PERJALANAN SPIRITUAL MENUJU. KESEMPURNA’AN HIDUP/DUNIA DAN KESEMPURNA’AN MATI/AKHERAT:

PERJALANAN SPIRITUAL MENUJU.
KESEMPURNA’AN HIDUP/DUNIA  DAN KESEMPURNA’AN MATI/AKHERAT:
Oleh: Wong Edan Bagu
Putera Rama Jayadewata Tanah Pasundan
Djawa dwipa. Hari Jumat Kliwon. Tgl 01 Januari 2016

Salam Rahayu suadara-saudariku sekalian, kususnya para Kadhang konto dan Kantiku terkasih, dimanapun berada, pada kesempatan kali ini, sekali lagi, saya akan memberikan ilustrasi atau gambaran tentang Sempurnanya Hidup dan Sempurnanya Mati, dengan lebih jelas lagi, dan lebih mudah untuk di pahami.
Saudara-saudari dan Para kadhang kinasihku sekalian, ketahuilah...
Apapun itu... Setelah Adam dan Hawa. Berawal dengan; Inna Lillaahi Wa Inna Ilaihi Roji’un.
Apapun itu... Setelah Adam dan Hawa. Berakhir dengan; Inna Lillaahi Wa Inna Ilaihi Roji’un.
Inna Lillaahi Wa Inna Ilaihi Roji’un, yang pertama adalah Kesempurna’an Hidup/Dunia. Dan Inna Lillaahi Wa Inna Ilaihi Roji’un yang kedua adalah Kesempurna’an Mati/Akherat.

Saudara-saudari dan Para kadhang kinasihku sekalian, ketahuilah... Siapapun dia, jika berkeinginan Mengenal Diri. Mengenal Hidup. Mengenal Guru Sejati. Dalam kata lain, mencari Jati Diri. Disadari atau tidak disadari, disengaja atau tidak disengaja. Sesungguhnya, dia sedang berusaha mencari tahu, tentang siapa dan bagaimana itu, Hyang Maha Suci Hidup. Sesembahannya.
Karena sebab itu, siapapun dia dan dimanapun dia, takan ada yang bisa  menghalanginya, menggodanya, apa lagi menggagalkannya, kecuali Hyang Maha Suci Hidup itu sendiri. Sebab, jika kita belajar mengenal Diri, yang artinya mengenal Hidup-Nya/Guru Sejati-Nya. Maka sepenuhnya, dia menjadi milik Hyang Maha Suci Hidup, dan akan menjadi urusan Hyang Maha Suci Hidup, bukan yang lain selain-Nya.

“Aku adalah 'dekat' lebih 'dekat' daripada urat leher”.

“Apa bila mendekati-Ku sejengkal, maka Aku akan mendekatinya sehasta, apabila mendekatiku sehasta, maka Aku akan mendekatinya sedepa dan apabila dengan berjalan, maka Aku akan datang kepadanya dengan berlari”

Ayat diatas, mengartikan, jika kita sedang mengenal Hyang Maha Suci Hidup, tidak ada satupun mahkluk yang bisa menghalangi dan menggoda, karena sesungguhnya, kita sedang dekat, bahkan sudah bersama dengan Hyang Maha Suci Hidup.

Saudara-saudari dan Para kadhang kinasihku sekalian, ketahuilah... Siapapun dia, jika ingin mencari Jati Diri/Mengenal Diri. Maka, mau tidak mau, rela tidak rela, siap atau tidak siap, harus mengembara, melakukan Perjalanan/Proses pencarian, tidak bisa hanya dengan berpangku tangan menghitung tasbih, duduk bersilah membaca doa japa mantera, tidak bisa, harus dengan lakon, sebagai titik awal permula’annya, sebagai sebabnya.

Dan semasa dalam Perjalanan/Proses Pencarian ini, siapapun dia, akan mendapat julukan sebagai Musafir/Pengembara, yang artinya, sedang melakukan perjalanan jauh. Kenapa disebut perjalanan jauh? Karena yang namanya Diri/Hidup, itu Gha’ib, tidak kasat mata dan entah dimana rimbanya bagi yang belum mengetahuinya.

Layaknya seorang musafir/pengembara atau orang yang sedang dalam perjalanan jauh, sudah tentu tidak akan membawa, bawa’an berat, yang nantinya akan menyulitkan perlajanannya, dia hanya akan membawa sesuatu yang bermanfaat/berguna di perjalanannya nanti, Berbekal apa yang di perlukan sekedarnya, dia harus bertekad besi bermental baja, jika tidak, dia akan sering mengalami keterpurukan, yang bisa melemahkan fisik.

