djawa dwipa. Hari Jumat Legi. Tgl 23
September 2016
Para Kadhang dan Para Sedulur Kinasihku sekalian... Masih
ingatkah, dengan wedaran saya, di beberapa artikel lama saya, yang sudah saya
postingkan di internet. Yang pada intinya, saya mengatakan, bahwa Wahyu Panca
Gha’ib itu, bukan Agama. Ilmu. Kejawen. Kebathinan. Kepercaya’an. Golongan.
Partai. Perguruan. Adat istiadat dan bla,,,bla,,,bla,,, lainnya. Wahyu Panca
Gha’ib adalah Hidup. Hidup yang bisa menjamin, jiwa raga dan dunia kaherat,
manusia hidup, siapapun dia dan dimanapun dia. Dan dengan Ijin Dzat Maha Suci,
pada kesempatan kali ini, saya bagikan dengan Cinta Kasih Sayang, tentang
kebenaran dari penemuan saya yang satu ini. Yaitu soal bukti daripada urainya
saya, yang pernah mengatakan, bahwa Wahyu Panca Gha’ib itu, bukan Agama. Ilmu. Kejawen.
Kebathinan. Kepercaya’an. Golongan. Partai. Perguruan. Adat istiadat dan
bla,,,bla,,,bla,,, lainnya. Wahyu Panca Gha’ib adalah Hidup. Hidup yang bisa
menjamin, jiwa raga dan dunia kaherat, manusia hidup, siapapun dia dan
dimanapun dia.
Para Kadhang dan Para Sedulur Kinasihku sekalian... semua
dan segalanya, soal dan tentang manusia hidup itu, ada tersejarah dengan sangat
jelas dan nyata di dalam Wahyu Panca Gha’ib. Maka....
Ketahuilah dengan kesadaran murni Rasamu. Bahwa, ketika kita masih bayi, dan berada di Alam Rahim, masih
berbentuk sperman/mani “di dalam air ketuban” belum ada nyawa, baru ada Hidup, dari Alam Rahim, bayi pindah ke Alam
Dunia, dan di dalam perpindahan ini.
Hidup berubah sifat menjadi Roh/Ruh Suci, ketika kontak
dengan Alam Dunia itulah, mulai ada sebutan Rasa/Nyawa, nyawa adalah Darah, yang
bertempat di bawah kulit di atas permukaan daging, adanya
Nafas, adalah, adanya Hidup, adanya Hidup, adalah, karena adanya Sir. Dzat dan Sipat. Dan Sir Dzat Sipat inilah, yang di sebut Jati
Diri atau Diri Sejati, manusia Hidup.
Para Kadhang dan Para Sedulur Kinasihku sekalian...
Dibawah ini, uraian lengkap dari Tujuh Alam/Dimensi-nya
manusia hidup yang sebenarnya/sesungguhnya, yang terdapat di dalam Wahyu Panca
Gha’ib, dari awal hingga akhir Uni/Unen Kunci, yang terdiri dari tujuh ayat dan
di baca tujuh kali, yang tak lain dan tak bukan, adalah Hakikat manusia hidup
yang sesungguhnya/sebenarnya. Sebab itu, Wahyu Panca Panca Gha’ib, di sebut bukan
apapun, kecuali Hidup kita sendiri.
TUJUH ALAM AKU Dan TUJUH AYAT KUNCI. Di Dalam “Wahyu
Panca Gha’ib”
Ayat Pertama (1) Adalah; Gusti Ingkang Moho Suci.
