Dua Laku dan Tiga Lakon Dasar Spiritual Hakikat Hidup untuk Mencapai Kesempurna’an Hidup dan Kesempurna’an Mati, dengan Laku Wahyu Panca Gha’ib:
Dua Laku dan Tiga Lakon Dasar Spiritual Hakikat
Hidup untuk Mencapai Kesempurna’an Hidup dan Kesempurna’an Mati, dengan Laku Wahyu
Panca Gha’ib:
Oleh: Wong Edan
Bagu
Putera Rama
Jayadewata Tanah Pasundan
Djawa dwipa.
Hari Rabu Wage. Tgl 16 Desember 2015
Para sedulur... Dan Para
Kadhang Kinasih didik saya yang senantiasa di Ridhoi ALLAH Azza wa Jalla Jalla
Jalaluhu. Dengan Wahyu Panca Gha’ib dan Atas Ridha-Nya. Kali ini, saya berhasil
mengungkap Rahasia Spiritual yang sebenarnya. Yang sering menyulitkan banyak
para pelaku Spiritual pada umumnya. Mari kita simak bersama wedarannya, dan
saya mohon, bacalah dengan teliti/seksama hingga selesai, agar bisa mengerti
dan bisa memahami, apa yang di maksud dan yang menjadi intisari patinya.
Para sedulur... Dan Para
Kadhang Kinasih didik saya yang senantiasa di Ridhoi ALLAH Azza wa Jalla Jalla
Jalaluhu. Pada artikel lain, saya pernah wedar. Bahwa Wahyu Panca Gha’ib itu,
bukan Agama. Kejawen. Aliran. Kepercaya’an. Kebatinan. Perguruan. Golongan.
Partai atau Bla... bla... bla... Lainnya. Karena Wahyu Panca Gha’ib itu, adalah
Hidup. Dan Hidup itu, terlepas dari semua dari Agama. Kejawen. Aliran.
Kepercaya’an. Kebatinan. Perguruan. Golongan. Partai atau Bla... bla... bla...
Lainnya. Tapi Wahyu Panca Gha’ib bisa untuk apa saja, bergantung dari Pangolah
dan Pangrengganya. Bergantung dari Lakon dan Lakunya.
Artinya;
jika Wahyu Panca Gha’ib dianggap Harta, maka akan menjadi harta. Bila dianggap
ilmu, akan menjadi ilmu, jika dianggap agama, maka akan menjadi agama, bila
dianggap kepercaya’an/kejawen, maka akan menjadi kepercaya’an/kejawen dll. Namun
ingat...!!! Yen wani aja wedi-wedi. Yen wedi aja wani-wani. Begitulah wedaran
kelanjutannya yang saya wejangkan.
Ini
buktinya, kalau Wahyu Panca Gha’ib itu, bisa untuk apa saja;
Ada
dua pilihan Laku di dalam Wahyu Panca Gha’ib. Dan kedua pilihan itu, harus di
lalui dengan Wahyu Panca Gha’ib, artinya, harus sesuai dengan Sabdanya Hidup.
Jika tidak sesuai dengan Sabdanya Hidup, maka akan terpelesed jatuh, bahkan terpelanting jauh dan
menyakitkan (gagal total alias tidak bisa). Karena itu, perlu saya tegaskan
dengan jelas, hanya dengan Wahyu Panca Gha’ib, saya bisa pastikan, Pasti Bisa,
kalau tidak dengan Wahyu Panca Gha’ib, saya juga bisa pastikan, Pasti Tidak
Bisa, sebab saya sudah membuktikannya sendiri. Pilihannya.
Laku
Pertama;
Proses
Tangga Menurun.
Laku
Kedua;
Proses
Tangga menaik/mendaki.
Pilihan
Pertama;
Proses
dengan Anak Tangga Menurun.
Anak
tangga ke satu; Hyang Maha Suci Hidup.
Anak
tangga ke dua; Ilmu.
Anak
tangga ke ketiga; Harta.
Anak
tangga ke empat; Tahta.
Anak
tangga ke kelima; wanita.
Pilihan
Kedua;
Proses
dengan Anak Tangga menaik/mendaki.
Anak
tangga ke satu; Wanita.
Anak
tangga ke dua; Tahta.
Anak
tangga ke tiga; Harta.
Anak
tangga ke empat; Ilmu.