Setelah bekal yang manfaat dan tekad besi serta mental baja sudah siap, bergerak selangkah saja dari tempatnya semula, maka,,, disebut telah memulai lakon sebagai Sang Pencari Tuhan (Musafir/Pengembara).

Dan dimulai dari sinilah, kita menjadi milik Hyang Maha Suci Hidup dan sepenuhnya menjadi tanggung jawab-Nya, tak ada satupun mahkluk yang di ijinkan untuk ikut campur didalamnya.  

Jati Diri/Guru Sejati yang sedang dicari itu, sebenarnya adalah Hidup kita  sendiri, yang sedang bersemayam didalam wujud/raga kita, sejak awal kita di ciptakan, hingga di lahirkan ke dunia dan sampai kini. Karena ketidak tahuanlah, sehingga harus mencarinya kian kemari, kesana sini, berbagai cara di lakukan, bermacam sarana di gunakan, itulah yang di sebut Proses Spiritual.
Usaha dengan tekad besi dan mental baja inilah, yang akhirnya Sang Diri/Hidup, menjadi terenyuh/tergugah, tidak sampai hati, tidak tega, menyaksikan kita yang tersiksa kesana sini mencarinya. Maka, di bukakanlah jalan untuk menujunya.

Karena Diri/Hidup itu Suci, dan yang namanya suci itu, tidak bisa dicampuri atau tercampuri oleh apapun. Lalu Hyang Maha Suci Hidup, mengharuskan kita untuk menanggalkan semua dan segalanya yang melekat pada raga/wujud, secara suka rela maupun secara paksa.

Saudara-saudari dan Para kadhang kinasihku sekalian, ketahuilah... Disini ada proses, yang bagi setiap masing-masing Pelaku, akan merasakan suatu hal yang teramat amat sangat, bergantung dari seberapa tekad yang kita miliki, disaat Hyang Maha Suci Hidup mengharuskan kita untuk menanggalkan semua dan segala yang melekat di raga/wujud kita, bagi yang benar-benar berniyat, maksudnya, rela/legowo, kehilangan waktu, pekerja’an, nama baik, harta, tahta, wanita, ilmu dll,  rela/legowo, dihina, di remehkan, di benci, di fitnah dll, akan terasa seperti melepaskan baju/celana di sa’at kita hendak mandi.

Tapi bagi yang sitengah-setengah, antara iya dan tidak, maju/mundur, sementara keinginan untuk berhasil/sukses dalam Spiritual, tidak bisa terelakan, tapi eman-eman dengan apa yang sudah ada dan dimiliki, akan terasa di telanjangi di hadapan orang banyak, sakit, malu, tersiksa, perih, pedih dll.

Selagi tekad/niyat untuk sukses/berhasil dalam Spiritual tidak di hentikan, Proses penelanjangan tidak akan berhenti. Mulai dari bekal yang dibawa, hingga semua kepentingan dan segala keperluan manusiawi dunia. Sampai benar-benar bersih tanpa noda apapun.
Saudara-saudari dan Para kadhang kinasihku sekalian, ketahuilah... Tak kala kita sudah terbebas dari semua kemelekatan urusan dunia dan terlepas dari segala beban manusiawi. Raga kita akan memancarkan aura kebersihannya, hingga menembus empat dimensi anasir. Inilah yang di sebut fitrah, bak bayi yang baru saja lahir.

Bertumpu diatas empat dimensi anasir inilah, kita, akan melihat Diri/Hidup kita  sendiri, dengan sangat jelas. Namun hanya sebatas bisa melihat saja, dan karena bisa melihat inilah, rasa rindu, bak sepasang kekasih yang berpuluh-puluh tahun lamanya terpisah, muncul dari sanubari yang paling dalam. “ Karena melihat yang puja’an hati ada di depan mata, tak sangguh lagi untuk menahan diri, ingin segera memeluknya erat-erat dll ”.
Saudara-saudari dan Para kadhang kinasihku sekalian, ketahuilah... Tak kala kita sudah terbebas dari semua kemelekatan urusan dunia dan terlepas dari segala beban manusiawi. Raga kita akan memancarkan aura kebersihannya, hingga menembus empat dimensi anasir. Inilah yang di sebut fitrah, bak bayi yang baru saja lahir.

Bertumpu diatas empat dimensi anasir inilah, kita, akan melihat Diri/Hidup kita  sendiri, dengan sangat jelas. Namun hanya sebatas bisa melihat saja, dan karena bisa melihat inilah, rasa rindu, bak sepasang kekasih yang berpuluh-puluh tahun lamanya terpisah, muncul dari sanubari yang paling dalam. “ Karena melihat yang puja’an hati ada di depan mata, tak sangguh lagi untuk menahan diri, ingin segera memeluknya erat-erat dll ”.
Disa’at kemunculan rasa rindu inilah, sedulur papat, datang menemui dan menghampiri kita, menyapa lalu menunjukan jalan dan memberitahukan cara, agar bisa memeluknya.  