Kalau artinya, saya percaya, semua orang jawa pasti tahu,
asalkan jawanya belum hilang, akibat bergaulan yang melenakan, tapi kalau
maksud dan tujuannnya, saya yakin, tidak semua orang tahu, sekalipun dia orang
jawa. Maksud dari kalimat “Gusti Ingkang Moho Suci”. Adalah alam Awang Uwung,
dalam istilah lainnya, di sebut juga sebagai Alam Gha’ibull-Guyyub, juga di
sebut sebagai Alam Ahadiyah. Yaitu alam, di mana belum ada
sifat, belum ada asma’ belum ada afa`al, dan belum ada apa-apa,
dalam istilah pengertian ajaran agamanya,
alam ini disebut sebagai Alam LA TA`YUN. Yang artinya adalah Dzat Al-hakki. “tidak ada apa-apa kecuali Dzat Maha Suci”. Alam
ini adalah alam penegasan. Tujuan dari kalimah Gusti Ingkang Moho Suci”. Adalah memperkenalkan Diri-Nya, dalam memberi tanggungjawab, kepada cipta’annya,
terutama manusia, serta
di tajallikan-Nya Diri-Nya, dari satu peringkat ke peringkat lainnya, sampai lahirnya manusia berbadan
rohani dan jasmani.
Adapun Alam/Dimensi Awang Uwung ini, terkandung di dalam Kunci, pada ayat pertama, yaitu (Gusti Ingkang Moho
Suci), artinya.
Esa pada Dzat semata-mata, maksudnya,
masih belum ada apapun, kecuali Dzat Maha Suci itu sendiri, dan inilah yang di sebut Martabat Dzat, atau Alam Dzat, atau
Dimensi Dzat yang Pertama. Pada alam/dimensi ini, diri Empunya Diri itu, (Zat Al-haki atau Dzat Maha Suci), semata-mata menamakan Diri-Nya Sendiri, sebagai. “Gusti Ingkang Moho Suci” yang maksudnya. Tidak ada
permulaan dan tiada akhirnya, dan berwujud Hakiki Lagi Khodim.
Pada alam/dimensi ini, tidak ada sifat, tidak ada Asma, dan tidak ada Afa’al, serta tidak ada apa-apa, masih awang uwung, suwung/Kosong, kecuali Dzat Mutlak-Nya semata-mata, maka berdirilah Dzat itu, dengan Dia semata-mata, dari dalam keadaan ini, dinamakan “Gusti Ingkang
Moho Suci”, artinya diri Dzat, atau juga di namakan Dzat Maha
Suci, yang maksudnya, tidak bisa di campuri dan tercampuri oleh apapun, kecuali
Suci itu sendiri.
Ayat Kedua (2) Adalah; Kulo Nyuwun Pangapuro Dumateng
Gusti Ingkang Moho Suci.
Maksud dari kalimah “Kulo Nyuwun Pangapuro Dumateng Gusti
Ingkang Moho Suci”. Adalah Alam/Dimensi Laku, yang juga
di sebut sebagai Alam/Dimensi Wahdah, yang merupakan proses
pentajallian-Lakunya diri, yang arti dan
maksudnya adalah. Empunya Diri, telah mentajallikan/memproseskan diri-Nya, dari
alam awang uwung, suwung/kosong, ke suatu alam/dimensi sifat, yaitu “Kulo Nyuwun Pangapuro Dumateng Gusti Ingkang Moho Suci” sabagai noktah mutlak, adanya awal dan ada akhir.
Alam/Dimensi Laku ini, Juga ada yang menyebutnya, sebagai martabat atau alam/dimensi Wahdah, yang terkandung pada
ayat kedua Kunci, yang berbunyi “Kulo Nyuwun
Pangapuro Dumateng Gusti Ingkang Moho Suci” yang maksudnya tujuannya adalah, menjelaskan, tempatnya Dzat Maha Suci, tidak terselindung sedikit pun, meliputi tujuh perkara langit dan bumi seisinya.
Pada alam/dimensi kedua ini, Dzat
Maha Suci, mulai bersifat. Sifat-Nya, adalah sifat bathin, jauh dari Nyata, bisa di umpamakan seperti sepohon kayu besar, yang subur, tapi masih di dalam biji.
