ILMU PELAJARAN MENGENAL "DIRI" (Guru Sejati/Hidup/Rasa/Allah) DENGAN WAHYU PANCA GHA’IB. Bagian Dua.

ILMU PELAJARAN MENGENAL "DIRI"
(Guru Sejati/Hidup/Rasa/Allah)
DENGAN WAHYU PANCA GHA’IB. Bagian Dua.
Oleh: Wong Edan Bagu
Putera Rama Jayadewata Tanah Pasundan
Djawa dwipa. Hari Rabu Pahing. Tgl 09 Desember 2015

TENTANG PENTINGNYA MENGENAL DIRI DAN MENGENAL HYANG MAHA SUCI HIDUP:
Sedulur dan Para Kadhang kinasihku sekalian yang di Ridhai Allah Azza wa Jalla Jalla Jalaluhu....

Lakon atau laku Spiritual Yang Pertama kali harus Dipelajari oleh setiap manusia hidup itu, adalah lakon dan laku spiritual mengenal diri dan mengenal Hyang Maha Suci Hidup. Setelah kedua hal ini, berhasil di pelajari, baru mempelajari ilmu-ilmu spritual yang lainnya, dengan begitu, ilmu hitam, ilmu jahat, ilmu murtad sekalipun yang di pelajarinya, akan menjadi baik dan tepat serta bisa sesuai dengan Firman Hyang Maha Suci Hidup. Jika terlebih dulu, diawali dengan lakon dan laku spiritual mengenal diri dan Hyang Maha Suci Hidup.

Begitu juga dengan agama, yang paling awal di pelajari itu, adalah. Fitrah diciptanya makhluk itu, tujuan, adalah untuk mengenal diri dan Allah. Ilmu pertama  yang wajib  dan yang dituntut itu,  adalah  ilmu tauhid atau "ilmu mengenal Allah". Ilmu mengenal Allah ini, kan diawali dengan mengenal diri terlebih dahulu. Sebagaimana kalimah "Awalludin makrifattullah" (awal-awal beragama itu, mengenal Allah). Pertama mula beragama itu, bukan syahadzaht, sembahyang, puasa, zakat atau haji, bukan. Ilmu yang mula-mula itu, adalah mengenal Allah!. Sayangnya kebanyakkan dari kita, tidak tahu bagaimana mencari ilmu mengenal Allah!

Sedulur dan Para Kadhang kinasihku sekalian...
Hyang Maha Suci Hidup itu, Jelas, Allah itu Terang, Lebih Terang Dari Cahaya Matahari!.

Allah Ta’ala itu, terang dan teramat jelas. Terang dan jelasnya Allah Ta’ala itu,  lebih terang dan lebih jelas dari cahaya matahari.  Kenapa kita tidak melihat  Allah?. 

Sebab... Hyang Maha Suci Hidup itu, cedhak tanpo senggplan, adoh tanpo wangenan. Allah itu tidak terpandang, terlihat, tertilik dan ternampaknya Allah itu, adalah karena adanya sifat mata!.

Adanya sifat mata itulah, yang menyebabkan kita-kita tidak dapat untuk menilik atau melihat Hyang Maha Suci Hidup. Memandang Allah swt. Cobalah kita buang atau hilangkan sifat mata dari diri kita, jika ingin tahu, disitu pastinya kita akan dapat melihat, menilik dan memandang Hyang Maha Suci Hidup. Allah Ta’ala kita. Sifat mata dan sifat diri kita sendirilah, sebenar-benar sifat yang menghijab, mendinding dan yang menutup dari terpandang Allah Ta’ala!.

Sebab adanya sifat matalah, yang menjadikan jauhnya keberadaan bulu mata dengan bola mata. Coba kita merenung sejenak, jikalau tidak ada mata. Dengan tidak ada mata,  tidak timbullah perkara jarak,bukan? Bagi yang tidak bermata, sama saja jauh atau dekat, bukan!.