Anak
tangga ke lima; Hyang Maha Suci Hidup.
Kalau kita memilih Laku Pertama,
dengan Proses
Tangga Menurun. Berati; kita harus mengutamakan No. 1, yaitu Hyang Maha Suci
Hidup. Artinya; Fokus kita arahkan Ke Soal Wahyu Panca Gha’ib. No. 2-3-4-5 nya
di nomer duakan.
Disini
kita harus siap sedia, secara jiwa raga dan lahir bathinnya, merasakan sedikit
kesedihan dan kepahitan, sebentar saja. Karena sebagai manusia wajar, yang
sudah terbiasa serba ingin kecukupan dan keturutan, akan mengalami himpitan dan
guncangan hidup. Karena kita sedang berada di dimensi Suci. Soal Suci itu bagaimana
dan seperti apa, pada artikel lain, saya sudah pernah menjelaskannya. Yang
intinya, Suci itu, tidak bisa di campuri dan tercampuri oleh apapun. Jadi,
karena kita sedang ada di dimensi Suci, maka, apapun yang melekat pada jiwa
raga kita, akan di sisihkan dan akan di bersihkan.
Mungkin
akan mengalami tidak punya uang, tidak punya beras, tidak punya rokok, tidak
punya kehormatan, tidak punya sesuatu yang bisa di banggakan dll, dihina, di
rendahkan, di fitnah bahkan di kucilkan, tapi jangan lupa, itu hanya Proses dan
hanya sedikit serta hanya sebentar saja, maksudnya, semuanya itu bisa kita
lewati sepintas lalu saja, tidak pakai lama, jika Tetep Idep Madep Mantep (tetap
IMAN). Maka jaminan atau garansi KESEMPURNA’AN HIDUP DAN KESEMPURNA’AN
MATI, akan kita dapatkan. Dan yang No.
2-3-4-5nya, akan kita miliki seutuhnya dengan syah.
Kalau kita memilih Laku Kedua,
dengan Proses
Tangga Menaik/Mendaki. Berati; kita harus menunda dan melupakan sejenak yang
No. 1, yaitu Hyang Maha Suci Hidup. Artinya; Fokus kita arahkan Ke No. 5-4-3
dan 2. Sedangkan yang No. 1nya, yaitu Hyang Maha Suci Hidup, kita tunda dulu
nanti.
Disini,
kita harus siap sedia lahir dan bathin jiwa raga, melupakan sejenak soal
kesempurna’an, menunda tentang sedulur papat, tentang sedulur pancer/guru
sejati, tentang semua urusan akherat dan kepentingan Hidup serta Hyang Maha
Suci Hidup.
Kalau
sudah bisa siap sedia lahir bathin jiwa raga, melupakan Sempurna dan menunda urusan
Hyang Maha Suci Hidup. Maka... Kamulia’an Hidup akan kita raih dan kita genggam.
Dengan Wahyu Panca Gha’ib. Kita akan mendapatkan No. 5-4-3-2 dengan sangat
mudah sekali. Tidak ada istilah dan kata rumit atau susah serta sulit. Tidak
pakai lama lagi, tapi ingat...!!! Usia kita belum tentu cukup untuk berlanjut
ke No. 1nya.
Jadi...
Silahkan Tentukan Pilihan Laku Wahyu Panca Gha’ibmu sekarang juga, sebelum
Terlambat... He he he . . . Edan Tenan.
Tiga Lakon Dasar Spiritual Hakikat Hidup untuk
Mencapai, Kesempurna’an Hidup dan Kesempurna’an Mati, dengan Laku Wahyu Panca
Gha’ib: Lakon ini, berkait erat dengan
Laku Pilihan yang Pertama, yaitu, dengan Proses Tangga Menurun.
1. Menjadi Manusia Yang Manusiawi (Seutuhnya)
2. Menyelesaikan
Akun Sebab Akibat/memberi dan menerima (Karma).
3.
Membuat Kemajuan Spiritual.
1. Menjadi Manusia Yang Manusiawi (Seutuhnya);
Maksud dari
kalimat "Manusia
yang manusiawi" adalah menjadi manusia yang baik dan benar, manusia
yang baik dan benar itu, adalah manusia Hidup, yang seperti di sa’at awal
pertama kali diciptakan oleh Hyang Maha Suci Hidup.