Artinya... Dia telah berwujud, wujudnya adalah biji, bukan pohon, sehingganya, pohon itu terkesan tidak nyata, tetapi nyata,
nyatanya biji itu tadi, sebab itulah, pada alam/dimensi kedua ini, ayat kedua Kunci berbunyi. “Kulo Nyuwun
Pangapuro Dumateng Gusti Ingkang Moho Suci” yang maksudnya adalah, tuan
Empu-Nya Diri, tidak lagi Beras’ma, dan di alam/dimensi ini, terkumpulah Dzat Mutlak dan Sifat Bathin-Nya, telah sempurna, cukup lengkap segala-galanya, hanya terhimpun dan tersembunyi di balik hakikat-Nya “Kulo Nyuwun Pangapuro Dumateng Gusti Ingkang
Moho Suci”.
Ayat Ketiga (3) Adalah; Sirolah Dzatolah Sipatolah.
Sama seperti yang lainnya. Kalau artinya, saya
percaya, semua orang jawa pasti tahu, asalkan jawanya belum hilang, akibat
bergaulan yang melenakan, tapi kalau maksud dan tujuannnya, saya yakin, tidak
semua orang tahu, sekalipun dia orang jawa. Maksud dari kalimat “Sirolah
Dzatolah Sipatolah”. Adalah Menjelaskan tentang Alam/Dimensi rahasia manusia,
yang pada Alam/Dimensi ketiga ini. Setelah Empunya Diri kepada Diri, mentajallikan diri-Nya, ke satu alam/dimensi As’ma, sebagai Sir Dzat Sipat. atau dalam istilah
lainnya, di sebut juga sebagai Hakikat Insan, yang artinya
keadaan
tubuh diri rahasia manusia, telah terhimpun pada hakikinya Sir Dzat Sipat.
Tujuannya untuk memperjelas letak masing-masing Hak-Nya, supaya bisa tepat,
agar tidak salah arah dan tujuan.
1. Sir atau Ruh
Suci, adalah (Hak Dzat
Maha Suci).
Bentuknya Rasa. Tempatnya di hati (Bathin), jika Ruh ini keluar dari jasad, manusia akan mengalami kematian.
Bentuknya Rasa. Tempatnya di hati (Bathin), jika Ruh ini keluar dari jasad, manusia akan mengalami kematian.
2. Dzat
atau ruh ruhaniyah, adalah (Hak
Hidup).
Bentuknya empat anasir. Tempatnya di dada (Jantung), dan pada 360 sendi/organ fital yang ada di seluruh tubuh/wujud badan manusia.
Bentuknya empat anasir. Tempatnya di dada (Jantung), dan pada 360 sendi/organ fital yang ada di seluruh tubuh/wujud badan manusia.
3. Sipat
atau nyawa/sukma.
Adalah bentuknya angan-angan atau perasa’an. Tempatnya di kepala (Otak), ruh ini yang suka meninggalkan jasad, salah satunya saat tidur, lalu menimbulkan mimpi.
Adalah bentuknya angan-angan atau perasa’an. Tempatnya di kepala (Otak), ruh ini yang suka meninggalkan jasad, salah satunya saat tidur, lalu menimbulkan mimpi.
Sir. Dzat. Sipat ini, ada di dalam kunci ayat ketiga, yang berbunyi,
“Sirolah. Dzatolah. Sipatolah”. Sedangkan maksud daripada Lah, adalah di olah,
di gali, di pelajari, supaya mengerti dan paham, tentang ketiga inti piranti
manusia hidup, tersebut Jati Diri atau Diri Sejati itu.
Hakikat nyawa/sukma, adalah Rasa jasmani, olahan dari empat anasir, tersebut. API
– ANGIN – AIR – BUMI. pada waktu itu, mata terbuka belum bisa
melihat, telinga belum bisa mendengar, hidung belum bisa mencium, mulut belum
bisa berkata, hanya ada suaranya saja, setelah diberi asi atau makanan apa saja, yang berasal dari
saripati Api, Angin, Air dan Bumi, maka dari saripati yang empat inilah, tercipta sipat nyawa atau sukma.
Empat Anasir;
1. Cahaya/Nur
Darah Merah.