Timbulnya perkara jarak jauh atau dekat itu, adalah karena adanya sifat mata kita. Karena adanya matalah, yang menyebabkan kita tahu jarak dekat atau jauh. Artinya,,, matalah sebenar-benar sifat yang menjarak, menghijab, menjauh  dan sebenar-benar yang menutup pandangan kita untuk bisa melihat Hyang Maha Suci Hidup Allah.

Selagi ada mata, selagi itulah kita tidak akan dapat untuk melihat Allah Ta’ala.

Karena itu,,, renungkan, jika kita tidak ada mata, barulah Allah itu dapat kita ketahui, dilihat, dikenal dan diingat  dengan nyata.

Bilamana kita berkata atau mengaku  perkataan "ada  aku", itu akan membawa pengertian "tidak ada Allah".  Adanya Allah itu, setelah tidak adanya diri kita!.

Selagi adanya perkataan aku, maka timbullah  dakwa’an aku gagah, aku besar dan aku kaya". Bilamana kita menyebut perkataan itu, artinya kita menafikan kekuatan Allah, menafi kebesaran Alah  dan menafikan kekayan Allah.

Bilamana kita gagah, bermakna Allah itu bersifat lemah dan bilamana kita kaya, berarti Allah miskin!.

Setelah kita lemah, barulah Allah itu gagah, bilaman kita kecil, barulah Allah itu besar.  Bilamana kita tidak ada, barulah Allah itu benar-benar ada!.

Dengan Adanya Istilah Atau Perkataan "Aku" Untuk menjadikan Allah itu benar-benar ada, jangan sekali-kali mengatakan perkataan "aku ada", bilamana kita mengaku "aku ada" berarti Allah tidak ada. Bilamana kita mengaku "aku tidak ada",  barulah Allah itu, sebenar-benar bersifat dengan sifatnya yang ada .

Bilamana kita mengaku kita miskin, barulah Allah itu benar-benar bersifat dengan sifat kaya-Nya. Bilamana kita mengaku aku lemah, barulah Allah itu benar-benar bersifat dengan sifat gagah-Nya.

Ingat... bahwa ini adalah bahasa seni makrifat' Kenali itu, apahami itu, cernalah itu, jangan di telan mentah-mentah, karena diatas itu, adalah bahasa yang bernilai tinggi dan dalam lingkaran Wahyu Panca Gha’ib. Ingat Itu...!!!

Para sedulur dan Para Kadhang kinasihku sekalian... saya akan menggunakan ulang, bahasa seni Hidup dalam Lingkaran Wahyu Panca Gha’ib. Maka, perhatikan dengan Toto Titi Surti Ngati-ngati. Biyar ngeh, paham maksudnya.

Ingat itu, artinya Belum Ingat!" Ingat itu sesungguhnya tidak ingat". Tahu itu sesungguhnya tidak tahu". "Tidak ingat itulah sebenar-benar ingat dan tidak tahu itulah sebenar tahu". Untuk bisa menggunakan seninya bahasa Hidup dalam Lingkarang Wahyu Panca Gha’ib, tentunya kita harus sudah kenal Hidup dan mengikuti Sabdanya Hidup, untuk bisa mengenal dan mengikuti Sabdanya Hidup, Para Kadhang harus lebih mumpuni di dalam lakon kekadhangan. Para kadhang harus lebih mahir di dalam laku Patrap. Jika tidak, maka tak Kenal itu dan tak Paham itu.

Sebagai gambaran, saya  ingin mengajak para sedulur dan kadhang, supaya merenung sejenak, semasa kita pertama kali bekerja, atau semasa pertama kali kita berpindah dari kampung ke kota, tempat dimana kita bekerja/tugas. 

Dari rumah untuk pergi kerja,  tentunya kita akan bertanya arah jalan, bertanya nama-nama jalan, bertanya  berapa banyak menempuh lampu isyarat, bertanya apakah ada jalan yang kena belok kiri atau kanan dan sebagainya. 

