Jebakan Laku Spiritual keTuhanan:

Jebakan Laku Spiritual keTuhanan:
Oleh: Wong Edan Bagu
Putera Rama Jayadewata Tanah Pasundan
Djawa dwipa. Hari Jumat Pon. Tgl 29 Januari 2016

Pintu Gerbang Masuk ke Ranah Awang Uwung (Dimensi KOSONG) Sebelum ada apa-apa. Kecuali Satu Titik Tuhan. Yang pernah saya pelajari tempo dahulu, menyiratkan, Bahwa;  “Orang dapat meninggalkan keduniawian, setelah melepas ambisi duniawi. Orang dapat memasuki kebijakan, setelah melepaskan ambisi spiritual. Orang dapat manunggal/menyatu dengan diri pribadinya, setelah meniadakan ambisi keTuhanan”

Dengan itu, saya merasa di ingatkan, bahwa menjadikan tujuan spiritual sebagai ambisi, itu  dapat mengganggu. Karena “ambisi duniawi” dan “ambisi sipritual,” serta”ambisi keTuhanan,  ketiganya dapat menghambat Laku/Proses Kesempurna/an seseorang pelaku.

Sebenarnya apa yang saya dimaksud ambisi spiritual?
Ini menjadi sangat menarik, karena adanya sebutan  “ambisi spiritual”, di samping “ambisi duniawi, ”diantara ambisi keTuhanan. Hal ini mengesankan adanya tiga “ambisi” yang berbeda. Seolah-olah, lepas dari ambisi duniawi, spiritual, keTuhanan. Seseorang belum tentu lepas dari suatu tipe ambisi lainnya, yang siap menjebaknya.

Ambisi dapat dilihat atau di nilai sebagai dorongan, untuk mencapai suatu hasrat, atau keinginan obsesif tertentu, dengan tujuan untuk memperoleh kepuasan. Seseorang yang dikuasai oleh ambisinya, menjadi kehilangan kendali atas dirinya,  karena setiap perilakunya, semata-mata diarahkan, untuk mencapai ambisinya semata. Orang itu berada dalam kesesatan dan kegelapan menurut saya pribadi.

Oleh karena itu, ambisi dapat menjebak seseorang untuk menjadi melekat akan dorongan sesaat, sehingga akhirnya, justru menciptakan kemerosotan pada batin/rasa seseorang.

Akhir-akhir ini. Setelah saya perhatikan, “ambisi spiritual” dimengerti secara keliru, sebagai dorongan yang mulia, terutama oleh beberapa praktisi spiritual, yang melakukannya semata-mata jenuh, akan aktivitas sehari-harinya, baik sebagai pekerja , pelajar, pengusaha ataupun ibu rumah tangga. Sebagai manusia modern, yang hidup dalam sistem kapitalisme, yang kesehariannya, disiapkan hanya untuk melayani kepentingan ekonomi, timbul rasa hampa dalam dirinya. Kehampaan tersebut, kemudian mendorong mereka, untuk berpetualang dalam berbagai aktivitas yang berbeda. Sebagian darinya kemudian memilih praktik spiritual sebagai cara pelarian tersebut.

Bukan hanya itu, ambisi spiritual, juga dapat muncul pada beberapa praktisi, yang tidak mengikuti pola di atas, namun menunjukkan cara berpikir, sebagai contoh, seperti berikut ini:

1. Dengan mencapai tingkat pemahaman spiritual tertentu, saya akan meraih kekuatan gaib tertentu,  menjadi manusia super yang berada di atas semua manusia.

Ketika seseorang berpikir demikian, maka ia dikuasai oleh hasrat akan kekuasaan atas orang lain dan segala hal. Ia dijangkiti oleh ambisi, untuk berkuasa melalui kekuatan supernya. Jika kemudian ia mencapai kekuatan gaib tertentu, ia berusaha memamerkannya, agar dikagumi oleh orang lain. Selain itu, ada juga yang kemudian tenggelam dalam ambisi untuk mencapai kekuatan super, sebagai satu-satunya tujuan.

2. Dengan mencapai tingkat pemahaman spiritual tertentu, saya akan menjadi guru yang memiliki banyak pengikut. Dengan mencapai tingkat pemahaman spiritual tertentu, saya akan. Saya akan dan saya akan. Akam dan akan-akan lainnya.

Dengan memimpikan atau menidamkan sebagai guru yang dipatuhi oleh murid-muridnya dan mengharapkan didengarkan oleh banyak orang tanpa penolakan, ia akhirnya terjebak pada hasrat akan kekuasaan atas orang lain.

Oleh sebab itu, saya berani menyimpulkan. Bahwa “ambisi spiritual” dapat mempengaruhi siapapun, tanpa mempedulikan aliran metode apapun, yang dipraktikkannya. Kadang-kadang,  ia muncul dalam bentuk yang paling halus sebagai “cita-cita mulia” yang dibaliknya tersimpan hasrat, akan kekuasaan dan kepemilikan. Karena itu, “ambisi spiritual” sulit dikenali. Sebabnya adalah, orang yang dijangkiti oleh “ambisi sipiritual” seringkali diikuti dengan usaha menipu diri pribadi-nya sendiri. Maka untuk mengenali ambisi spiritual di dalam dirinya, seseorang harus lepas dari kecenderungannya untuk menipu diri.