Serentak sedulur papat berkata. “Dia adalah milikmu seutuhnya, takan kemana sebelum Hyang Maha Suci Hidup berfirman atasnya, namun, untuk bisa memeluknya, terlebih dulu, kau harus laku menaiki empat anak tangga yang menujunya, karena hanya melalui jalan itulah untuk menujunya” Caranya “ disetiap anak tangga yang kau pijak nantinya, satu persatu kami akan hadir menuntunmu, tetapi jika engkau keluar dari laku, dengan anak tangga itu, kami akan memperalat dan memperdayamu serta memperbudakmu. Silahkan, dari mana engkau akan memulainya”
Dan,,, seketika itulah, satu persatu anak tangga itu, akan muncul di hadapan kita. Apa yang menjadi masalah kita pada sa’at itu, maka, anak tangga itulah, yang akan muncul/hadir terlebih dulu, menjadi anak tangga pertama, yang harus kita lakoni/lalui dengan laku. (Ibadah yang Istiqomah).

Saudara-saudari dan Para kadhang kinasihku sekalian, ketahuilah... Sedikit saja hilap dari ibadah, sebentar saja lalai dari istiqomah, maka, terpakulah kita di atas anak tangga tersebut, jangankan mengetahui kemunculan anak tangga berikutnya, mengangkat pijakan kaki dari anak tangga yang sedang di pijaknya saja, butuh waktu panjang dan lama, karena harus mengulanginya dari awal lagi.

 Namun jika mampu Tetep Idep Madep Mantep (Ibadah yang Istiqomah) Laku. Sekuat Besi Seulet baja seperti niyat pada awalnya, maka, satu persatu anak tangga akan bermunculan, dan satu persatu pula, sedulur papat akan hadir menunjukan cara untuk memijaknya, hingga kita berhasil mencapai anak tangga terakhir yang menjadi Titik puncak finisnya.

Saudara-saudari dan Para kadhang kinasihku sekalian, ketahuilah... Inilah yang disebut Kesempurna’an Hidup. Karena di dimensi inilah, empat anak tangga yang menjadi favorite sedulur papat kita, yang telah berhasil kita lakoni/lalui itu, resmi menjadi hak milik kita. (Adakah yang lebih sempurna dari ke empat tersebut dimata manusia di dunia ini?).
Disaat sudah berada di puncak finis, sedulur papat akan mengelilingin kita dari empat penjuru arah mata angin dunia, dan Hidup akan manunggal/menyatu dengan raga/wujud kita secara syah, sesuai firman Hyang Maha Suci Hidup. Setelah menyatu. Hidup akan Bersabda untuk yang pertama kalinya di dengarkan oleh telinga kita; yang intinya, memberikan dua pilihan/penawaran, mau melanjutkan perjalanan hingga ke Titik Kesempurna’an Mati. Apa cukup sampai disini saja.
Jika cukup, Sempurna lah sebagai manusia Hidup, karena memiliki empat isi dunia yang paling utama, favorite sedulur papat kita, secara syah/resmi. 
Jika terus berlanjut ke Titik Kesempurna’an Mati. Maka sedulur papat akan merubah wujudnya menjadi wujud yang aslinya, yaitu empat anasir. 
Lalu, Hidup mengambil kendali penuh, menuntun sedulur papat dan raga/wujud, kembali ke sangkan paran asal usuling dumadi.
Inna Lillaahi Wa Inna Ilaihi Roji’un.
SEMPURNA.
SELESAI.
TAMAT. He he he . . . Edan Tenan.
SALAM RAHAYU HAYU MEMAYU HAYUNING KARAHAYON KANTI TEGUH SLAMET BERKAH SELALU  Untukmu Sekalian para Kadhang Konto dan Kanti Anom maupun Sepuh  kinasih saya, yang senantiasa di Ridhoi ALLAH Azza wa Jalla Jalla Jalaluhu. Pamrih saya berharap POSTINGAN SAYA  KALI  INI. Dapat Bermanfaat untuk semua Kadhang  kinasihku sekalian tanpa terkecuali yang belum mengetahui ini dan Bisa Menggugah Rasa Hidup nya siapapun yang membacanya.
*Matur Nuwun ROMO....._/\_.....Terima Kasih.Terima Kasih. Terima Kasih*
Ttd: Wong Edan Bagu
Putera Rama Jayadewata Tanah Pasundan
Handphon:  0858 - 6179 - 9966
http://putraramasejati.wordpress.com
http://webdjakatolos.blogspot.com