Lama kelamaan, bilamana sudah biasa, kita tidak lagi perlu ingat tentang tanda-tanda jalan atau tidak lagi ingat akan lampu isyarat dan tidak lagi perlu ingat nama-nama  jalan. Tahu-tahu saja, kita sudah sampai ditempat kerja. Bukan begitu...?!

Kita bisa sampai ke tempat kerja dari rumah, atau dari tempat kerja ke rumah, tanpa  ingat jalan, tanpa ingat lampu isyarat ada berapa, tanpa ingat belok kiri atau kanan dan tanpa ingat nama-nama jalan lagi. Tau-tau kita sudah sampai dengan selamat!. 

Didalam Laku Spiritual Hakikat Hidup. "Tidak ingat, itulah tandanya ingat". Dari rumah dari rumah ke tempat kerja  itulah gambarannya, tanpa lagi perlu mengira-gira nama jalan atau lorong mana. Itulah tanda ingat. Tanda ingat itu, adalah tidak ingat! dan tanda tidak ingat, itulah sebenar-benar ingat!.

Untuk lebih jelasnya lagi. Saya ingin bertanya kepada para sedulur dan para kadhang sekalian. Sewaktu kita menyuap nasi kemulut, apakah kita ingat kepada tangan?. He he he . . . Edan Tenan. Sudah paham kan, maksudnya...?!

Saya percaya para sedulur para kadhang tidak ingat kepada tangan, soal ada atau tidaknya tangan kita itu, kita sendiri tidak tahu dan tidak ingat!.  Tahu-tahu tangan menyuap nasi kemulut tanpa perlu ingat  atau tanpa perlu disuruh, itulah tanda sebenar-benar ingat.

Tak perlu kita menyuruh tangan menyuap nasi kemulut, tahu-tahu nasi masuk kemulut!. Takala perut kita lapar... He he he . . . Edan Tenan.


Ingat kepada Hyang Maha Suci Hidup Allah itu, harusnya begitu, Laku Patrap Kunci. Paweling. Asmo. Mijil itu, seharusnya seperti itu. Jika belum begitu dan seperti itu, tidak usah banyak cerita. Tapi bila sudah begitu dan seperti itu, silahkan... karena itu adalah haq Hidupmu atas Hyang Maha Suci Hidup-mu.

Hendaknya kita sampai kepada tahap tidak ingat!. 
Kita dikehendaki tidak ingat lagi kepada keberadaan diri kita.
Jika tujuan kita, adalah TITIK “AKU” “ALLAH” “RASA” “HIDUP” ora ono opo-opo. Ora ono opo-opo “AKU” ra popo. 

Kita dikehendaki tidak perlu lagi ingat kepada adanya diri. Sekiranya kita masih dalam keadaan berkira-kira  untuk membuang diri, berkira-kira untuk menfanakan diri dan masih berkira-kira untuk mebinasakan diri, itu tandanya kita itu belum sempurna mengenal diri dan teramat jauh dari ingat kepada Allah Taala. Itu pada tahap atau peringkat masih dalam perkiraan, insya Allah, masih dalam keadaan berkira-kira mau ingat. Mau ingat itu, artinya belum ingat, mau  ingat itu, artinya baru mau ingat, baru mau ingat itu, bermakna belum ingat.

Ingat kepada Allah itu, hendaklah sampai kepada tahap itu, Wahyu Panca Gha’ib, harus sampai ke ranah/dimensi tersebut, tidak ada apa-apa lagi yang harus diingat. Ingat kepada Hyang Maha Suci Hidup Allah itu, jangan sampai ada dalil, hadist bahkan firman. Ingat kepada Hyang Maha Suci Hidup Allah itu, jangan sampai ada dikeranakan dengan suatu karena. Untuk ingat kepada Hyang Maha Suci Hidup Allah itu, jangan sampai disandarkan kepada suatu penyandar. Ingat kepada Hyang Maha Suci Hidup Allah itu, tidak ada sebab dengan suatu sebab. Hyang Maha Suci Hidup Allah itu, adalah Hyang Maha Suci Hidup Allah, Hyang Maha Suci Hidup Allah itu, adalah Hyang Maha Suci Hidup Allah dan Hyang Maha Suci Hidup Allah itu, adalah Rasa/Suci/Hidup. HIDUP. SUCI. RASA. RASA. SUCI. HIDUP.