Dengan cara lelaku; Ana apa-apa Kunci. Laka apa-apa tetep Kunci (ada apa-apa kunci. Tidak ada apa-apa tetap kunci)

Kondisi yang kurang lebihnya sama dengan “ambisi spiritual” yang saya maksudkan di atas, namun terjadinya lebih halus lagi,  adalah “memperdayai diri kita, dengan cara, membuat kita mengira, sedang berkembang secara spiritual, padahal, kita sedang memperkuat egosentrisme kita melalui teknik-teknik spiritual.

Seperti apakah bentuk penipuan diri tersebut?
Proses penipuan diri, berusaha meyakinkan pelakunya, dengan mengatakan bahwa dirinya, tidak lagi memiliki hasrat, kekuasaan atau kepemilikan apapun lagi, karena ia telah berusaha menolak, keduniawian dan berusaha menjadi bijaksana. Ia merasa ambisi tersebut cukup dihapus dengan tekad dan keyakinan diri yang kuat. Cara berpikir demikian, membuat ia menjadi tidak peka lagi, dengan ambisi yang ada dalam dirinya. Akhirnya, setiap ambisi tersebut, muncul dalam dirinya, ia berusaha menolaknya. Namun apa daya, jika tanpa Wahyu Panca Gha’ib, tidaklah mungkin.

Jika Kita Hidup, dibesarkan dalam lingkungan yang konsisten mencintai dan mendukung, maka, itu adalah hasil dari jiwa Kita. Tapi jika sebaliknya, lingkungan Kita dibesarkan di non-mencintai-mendukung atau bahkan mengancam-mengecam, akan menimbulkan energy negatif, serta reaksi kita kepada mereka (yang mungkin masih hidup di dalam diri kita) harus dirilis dengan cara Patrap Laku Wahyu Panca Ghaib, agar memperoleh kehidupan dalam kesejahtera’an, bahwa Kita begitu sangat layak, untuk hidup riang gembira dan bahagia (Tenteram)”

Ketahuilah... Tidak ada suatu kemudahan, jikalau kita tidak membuatnya menjadi mudah.
Suatu keberhasilan tidak akan pernah terjadi, jika kita tidak mau melalui prosesnya.
Wahyu di dalam suatu pemahaman, menurut saya adalah kecerdasan yang diberikan oleh Tuhan kepada umatnya, yang mana sesuatu yang rumit, dapat di buat menjadi lebih simpel dan sederhana, tetapi tidak menghilangkan nilai-nilai yang terkandung didalamnya. Itulah “Wahyu Panca Ghai’b” Kabeh dadi gampang, ning ora nggampangake. (semuanya menjadi mudah, namun tidak meremehkan yang mudah tersebut)

Pengetahuan yang kita dapatkan oleh hasil pengalaman pribadi, maupun dari pengalaman seseorang, adalah mampu membawa kondisi kita, ke ranah “Yen wani aja wedi-wedi. Yen wedi aja wani-wani” Jadi,,, disaat seseorang memerlukan pengetahuan, yang mungkin kita mengetahui sesuai kebutuhannya, maka berikanlah dengan dasar Cinta dan Kasih. Bukan dengan dasar ego gengsi. Karena kemungkinannya, apa yang kita sampaikan itu, berarti untuk dia, yang mampu membawanya, menuju Kesempurna’an Hidup, di semua keHidupan.

Karena itu... Para sedulur dan Kadhang kinasihku sekalian... Mari kita sama-sama menebar kasih sayang antar sesama Hidup dan bersama-sama kita berusaha membersihkan hati kita dari pada karat-karat kebencian dan noda-noda sirik, dengki, iri, hasut dan fitnah, serta segala bentuk maksiat. dengan cara diasuh dan dididik atau di biasakan mengikuti Rasa. Terasa. Merasa. Merasakan Hidup (rasa, krasa, rumangsa, ngrasakake urip). Sejalan Laku Spiritual Hakikat Hidup Wahyu Panca Gha’ib. SALAM RAHAYU HAYU MEMAYU HAYUNING KARAHAYON KANTI TEGUH SLAMET BERKAH SELALU  Untukmu Sekalian para Kadhang Konto dan Kanti Anom maupun Sepuh  kinasih saya, yang senantiasa di Restui Hyang Maha Suci Hidup. Pamrih saya berharap ARTIKEL Saya Kali INI. Dapat Bermanfaat untuk semua Kadhang  kinasihku sekalian tanpa terkecuali yang belum mengetahui ini dan Bisa Menggugah Rasa Hidup-nya siapapun yang membacanya.
*Matur Nuwun ROMO....._/\_.....Terima Kasih.Terima Kasih. Terima Kasih*
Ttd: Wong Edan Bagu
Putera Rama Jayadewata Tanah Pasundan
Handphon:  0858 – 6179 - 9966
http://putraramasejati.wordpress.com
http://webdjakatolos.blogspot.com