Berasal dari Saripatinya API, adanya pada DAGING, membesarkan dagingnya
bayi, hawanya keluar melalui TELINGA hingga bisa mendengar.
2. Cahaya/Nur
Dara Kuning.
Berasal dari Saripati
ANGIN, adanya pada SUMSUM, membesarkan sumsum bayi, hawanya keluar melalui
HIDUNG,
hingga bisa mencium dan merasa.
3. Cahaya/Nur Darah Putih.
3. Cahaya/Nur Darah Putih.
Berasal dari Saripati AIR, adanya pada TULANG, membesarkan tulang bayi,
hawanya keluar melalui MATA, hingga bisa melihat.
4. Cahaya/Nur Darah Hitam.
Berasal dari Saripati BUMI, adanya pada KULIT, membesarkan kulitnya bayi,
hawanya keluar melalui LIDAH/MULUT, hingga bisa berbicara.
Itulah hakikat hidupnya
sedulur papat kita, yang berasal dari empat anasir. Tersebut; 1. NAFSU MUTHMAINAH, berdomisili pada HATI.
2. NAFSU ALUAMAH, berdomisili pada LIDAH. 3. NAFSU AMARAH, berdomisili pada TELINGA. 4. NAFSU SUPIYAH, berdomisili pada MATA. Sedangkan pancernya, adalah... Cahaya/Nur Darah
Bening.
Ayat Ke’empat (4) Adalah; Kulo Sejatine Satriyo.
Kalau artinya, saya percaya, semua orang jawa pasti tahu,
asalkan jawanya belum hilang, akibat bergaulan yang melenakan, tapi kalau
maksud dan tujuannnya, saya yakin, tidak semua orang tahu, sekalipun dia orang
jawa. Maksud dari kalimat “Kulo Sejatine Satriyo”.
Adalah Alam/Dimensi Cahaya/Nur Darah Bening, atau juga bisa di sebut proses
pertumbuhan/pengembangan. Setelah bayi
membesar kulitnya, membesar dagingnya, membesar tulangnya, membesar sumsumnya,
maka keluarlah hawa, sebagai pancernya.
Sebab itu ayat ke’empat Kunci, berbunyi, “Kulo Sejatine Satriyo” yang artinya.
Aku ini manusia hidup.
Singkat jelasnya seperti ini;
Kunci ayat ketiga, yang berbunyi “Sirolah. Dzatolah. Sipatolah”. Adalah
alam/dimensi Jati Diri atau Diri Sejati “dan itulah, yang di sebut Jati Diri
atau Diri Sejati-nya manusia hidup”. Sedangkan Kunci ayat ke’enam, yang
berbunyi “Kangge Tumindake Satriyo Sejati” Adalah
alam/dimensi AKU “ dan itulah yang di sebut Aku-nya manusia hidup”.
Ayat Kelima (5) Adalah; Nyuwun Wicaksono Nyuwun
Panguwoso.
Maksud dan tujuan dari kalimat “Nyuwun Wicaksono Nyuwun
Panguwoso”. Adalah memperjelas dan menegaskan tentang/soal roh. Yang pada alam/dimensi kelima ini. Empunya Diri, menyatakan dan mengolah diri-Nya, untuk membentuk satu
batang tubuh halus, yang di sebut roh. Alam/Dimensi roh
ini, juga di sebut sebagai Tubuh Hakikat Insan, yang mempunyai awal
tiada berkesudahan. Dialah yang sebenarnya, yang dinamakan Diri Nyata Hakiki Rahasia Dzat
Maha Suci, ada di dalam Diri Manusia. Jadi... Tubuh ini, merupakan tubuh bathin hakiki manusia, dimana bathin ini, sudah nyata Sirnya, Dzatnya dan Sifatnya, untuk menjadi sempurna.