Mengenal Hyang Maha Suci Hidup Allah Itu, Sehingga Tidak  Lagi Perlu Adanya Dalil!

Mengenal Hyang Maha Suci Hidup Allah itu, hendaklah sampai kepada tahap tidak perlu lagi kepada Hadist!

Mengenal Hyang Maha Suci Hidup Allah itu, hendaklah sampai kepada tahap tidak perlu lagi kepada Firman!

Tidak perlu kepada saksi atau peyaksian . Kiranya masih perlu dalil atau hadist atau firman atau saksi dan penyaksian, berarti belum benar-benar mengenal Hyang Maha Suci Hidup Allah.  berarti belum benar-benar mengetahui Hyang Maha Suci Hidup Allah.  berarti belum benar-benar memahami Hyang Maha Suci Hidup Allah.  berarti belum benar-benar ingat, tau, melihat, memandang Hyang Maha Suci Hidup Allah. 

Untuk mengenal atau untuk ingat kepada kedua Ibu dan ayah kita, apakah perlu lagi kepada saksi atau dalil atau hadist bahkan firman?.

Begitu juga dengan mengenal dan mengingat Hyang Maha Suci Hidup Allah. Orang yang benar-benar mengenal dan mengingat Hyang Maha Suci Hidup Allah itu, adalah orang yang tidak lagi perlu kepada dalil, hadist, firman dan bla... bla... bla... konta bendera apapun!. Karena semuanya itu, sudah hapal diluar kepala, jadi, tidak perlu lagi di ingat-ingat. Bukan begitu sedulur dan para kadhang kabeh...?! Hyang Maha Suci Hidup Allah itu, adalah Hyang Maha Suci Hidup Allah. TITIK.

Saya ulangi sekali lagi. Kenali dan Pahami lagi,  untuk ingat kepada Hyang Maha Suci Hidup Allah itu, sekiranya masih ada saksi, bersaksi dan masih ada yang meyaksi, apa lagi butuh dan perlu dalil, hadist, firman, berati itu adalah peringkat mereka yang masih berkira-kira untuk ingat. Berkira-kira untuk ingat kepada Allah itu, adalah tanda tidak ingat dan belum ingat!.

Masih dalam perkiraan mau ingat. Perkataan mau ingat itu, adalah tandanya belum ingat dan tandanya tidak ingat. Sebenar-benar ingat kepada Hyang Maha Suci Hidup Allah itu, setelah  tidak lagi ingat kepada  makhluk apapun. Ingat kepada Hyang Maha Suci Hidup Allah itu, setelah tidak lagi ingat kepada  perkiraan, tidak lagi ingat kepada sangka-sangka dan setelah tidak ingat lagi kepada dalil itu dan dalil ini, hadist itu dan hadist ini, firman itu dan firman ini.

Inilah... Rahasia-Besarnya. Yang di rahasiakan oleh Para Ahli. Para Guru atau Pembimbing. Dari semua santri/murid-nya, yang masih cemen-cemen, masih mentah, masih suka langsung leb, tidak mau mencerna terlebih duhulu, kecuali kepada para santri/murid yang sudah dewasa. Karena jika belum, akan menyangka bahwasanya itu, adalah tidak masuk akal atau tidak boleh diterima akal!.  Bahkan bisa jadi, dituduh dan dikira sesat/murtad/kafir dll.

Tapi saya siap di katakan itu semua. Saya tidak peduli, karena itulah kebenarnya yang sebenar-benar-nya benar yang saya dapatkan, saya temui. Karena saya tau, jaman sekarang adalah jaman cerdas, terbukti dari ada banyaknya pesanten dan sekolahan serta kampus, artinya, sudah tidak ada lagi yang bodoh. Pasti pada bisa mikir dan berpikir. Tapi, sebelum mengetakan itu kepada saya. Tolong baca ulang artikel pernyata’an saya diatas, semuanya dengan sadar dan baik serta seksama hingga selesai. He he he . . . Edan Tenan.

