MARI KITA MEMELUK DIRI SENDIRI:

MARI KITA MEMELUK DIRI SENDIRI:
Oleh: Wong Edan Bagu
Putera Rama Jayadewata Tanah Pasundan
Handphon:  0858 – 6179 - 9966
Documents Hari Rabu. tgl 03. Sept, Tahun 2014

Setiap saat perhatian kita tersita oleh urusan-urusan di luar diri sendiri. Terkait dengan target yang harus dicapai. Menjajahi beragam hiburan untuk menyegarkan otak. Atau tersita oleh permainan yang berguna sebatas untuk melepaskan keletihan otak, yang hampir hank, karena kepenuhan data. Setiap hari manusia terus dipacu aneka rencana yang menggelorakan semangatnya, untuk bekerja keras, sehingga tak ada kesempatan berhenti sejenak pun, untuk mengistirahatkan pikiran dan menjernihkan hati. Siang hari dihabiskan seluruhnya untuk menuntaskan seabrek tugas yang harus diselesaikan, dan malam hari dihamburkan untuk menonton televisi atau kelon, sekadar untuk menyegarkan pikiran. Kelihatannya seluruh kegiatan itu untuk memenuhi diri sendiri, akan tetapi, nyatanya, menghempaskan atau menggerus kesegaran diri sejati.

Bukankah semua kecenderungan itu hanya untuk pemenuhan hawa nafsu?
Dimana manusia bisa mengasuh kesegaran bagi jiwanya?

Saban hari manusia didera oleh sasaran dan rencana kerja yang terinspirasi oleh impian yang melambung tinggi. Ia terikat dengan masa depan. Dia pun tidak bisa menghayati dan merasakan keindahan yang terhidang hari ini, lantaran perhatiannya hanya tertuju pada masa depan berikut ilusi yang menyelubungi pikirannya. Bagaikan orang yang telah memesan menu yang paling lezat di sebuah restoran, setelah menu itu berada di depan meja, dan siap disantap, tiba-tiba pikiran terbajak oleh rencana yang harus dijalankan beberapa saat kemudian. Karena pikirannya terjerat oleh urusan berikutnya, maka saat itu dia tidak bisa menikmati kelezatan makanan yang terhidang di depannya. Begitulah, makanan yang mahal dan amat lezat, lantaran tidak diikuti oleh Rasa mahal dan lezat, dia pun gagal untuk mencerap kelezatan makanan tersebut. .. He he he . . . Edan Tenan.

Saat ini kita berada dalam sebuah ruang publik yang amat kecil (mini-sphere), seolah-olah ruang aktivitas manusia makin meluas, hanya saja sering menyempitkan ruang hati. Jaringan manusia makin meningkat, meluas, akan tetapi esensinya rapuh, garing, dan tak berasa.

Saat teknologi mempermudah manusia untuk menjalin relasi, maka manusia terus disibukkan oleh komunikasi lewat beragam karakter manusia. Seakan dunia tidak pernah berada dalam kesepian, kesunyian, atau kesenyapan, akan tetapi selalu dipenuhi dengan suasana riuh rendah dan ramainya komunikasi yang hampir tanpa jeda. Adanya ponsel telah menggerus perhatian manusia terhadap dirinya sendiri, karena akan terus ada proses komunikasi yang tak pernah berhenti, kecuali bagi orang yang disiplin mengelola komunikasi. Tambah lagi, dunia maya pun tak ketinggalan menawarkan berbagai teknologi yang memudahkan kita berbagi perasa’an GALAU, berbagi foto, hingga berbagi selera lewat e-mail, facebook, blog yang membuat manusia haus untuk makin memperluas jaringan. Sebuah jaringan yang kiranya bisa menyuguhkan kesenangan dan menyapu Perasa’an kesepiannya. He he he . . . .Uedan... Tenan. Saya bisa bicara dan ngomong, karena ikut mengalaminya, tapi setelah sadar mengetahuinya, jadi mesem karo ngguyu koyo nonton (DKI) Dono Kasino Indro pedot kolore.

Apabila manusia telah berada di pusaran keramaian yang tak berkesudahan ini, dampaknya mereka akan mengalami kesulitan untuk menyapa, mencium, dan memeluk diri sendiri. Ketika kita menghabiskan waktu untuk berbicara dengan orang lain, niscaya kita tidak memiliki waktu untuk bisa berbicara atau berdialog dengan diri yang terdalam (silolukai). Padahal, bila semangat dialog dengan suara terdalam telah terhambat, kekeriangan batin terasa meruap, dan goncangan pun tak henti-hentinya mendera perasaan jiwa kita. Ada kehampaan yang menyebar begitu saja ke dalam hati. Karena itu, jarak manusia dengan dirinya sendiri makin menganga. Kadang ia lebih mengenal orang lain ketimbang dirinya sendiri. Sampa-sampai, dia lebih bisa melihat belexnya orang lain dari pada belexnya sendiri.