Cukup lengkap seluruh anggota - anggota bathinnya, tidak cacat dan tiada cela. Tubuh ini, di sebut juga sebagai “Jisim Latiff” yang artinya adalah, satu batang tubuh yang liut
lagi halus. Karena itu, ayat kelima
dari Kunci. Berbunyi “Nyuwun Wicaksono Nyuwun Panguwoso” yang maksud dan
maksudnya. tidak akan mengalami cacat, cela, dan tidak mengalami
suka, duka, sakit, menangis, asyik, dan hancur binasa. Dan berdirilah Dia, dengan diri tajalli Dzat
Maha Suci, hingga hiduplah Dia, untuk selama-lamanya.
Ayat Ke’enam (6) Adalah; Kangge Tumindake Satriyo Sejati.
“Kangge Tumindake
Satriyo Sejati”. Adalah Alam/Dimensi Perjanjian. Maksud dan tujuan kalimat “Kangge Tumindake Satriyo Sejati.
Bahwa ”Empunya Diri, menyatakan rahasia diri-Nya, untuk di tanggung oleh
manusia. Untuk menyatakan, bahwa diri-Nya adalah Dzat Maha Suci, terus menyatakan diri-Nya melalui diri rahasia-Nya, dengan lebih nyata, dengan membawa diri rahasia-Nya. Sebab itu, ayat ke’enam Kunci, berbunyi “Kangge
Tumindake Satriyo Sejati” yang maksud dan tujuannya, perjanjian yang tidak boleh di lupakan dan di abaikan serta di umumkan, sebab Dia adalah “DI”, “Wadi”, “Mani” . “Sperma” yang hanya boleh di salurkan ke
satu tempat,
yang bersekutu di antara diri rahasia bathin (roh) dengan diri kasar Hakiki, di dalam tempat yang dinamakan rahim. Hingga terbentuklah apa yang di katakan “Maknikam”
ketika berlakunya persetubuhan diantara laki-laki dengan perempuan (Ibu dan Bapa). Tubuh rahasia yang tersebut Satriyo Sejati atau AKU ini, tetap hidup sebagaimana awalnya, tetapi di dalam keadaan rupa yang elok dan tidak
binasa, dan
belum lahir. Dia tetap hidup tidak
mengenal akan mati.
Ayat Ketujuh (7) Adalah; Kulo Nyuwun Kangge Hanyirna’ake
Tumindake Ingkang Luput.
“Kulo Nyuwun Kangge Hanyirna’ake Tumindake Ingkang Luput”.
Adalah Alam/Dimensi Kembali atau Kepulangan-Nya si empunya Diri/Aku. Pada alam/dimensi kembali ini, yang juga disebut martabat/alam/dimensi “Inssanul Kamil” yang artinya, batang diri
rahasia Dzat Maha Suci telah di Kamilkan, dengan kata lain, Jati Diri atau Diri Sejati atau Aku Sejati
atau Satriyo Sejati atau Sejatine Satriyo-nya manusia, menjadi
“Kamilul Kamil”, yang maksudnya menjadi satu pada lahirnya, yaitu manunggal wujud/badan
rohani dan jasmani, yang kemudian lahir sebagai seoarang insan melalui faraj ibu.
Pada
alam/dimensi
ke tujuh ini, yaitu alam Insanul Kamil ini. Dia terkandung di dalam ayat ketujuh Kunci, yang berbunyi “Kulo Nyuwun Kangge Hanyirna’ake Tumindake Ingkang Luput”, yang maksudnya, berkumpul-lah seluruh proses perwujudan dan pernyataan diri rahasia Dzat Maha Suci, di dalam
tubuh badan Insan, yang mulai bernafas dan di lahirkan ke Alam Maya yang Fana ini.
Untuk mengumpulkan seluruh proses pentajallian diri rahasia Dzat Maha Suci, dan
pengumpulan seluruh alam-alam yang di tempuhinya, dari satu peringkat ke satu peringkat lainnya, dan dari satu alam/dimensi ke satu alam/dimensi lainnya. Kerana Dia merupakan satu
perkumpulan seluruh alam-alam itu.