Para sedulur dan Para kadhang kinasihku sekalian... Kenali dan pahamilah apa yang sudah saya wejangkan diatas itu, itu adalah Bahasa seni Hidup dalam lingkaran Wahyu Panca Gha’ib, penuh sarat dengan ilmu yang tersirat, penuh makna, penuh pengertian dan penuh terjemahan, adalah wejangan yang sebenar-sebenar-nya wejangan.

Masih ingatkah kita dengan sejarah Wali sembilan? Yang pernah menghebohkan tanah jawa dwipa ini... yang sudah saya wedarkan diataslah itulah, Seni makrifat yang membawa ramai anak muridnya Syekh Siti Jenar, sedangkan Sekh Siti Jenar nya sendiri, duduk dalam keadan asyik. Asyik dengan Allah, setelah tidak lagi asyik kepada keberadaan diri-nya.

Yang sudah saya wedarkan diataslah itulah, yang membuat 9 wali menghujat Syekh Siti Jenar. Karena Syekh Siti Jenar mengajarkan wejangan itu secara masal kepada setiap Santrinya tanpa peduli latar belakan dan status sikonnya. Sebab 9 wali menganggap, bahwa ini adalah ilmu khusus, ilmu tingkat tertinggi yang tidak bisa di wedarkan dengan asal-asalan saja, kepada setap orang. Harus hanya orang-orang tertentu saja yang boleh mempelajarinya.

Para Sedulur dan Para Kadhang Kinasih saya sekalian...
Mengenal Hyang Maha Suci Hidup Allah Itu, Akan Tercapai Setelah Tidak Adanya Diri!

Mari kita sama-sama melihat ungkapan bahasa Seni Hidup yang saya peroleh di dalam lingkaan Wahyu Panca Gha’ib.

Kenali melalui katanya, selagi kita masih mengakui "adanya diri", karena selagi itulah sifat "adanya Allah itu" tidak akan dapat kita  lihat. Bilamana kita mengadakan sifat adanya diri,  berarti kita telah menafikan sifat adanya Hyang Maha Suci Hidup Allah.

Kita tidak bisa untuk mengadakan (mewujudkan) atau menggabungkan serentak antara kedua-dua sifat makhluk dengan sifat Allah!.  Sifat ada atau sifat wujud itu, adalah sifat hanya bagi Allah. Sifat bagi makhluk itu, adalah tidak ada (tidak wujud). Hal ini sudah saja jelaskan pada artikel yang berjudul ILMU PELAJARAN MENGENAL DIRI.

Sekiranya kita  itu bersifat ada atau kita itu bersifat wujud, berarti kita  telah mengadakan dua sifat wujud (dua sifat ada). Berarti kita telah menduakan sifat Hyang Maha Suci Hidup Allah, yaitu, satunya wujud bagi Allah dan satu lagi wujud bagi diri makhluk, maknanya disini, kita telah mengadakan dua sifat wujud. Sedangkan sifat wujud itu, hanya hak bagi Hyang Maha Suci Hidup Allah dan bukannya hak bagi makhluk. Bagi yang menduakan sifat Hyang Maha Suci Hidup Allah, hukumnya adalah syirik. Syirik itu, adalah dosa besar yang tidak boleh diampun Hyang Maha Suci Hidup Allah. Untuk itu, jangan sekali=kali mengadakan dua sifat wujud (dua sifat ada). yang wujud dan yang bersifat ada itu, adalah hanya bagi Hyang Maha Suci Hidup Allah, hanya bagi Hyang Maha Suci Hidup Allah dan hanya bagi Hyang Maha Suci Hidup Allah!. TITIK.