Perlu kita ketahui,
bahwasannya, suatu hal yang benar belum tentu sudah baik, begitupun sebaliknya,
sesuatu yang baik juga belum tentu sudah benar.
Perhatikan contoh percakapan berikut:
Si A: (berjalan dari arah utara)
Si B: (bertanya) "Pagi mas, dari mana?"
Si A: (menjawab) "Dari utara"
Si B: (bertanya lagi) "Oh,,, mau kemana atuh mas.? :) "
Si A: (menjawab lagi) "Ya mau ke selatan lah"
Benar?
Memang
jawabannya benar.
Baik?
Sudah barang
tentu tidak baik, sebab Si B yang hanya sekedar ingin basa basi menyapa, agar
terlihat lebih harmonis sebagai sesama Hidup, akan terluka perasaannya bahkan
Hatinya.
Contoh lagi perhatikan peristiwa berikut:
Si A,
mempunyai tetangga yang bisa dikatakan lebih miskin dari dirinya, dan Si A,
ingin sekali bersedekah pisang goreng, sebab saat itu, istri Si A, kebeteulan
baru saja menggoreng pisang. Namun cara Si A, bersedekah itu dilemparkan tepat
di depan si miskin. Kita semua tahu, bahwa bersedekah itu, suatu hal yang
sangat baik, namun jika caranya seperti itu, sudah pasti tidak benar bukan...
Nah, dari
kedua contoh tersebut diatas, sudah bisa kita simpulkan, bahwa sesuatu yang
benar itu, belum tentu sudah baik, begitupun sebaliknya. Jika kita bisa
menyatukan keduanya, antara benar dan baik itu, serta baik dan benar tersebut, maka,,,
pada saat itulah, kita telah menjadi
manusia seutuhnya, dengan jiwa yang fitrah (Fitri).
Jadi, makna
sebenarnya dari kata fitri, adalah jiwa yang baik dan benar serta benar dan
baik, saat itulah kita juga telah menjadi manusia yang manusiawi.
Berawal dari
sinilah... Lakon dan Laku Spiritual Hakikat Hidup, terbuka untuk kita, secara
disadari atau tidak disadari. Spiritual mulai tumbuh. Iman mulai berkembang. Hidup mulai tergugah. Guru sejati
mulai menuntun kita, ke Ranah sadar dan menyadari tentang segalanya soal Hyang
Maha Suci Hidup. Sehingganya, apapun yang hadir di sekeliling kita, menjadi
ilmu pengetahuan yang akan menarik kita, untuk mempelajarinya, dan apapun yang
kita pelajari, akan selalu terarah keHadirat Hyang Maha Suci Hidup, jadi,,,
tidak akan mungkin melesed dari titik sasaran yang benar.
Jadi,,, mari kita semua bersama selalu berbuat baik kepada sesama dan mari kita sama-sama melakukan baik tersebut dengan benar.
2. Menyelesaikan akun sebab akibat/memberi dan menerima (karma);
Di dalam kehidupan, kita mengakumulasi banyak
akun-akun memberi dan menerima, yang merupakan hasil langsung dari perbuatan
dan tindakan kita.
Akun-akun tersebut, mungkin berupa hal-hal positif
atau negatif, tergantung sifat positif-negatifnya tindakan-tindakan kita
tersebut. Pada hakikatnya, dalam era/kurun waktu saat ini, ada sektiar 65% dari
kehidupan kita, telah diakibatkan (tidak berada dalam kendali kita) dan 35%
dari kehidupan kita, diatur oleh kehendak bebas kita sendiri.
Semua peristiwa besar dalam hidup kita, telah
diakibatkan oleh Peristiwa-peristiwa ini, termasuk kelahiran kita, keluarga di
mana kita dilahirkan, orang yang kita nikahi, anak-anak yang kita miliki,
penyakit serius dan waktu kematian kita. Kebahagiaan dan rasa sakit yang kita
berikan dan terima dari orang-orang yang kita cintai dan kenali, merupakan
bentuk sederhana dari kasus akun-akun memberi dan menerima sebelumnya, yang
mengarahkan ke bagaimana hubungan antar sesama terungkap.
Bagaimanapun, akibat kita dalam kehidupan saat ini,
hanyalah merupakan sebagian kecil, dari akumulasi akun memberi dan menerima, yang
telah kita kumpulkan dalam banyak peristiwa kehidupan dan perjalanan hidup kita
ini.