Maka,,,
sejak di lahirkannya manusia ke alam maya, yang fana ini,
bermulalah tugas manusia, untuk menggembalikan balik, semua dan segala diri rahasia Dzat Maha Suci itu, kepada Tuan Empu-Nya Diri, dan proses penyerahan
kembalinya semua dan segala rahasia Dzat Maha Suci ini, hendaknya, dimulai dari sejak awal di
lahirkannya manusia ke alam Maya dunia ini. Karena penyerahan kembalinya semua dan segala
rahasia Dzat Maha Suci ini. Bukanlah hal yang mudah dan ringan serta remeh juga
sepele, sekalipun seumur jatah hidupnya manusia di dunia fana ini, di pergunakan
untuk menyerah kembalikan semua dan segala rahasia Dzat Maha Suci. belumlah
cukup. (kecuali atas kehendak-Nya)
Jadi,,,, bagi siapapun yang sudah melampaui masa bayi, hingga berusia
belasan tahun bahkan puluhan tahun sekarang ini, namun belum juga memulainya,
sungguh rugi besar yang tiada terkira, dan itulah yang di sebut kegagalan total
yang takan bisa di tebus dengan cara apapun, lantaran karena, persiapan untuk
balik/pulang/kembali pada asal usul sangkan paraning dumadi itu, tidaklah
mudah/gampang/ringan dan sepele. Jadi,,, tidak bisa hanya dengan berlenggang kangkung saja, masudnya “santai”.
Tujuan Turunnya Wahyu Panca Gha’ib ke marca pada ini. Tak lain dan tak
bukan. Untuk memahami dan memegang satu Iman Mutlak, bahwa diri kita ini “sebenarnya” bukanlah diri kita, dan harus di kembalikan ke asal mulanya, yaitu Dzat Maha Suci. Dan untuk memperjelas kajian, agar dapat mengetahui sendiri,
Hakikat
Hidup Jati Diri-nya, dari mana asal mula yang sebenarnya, hingganya kita lahir di alam dunia maya ini. Dan
supaya mengerti
serta memahami, Hakikat Hidup Diri Sejati-nya, kemana harus kembali dan apakah tujuan
sebenarnya. AKU ini di lahirkan.
Dengan mengetahui dan mengerti serta memahami Wahyu Panca
Gha’ib yang sebenarnya, yang sesungguhnya, dalam kata lainnya, bukan hanya sekedar memiliki
Wahyu Panca Gha’ib dan sebatas menjalannya katanya belaka. maka sudah pastilah, kita dapat mengetahui bahwa diri kita ini, adalah Sir Dzat Sipat-Nya Dzat Maha Suci Tuhan/Allah semata-mata. Diri sir
dzat sifat yang di tajallikan, dalam
pernyata’an Sir Dzat Sifat-Nya Sendiri. Dan Dzat Maha Suci Memuji Diri-Nya, dengan Asma’-Nya Sendiri, yaitu
Wahyu Panca Gha’ib, dan Dzat Maha Suci Menguji Diri-Nya Sendiri, dengan Afa’al-Nya Sendiri. Yaitu Wahyu Panca Laku.
Seperti
Firman-Nya:
“Innalillahi wa inna ilaihi raji’un”
Yang Artinya; Sesungguhnya kami milik Allah dan
kepada-Nya akan kembali.
Yang Maksud; Sesungguhnya diri
mu itu Allah (Tuhan Asal Diri Mu) dan hendaklah kamu pulang menjadi Tuhan
kembali.
He he he . . . Edan Tenan. Setelah mengetahui dan
memahami secara jelas, lagi terang, bahwa asal kita ini adalah Tuhan, dan harus kembali menjadi Tuhan Lagi. Apakah itu hal yang mudah dan
gampang serta ringan...?!