Bagi semua yang sedang belajar hal ini, harusnya tahu, yang bahwasanya sifat "ada" itu adalah hanya sifat bagi Hyang Maha Suci Hidup Allah!. Sedangkan  sifat bagi kita itu, adalah tidak ada!.  

Bilamana kita tidak ada sifat, Terus,,, apa lagi yang hendak kita perkira-kirakan dalam soal ingat kepada Hyang Maha Suci Hidup Allah!. 

Setelah sekalian makhluk bersifat tidak ada, bermakna yang ada itu,
adalah hanya Hyang Maha Suci Hidup Allah. Sekiranya yang ada dan yang wujud itu hanya Hyang Maha Suci Hidup Allah. Lalu,,, buat apa lagi ingat kepada selain Hyang Maha Suci Hidup Allah!.

Jangan Bandingkan "Ada Hyang Maha Suci Hidup Allah Dengan Adanya Diri" Permasalahan yang timbul kepada kebanyakkan dari kita sekarang itu, adalah permasalahan dimana kita tidak boleh untuk membuang adanya kita!.

Kebanyakkan dari kita sekarang, susah dan payah untuk membuang sifat keakuan dan ramai, masih kuat berpegang kepada perkiraan yang sifat diri sebagai makhluk itu masih ada dan masih wujud.

Kiranya Hyang Maha Suci Hidup Allah, bersifat ada dan diri kitapun juga  bersifat ada, bermakna kita telah mengadakan dua sifat wujud (mengadakan dua sifat ada). Barang siapa yang mewujudkan dua wujud atau barang siapa yang mengadakan dua sifat ada, bermakna kita telah  syirik dengan Hyang Maha Suci Hidup Allah, kerana telah mengadakan  dua sifat Hyang Maha Suci Hidup Allah. Bilamana kita bersifat ada dan Hyang Maha Suci Hidup Allah juga bersifat ada. Lalu,,, yang mana yang benar-benar bersifat ada?.

Ada itu sifat kita kah atau sifat Allah kah?.
Setahu saya pribadi, yang bersifat ada dan yang bersifat wujud itu, adalah hanya Hyang Maha Suci Hidup Allah. Sifat kita sebagai makhluk itu, adalah sifat yang berlawanan daripada sifat Hyang Maha Suci Hidup Allah.  Bilamana Hyang Maha Suci Hidup Allah bersifat ada, kita adalah bersifat tidak ada. Bilamana tidak adanya sifat kita, barulah Hyang Maha Suci Hidup Allah itu benar-benar ada dan dapat lihat, di pandang serta diingat.

Kalau kita ada dan Hyang Maha Suci Hidup Allah-pun ada, itulah yang menjadikan kita lupa untuk ingat nahkan buta kepada Hyang Maha Suci Hidup Allah.

Apabila lupa dan buta kepada Hyang Maha Suci Hidup Allah, tentunya yang kita ingat itu adalah adanya keberadaan diri, bilamana kita ingat kepada diri dan tidak ingat kepada adanya Hyang Maha Suci Hidup Allah, itulah yang dikatakan syirik (menduakan sifat Hyang Maha Suci Hidup Allah, berarti, kita telah menduakan Hyang Maha Suci Hidup Allah). Coba saja dipikir dengan logika, katanya sekarang jamannya jaman logika, bukan jaman tahayul. Itu tadi logikanya. Jadi, silahkan dipikir, jangan di khayal atau di bayangkan ya... karena Khayal dan bayang membayangkan itulah, tahayul yang sebenarnya. He he he . . . Edan Tenan.

Itulah yang dikatakan syirik. Dosa syirik itu, adalah dosa yang tidak akan dapat diampuni oleh Hyang Maha Suci Hidup Allah Ta’ala.Untuk mengelak dari dosa syirik dan untuk menjadikan diri mengenal diri, marilah kita sama-sama belajar, saya akan mengajak Para Sedulur dan Para Kadhang menghayati bahasa seni berupa kata-kata dari lidah yang Hidup di dalam lingkarang Wahyu Panca Gha’ib.  Maka... Kenalilah. Pahamilah, yang saya tulisankan melalui ungkapan kata dalam bentuk tulisan ini. 