Dalam kehidupan kita, sembari kita menyelesaikan akun
memberi dan menerima, serta akibat yang diperuntukkan kehidupan tertentu kita,
pada saat yang sama, kita juga akhirnya membuat lebih banyak akun-akun dengan
bertindak/berkehendak bebas.
Hal ini pada akhirnya, ditambahkan ke dalam
keseluruhan akun memberi dan menerima, yang dikenal sebagai akun akumulasi.
Sebagai hasilnya, kita harus terlahir kembali untuk melunasi akun-akun memberi
dan menerima lebih lanjut dan terjebak dalam siklus kelahiran dan kematian.
3. Membuat kemajuan spiritual;
Puncaknya dalam perkembangan spiritual di semua Jalan
Spiritual.
Adalah; kembali ke asal usul sangkan paraning dumadi,
atau dalam istilah lain, menyatu dengan Tuhan. (inna lillaahi wa inna illaahi
roji’un).
Menyatu' dengan Hyang Maha Suci Hidup, berarti mengalami/memiliki Kesadaran Tuhan,
di dalam diri kita dan di sekitar kita serta tidak mengidentifikasi diri dengan
ke lima indera dan intelek.
Penyatuan ini, terjadi pada tingkat pencapaian
spiritual 100%. Kebanyakan orang di dunia saat ini, berada pada tingkat
spiritual 20-25%, itu di karenakan, akibat dari lebih suka dan memilih katanya,
dari pada melakukan praktek spiritual sendiri/langsung di TKP, untuk
mengembangkan spiritualnya dan membuktikan spiritualnya,
Mereka juga mengidentifikasikan diri mereka dengan ke
5 indera dan intelek. Hal ini tercermin dalam kehidupan kita, dimana fokus
utama kita terletak pada penampilan fisik kita dan sikap kita, yang tidak apa
adanya, tentang kecerdasan atau
kesuksesan spiritual kita.
Padahal, banyak bukti yang nyata, bahwa dengan
melakukan praktek spiritual langsung di lapangan, bukan sekedar katanya, ketika
kita tumbuh ke tingkat pencapaian spiritual 80%, kita terbebas dari siklus
kehidupan dan kematian. Setelah tingkat pencapaian spiritual ini, kita dapat
melunasi apapun yang tersisa dari akun-akun memberi dan menerima kita, dari
alam-alam non-fisik/halus ke atas.
Tujuan Hidup atau arti Hidup;
Sering kali kita mendengar pertanyaan tentang ‘Apa
arti dari hidup?’ atau ‘Apakah tujuan hidup itu?’ atau ‘Kenapa kita dilahirkan?
Dalam kebanyakan kasus, kita memiliki agenda
masing-masing tentang apa yang menjadi tujuan dalam hidup kita. Namun dari
sudut pandang spiritual, terdapat dua alasan dasar tentang mengapa kita
dilahirkan, di artikel lain, saya sudah pernah mengungkap bab Mengapa Kita
Dilahirkan. Bagi yang sudah membacanya, pasti tau alasannya, mengapa kita
dilahirkan. Alasan inilah, yang mendefinisikan tujuan hidup kita yang paling
mendasar.
Tujuan-tujuan ini diantaranya adalah;
Untuk menyelesaikan akun perhitungan memberi dan menerima
atau sebab akibat (Karma), yang kita miliki dengan berbagai sesama hidup.
Untuk membuat kemajuan spiritual dengan tujuan akhir,
kembali ke asal usul sangkan paraning dumadi, atau dalam istilah lain, bersatu
dengan Hyang Maha Suci Hidup (inna lillaahi wa inna illaahi roji’un), dan
dengan demikian keluarlah kita dari siklus kelahiran dan kematian.
Apa yang dimaksud dalam hal ini.
Mengenai tujuan Hidup/arti Hidup kita?
Sebagian besar dari kita memiliki tujuan Hidup/arti Hidup
masing-masing. Tujuan Hidup ini, mungkin menjadi seorang dokter, menjadi kaya
dan terkenal atau mewakili Negara dalam bidang tertentu atau bla... bla...
bla... lainnya.