Laku Mengembalikan diri, Atau dalam istilah kata liannya, Penyempurn’an
atau Menyempurnakan Jati Diri atau Diri Sejati, berati menyucikan
lahir bathin,
dan mengembalikan rahasia kepada Tuan Empunya Rahasia, maka manusia itu semestinya, meningkatkan kesuciannya, kesadarannya, sampai ke
peringkat asal mula kejadian rahasia Dzat Maha Suci. Bukan “warung kopi” yang
hanya ada sejarah cerita iri, salin saing menyaingi-debat-gunjing menggunjing,
iri-dengki-fitnah-benci-sikat sikut sana sini yang menimbulkan, angkara murka,
dendam dll.
Ajaran apa yang mengajarkan hal ini, tentang ini dan soal ini...?!
Wahyu Panca Gha’ib...
Wahyu Panca Gha’ib yang mana dan yang bagaimana...?!
Bukankah sudah teramat banyak orang yang memiliki dan menjalankan Wahyu
Panca Gha’ib...?!
Dan dengan itu, sudahkan berkurang permusuhan antar saudara diantara
kita...!!!
Sudahkan kita salin Mencintai-Mengasihi-Menyayangi semuanya, khususnya
sesama Hidup...!!!
Sudahkan kita Pasrah. Menerima dan Mempersilahkan Dzat Maha Suci
Tuhan/Allah kita dalam segalah halnya kita...!!!
Wahyu Panca Ghaib sekalipun, jika tidak di ibadahkan dengan Wahyu Panca
Laku. Artinya, tidak di jalankan - tidak di praktekan dengan menggunakan Wahyu
Panca Laku. Tidak akan pernah ketemu/bertemu ujung pangkalnya. please think
about...
Sesunggunya
Dzat Maha Suci Tuhan/Allah, dalam mengenalkan diri-Nya, melalui lidah dan hati manusia, karena Dia telah mentajallikan Diri-Nya, menjadi rahasia kepada diri manusia. Maksudnya;
“Manusia itu adalah rahasia-Ku dan AKU adalah rahasia manusia itu sendiri”.
Jadi, selama lidah dan hati kita masih pecadal pecodol, pagi tahu, siang tempe,
malamnya tauge. Hanya capek dan tambah bingunglah yang akan dialaminya.
Duh... Gusti Ingkang Moho Suci.
Pencipta dan Penguwasa alam semesta seisinya. Bapak Ibu dari segala Ilmu
Pengetahuan, sungguh saya telah menyampaikan Firman-Mu, kepada orang-orang yang
saya Cintai. Kasihi dan Sayangi. maafkan lah saya, jika apa yang telah saya
sampaikan, kepada orang-orang yang saya Cintai. Kasihi dan Sayangi, tidak
membuat orang-orang yang saya Cintai. Kasihi dan Sayangi. segera Sadar dan
menyadari akan kebenaran-Mu. Ampunilah orang-orang yang saya Cintai. Kasihi dan
Sayangi., dan bukakanlah pintu hati mereka, dan terangilah dengan Rahmat-Mu,
agar tidak ada lagi kegelapan dan kesesatan di hati orang-orang yang saya
Cintai. Kasihi dan Sayangi. Damai dihati, damai didunia, damai Di Akherat.
Damai... Damai... Damai Selalu
Tenteram. Sembah
nuwun,,, Ngaturaken
Sugeng Rahayu, lir Ing Sambikolo. Amanggih Yuwono.. Mugi pinayungan Mring Ingkang
Maha Agung. Mugi kerso Paring Basuki Yuwono Teguh Rahayu Slamet.. BERKAH SELALU. Untuk semuanya tanpa
terkecuali, terutama Para Sedulur, khususnya Para Kadhang Konto dan Kanti Anom
Didikan saya. yang senantiasa di Restui Hyang Maha Suci Hidup....._/\_.....
Aaamiin... Terima Kasih. Terima Kasih. Terima Kasih *
Ttd:
Wong Edan Bagu
Putera
Rama Jayadewata Tanah Pasundan
Handphon: 0858 - 6179 - 9966
http://putraramasejati.wordpress.com
http://webdjakatolos.blogspot.com
Post a Comment