Mari kita mengenal Hyang Maha Suci Hidup Allah dan mengenal diri melalui kaedah lima, berikut ini.

Menurut saya pribadi, sesungguhnya. Ilmu Makrifat Itu, Adalah Ilmu Yang Paling Rendah Dan Mudah!

Ilmu mengenal Hyang Maha Suci Hidup Allah itu, sesungguhnya adalah suatu ilmu yang paling mudah, paling senang, paling ringan, paling lembut, paling halus dan paling tipis. Ringan, halus dan nipisnya ilmu mengenal Hyang Maha Suci Hidup Allah itu, seumpama ringannya kita menganggkat sebilah pisau cukur. Ringannya menganggkat sebilah pisau cukur itu, tidak seumpama beratnya menganggap segoni/sekarung beras.

Biarpun pisau cukur itu tipis dan ringan, hendaklah ia dianggkat dengan cermat, berhati-hati dan penuh lemah lembut. Karena jika tidak, akan melukai jari-jari kita. Menganggkat pisau cukur itu, tidak sebagaimana mengangkat sekarung beras, yang boleh diambil dengan kasar dan dicampakan dengan kasar pula.

Ringan dan tipisnya  ilmu mengenal Hyang Maha Suci Hidup Allah (makrifat)  itu, terlebih ringan dan terlebih tipis dari pisau cukur. Oleh karena itu, hendaklah dituntut dengan cermat dan berhati-hati. Toto Titi Surti Ngati-ngati. Jika tidak berhati-hati, ia akan melukai tangan kita sendiri!.

Dikeranakan benda yang ringan dan tipis itu mudah terluka, makanya ramai berdebat dikalangan kita, alasan sesungguhnya, adalah merasa takut dan tidak sudi memilikinya!.

Ilmu mengenal Hyang Maha Suci Hidup Allah atau ilmu makrifat itu, adalah suatu ilmu yang terang, nyata dan suatu ilmu yang paling jelas, dibandingkan Semua ilmu-ilmu yang ada di dunia ini. Bagaimana tidak, mengenal Hyang Maha Suci Hidup Allah. Tidak harus bertapa, tirakat, wirid, puasa, ritual tumpeng, kemenyan, minyak apel jin atau apa itu, aple krowak kali... He he he . . . Edan Tenan. Cukup duduk bersilah, kadhangan dengan 4 anasirnya sendiri, lalu Palungguh. Kunci. Paweling. Asmo. Mijil. Diam mencari Rasa enak. Setelah berhasil mendapatkan Rasa Enak. Lalu nikmati sambil mencari hakikatnya, di temukan atau tidak ditemukan, jika capek, istirahatlah, dengan cara Palungguh lagi, sebagai penutup akhirnya. Gampang kan? Mudah kan? Ringan kan?

Para sedulur dan Para Kadhang Kinasih saya sekalian...
Hyang Maha Suci Hidup Allah itu terang, Hyang Maha Suci Hidup Allah itu nyata dan Hyang Maha Suci Hidup Allah itu jelas, lebih terang, lebih nyata dan lebih jelas daripada cahaya matahari. Terangnya cahaya matahari, itu lebih terang lagi Hyang Maha Suci Hidup Allah. jelasnya cahaya matahari, itu lebih jelas lagi Hyang Maha Suci Hidup!.

Kenapa tidak kita melihat dan memandangnya? He he he . . . Edan Tenan.
Saudara-Saudariku dan para Kadhang konto dan Kantiku sekalian, yang dirahmati Allah Azza wa Jalla Jalla Jalaluhu sekalian, untuk dapat merasakan Hidup,  saya ingin Anda sekalian, berhenti seketika dari membaca artikel saya ini sejenak, dan hendaklah memegang atau meraba bulu mata Anda. 