Apapun tujuannya, bagi sebagian besar dari kita, lebih
banyak tujuan tersebut lebih dominan keduniawiannya. Sistem-sistem pendidikan
kita yang ada telah tertata untuk membantu kita mengejar tujuan-tujuan duniawi
itu. Sebagai orang tua kita juga menanamkan tujuan Hidup duniawi yang sama,
pada anak-anak kita, dengan mendorong mereka untuk belajar dan masuk dalam
profesi-profesi yang memberikan mereka manfaat keuangan lebih banyak,
dibandingkan dengan profesi kita sendiri yang sebenarnya.
Seseorang mungkin bertanya, “Bagaimanakah memiliki
tujuan Hidup duniawi ini, bisa sejalan dengan tujuan Hidup spiritual, dan
alasan untuk kelahiran kita di Bumi?”
Jawabannya cukup sederhana. Kita berjuang untuk tujuan
duniawi, terutama untuk mencari kepuasan dan kebahagiaan. Upaya untuk mencapai
‘kebahagiaan puncak dan kekal’ tersebut, pada hakikatnya, merupakan apa yang
mendorong semua tindakan kita.
Namun, setelah kita mencapai tujuan duniawi kita,
kebahagiaan dan kepuasaan yang dihasilkan, hanya bertahan sebentar/singkat,
kemudian kita mengejar mimpi selanjutnya untuk bisa diraih lagi.
‘Kebahagiaan yang puncak dan kekal’ hanya dapat dicapai
melalui praktek spiritual yang sesuai dengan ke tiga prinsip-prinsip dasar
dari praktek spiritual, yang sudah saya uraikan diatas. Wujud kebahagiaan
tertinggi yaitu Kebahagiaan abadi (Tenteram). Tenteram merupakan aspek dari
Hyang Maha Suci Hidup.
Ketika kita bersatu dengan-Nya, kita pun merasakan
Tenteram yang terus menerus (ABADI).
Ini bukan berarti, bahwa kita harus meninggalkan apa
yang kita lakukan dan hanya fokus pada praktek spiritual saja.
Apa yang dimaksud, adalah,,, hanya dengan melakukan
praktek spiritual bersamaan dengan kehidupan duniawi, barulah kita dapat
mengalami kebahagiaan yang puncak dan kekal dalam arti sebenarnya, yaitu;
Tenteram (Kebahagia’an Abadi).
Singkatnya, semakin tujuan Hidup kita berselaras
dengan pesatnya perkembangan spiritual kita, semakin Hidup kita menjadi kaya,
dan semakin sedikit Rasa sakit yang kita alami dari Hidup, hari demi hari di
sepanjang kehidupan kita ini.
Namun terkadang, orang-orang di atas tingkat
pencapaian spiritual 80%, biasanya, setelah berhasil dalam pencapaiannya, bisa saja
memilih untuk dilahirkan ke Bumi lagi, untuk membimbing sesama manusia hidup,
yang di kasihinya dalam Spiritualitas.
Pertumbuhan spiritual yang sempurna, hanya bisa terjadi
melalui praktek spiritual langsung, yang sesuai dengan ke tiga prinsip-prinsip
dasar dari praktek spiritual itu sendiri. Jalan spiritual yang tidak sesuai
dengan ke tiga prinsip-prinsip dasar dari praktek Spiritual, menyebabkan
stagnasi dalam pertumbuhan Spiritual seorang individu. He he he . . .
Edan Tenan. SALAM RAHAYU HAYU MEMAYU HAYUNING KARAHAYON KANTI TEGUH SLAMET
BERKAH SELALU Untukmu Sekalian para
Kadhang Konto dan Kanti Anom maupun Sepuh
kinasih saya, yang senantiasa di Ridhoi ALLAH Azza wa Jalla Jalla
Jalaluhu. Pamrih saya berharap POSTINGAN SAYA
KALI INI. Dapat Bermanfaat untuk
semua Kadhang kinasihku sekalian tanpa
terkecuali yang belum mengetahui ini dan Bisa Menggugah Rasa Hidup nya siapapun
yang membacanya.
*Matur
Nuwun ROMO....._/\_.....Terima Kasih.Terima Kasih. Terima Kasih*
Ttd:
Wong Edan Bagu
Putera
Rama Jayadewata Tanah Pasundan
Handphon: 0858 – 6179 - 9966
http://putraramasejati.wordpress.com
http://webdjakatolos.blogspot.com
Post a Comment