Sesudah meraba bulu mata, saya ajukan satu pertanyaan. Dengan pamrih, agar Sedulur dan Kadhang dapat menjawabnya dengan jujur.

Pertanyaan saya adalah; apakah kedudukkan bola mata dengan bulu mata itu jauh?.

Kiranya jawaban Sedulur dan Kadhang saya, pasti menjawab dekat, bukan?

Itulah tandanya Hyang Maha Suci Hidup Allah itu, lebih hampir dan lebih dekat dari bulu mata kita sendiri.

Dan saya tidak akan menyuruh sedulur dan kadhangku, memegang bola mata, nanti sakit,  cukuplah dengan kiasan memegang bulu mata saja. Namun sesungguhnya Hyang Maha Suci Hidup Allah itu, lebih hampir daripada bola mata putih dengan mata hitam. Hyang Maha Suci Hidup Allah itu, hampir, hampirnya Hyang Maha Suci Hidup Allah itu, lebih hampir dari urat leher. Kenapa tidak kita lihat, kenapa tidak kita pandang dan kenapa tidak kita tilik?.

Diantara sebab tidak bisa ditilik, dilihat atau dipandangnya Hyang Maha Suci Hidup Allah itu, adalah karena Hyang Maha Suci Hidup Allah itu, terlampau hampir dan teramat dekat. Dikarenakan terlampau hampir dan terlampau dekatnya Hyang Maha Suci Hidup Allah itu, sehingga kita "terlepas pandang" . 

Memandangkan ilmu mengenal Hyang Maha Suci Hidup Allah itu, senang, ringkas, mudah, ringan, nyata, terang, halus dan jelas, tapi kenapa kita tidak  mengenal Hyang Maha Suci Hidup Allah?.

Khusus untuk anak didik saya;
Coba sekali lagi Kadhangku, menjawab pertanyaan saya, kenapa kita sampai tidak  mengenal, menilik, melihat dan memandang Hyang Maha Suci Hidup Allah Ta’ala?, kenapa, kenapa dan kenapa?.

Pastikan dulu Jawaban Kadhangku, anak didik saya!.
Sebelum meneruskan bacaan artikel wejangan saya ini, saya ingin ajukan satu pertanyaan lagi. Saya minta kadhangku, menjawabnya dengan cermat dan berhati-hati.  Apakah sebabnya kita tidak dapat melihat, menilik, memandang dan memperhatikan Hyang Maha Suci Hidup Allah Ta’ala.

Pertanyaan saya ini hendaklah dijawab dengan tulisan. Jawaban yang Kadhangku tulis di komentar, akan saya jadikan sebagai kayu pengukur, apakah  sama dengan jawaban  yang akan saya tuliskan, nantinya!. Tapi ingat, di komentar ya, jangan di inbox, biyar yang lainnya ikut mengetahui.

Inilah cara saya mengukur kefahaman anak didik saya yang berada di tempatnya masing-masing, alias tidak bersama saya, dan menerima wejangan saya melalui media internet. . . Selesai. He he he . . . Edan Tenan. SALAM RAHAYU HAYU MEMAYU HAYUNING KARAHAYON KANTI TEGUH SLAMET BERKAH SELALU  Untukmu Sekalian para Kadhang Konto dan Kanti Anom maupun Sepuh  kinasih saya, yang senantiasa di Ridhoi ALLAH Azza wa Jalla Jalla Jalaluhu. Pamrih saya berharap POSTINGAN SAYA  KALI  INI. Dapat Bermanfaat untuk semua Kadhang  kinasihku sekalian tanpa terkecuali yang belum mengetahui ini dan Bisa Menggugah Rasa Hidup nya siapapun yang membacanya.
*Matur Nuwun ROMO....._/\_.....Terima Kasih.Terima Kasih. Terima Kasih*
Ttd: Wong Edan Bagu
Putera Rama Jayadewata Tanah Pasundan
Handphon:  0858 – 6179 - 9966
http://putraramasejati.wordpress.com

http://webdjakatolos.blogspot.com