Mengapa begitu?
Karena sudut pandangnya hanya dipergunakan untuk meneropong keada’an di luar dirinya, dan dia tidak bisa meresapi setiap keada’an yang mewarnai perjalanan hidupnya sendiri. Makin hari hatinya makin mengalami kehampa’an dan kekeringan, lantaran tidak pernah bisa berdialog dengan kejernihan yang bermukim dalam hati/dirinya.

Bagaimana agar kita bisa berdialog bahkan bisa memeluk diri sendiri?
Diri kita adalah aset utama yang dianugerahkan oleh Allah SWT. Andaikan kita tidak bisa menghargai aset paling agung ini, niscaya kita bakal tergerak untuk mengagungkan aset selain diri sejati. Andaikan kita menyadari diri kita sebagai aset yang paling berharga, maka kita harus memiliki waktu istimewa untuk bisa menyapa diri kita lebih dekat .

Lepaskanlah sekat-sekat yang membuat kita sering berjarak dengan diri sendiri. Rasakan setiap kenikmatan yang dianugerahkan pada kita, bahkan kita terus menghayati dari aras jasmani hingga aras rohani. Saat kita bisa menghayati dan menikmati proses penjelajahan dari luar ke dalam, dari dalam ke luar itu, niscaya kita bakal merasakan suatu hal yang agung, dimana didalamnya, bermukim seluruh harapan inti-sari pati yang didamba oleh seluruh manusia Hidup, berupa kebahagia’an/Tenteram.

Ada saat prima kita bisa menyapa diri sendiri, misalnya selepas shalat, selepas sembahyang, selepas memuja, selepas wiridz, selepas kebaktian, selepas bersamadi, selepas tafakkur, selepas bersesaji, selepas persembahan. Kita meluangkan waktu sejenak, menyelami keada’an diri, menyapa kesegaran batin lewat upaya KUNCI. Mungkinkah dari setiap lintasan aktivitas yang dijalani selama ini, ada suatu yang menorehkan luka di hati orang lain, atau membekaskan Perasa’an gelisah di dalam hati kita sendiri? Sembari menggemakan KUNCI, kita terus merasakan kedamaian yang meruap dari kedalaman hati/jiwa. Bangunlah Rasa hormat pada diri sendiri, perlahan-lahan suara keagungan pun, berdentang dari diri kita.
Buktikan... Butktikan saja kalau tidak Percaya. Ini ilmu saya dalam menggali Rasa sejati Urip, sejatine Rasa Urip.

Suara keagungan itu mengekspresikan suara kebijaksana’an yang ditunggu untuk menenangkan jiwa. Terpenting setiap hari kita meluangkan waktu untuk berbicara dengan diri sendiri, entah di pagi hari, di siang hari, terutama di malam hari, untuk bisa mengevaluasi diri secara ketat, agar kita bisa menemukan kelembutan yang bermukim di hati/jiwa kita. Sa’at sepertiga malam yang penuh Pangestu dan Pangayoman, kita berusaha menyusup ke dalam diri sendiri, mengorek segala sesuatu yang perlu diperbaiki, hingga di siang harinya,  ada kecerahan yang terpancar dari wajah kita. Manakala kita bisa mengevaluasi diri sendiri disertai ketulusan yang sadar untuk mengenal kedalaman diri sendiri, maka kebahagia’an keHidupan dan Ketenteraman Hidup, perlahan-lahan bakal menghiasi roh dan Roh kita, raga dan jiwa kita, perasa’an dan Rasa kita... He he he . . . Edan Tenan. SALAM RAHAYU HAYU MEMAYU HAYUNING KARAHAYON KANTI TEGUH SLAMET BERKAH SELALU  Untukmu Sekalian para Kadhang Konto dan Kanti Anom maupun Sepuh  kinasihku, yang senantiasa di Ridhoi ALLAH Azza wa Jalla Jalla Jalaluhu. Pamrih saya berharap POSTINGAN SAYA  KALI  INI. Dapat Bermanfaat untuk semua Kadhang  kinasihku sekalian tanpa terkecuali yang belum mengetahui ini dan Bisa Menggugah Rasa Hidup nya siapapun yang membacanya.
*Matur Nuwun ROMO....._/\_.....Terima Kasih.Terima Kasih. Terima Kasih*
Ttd: Wong Edan Bagu
Putera Rama Jayadewata Tanah Pasundan
Handphon:  0858 – 6179 - 9966
http://putraramasejati.wordpress.com

http://webdjakatolos.blogspot.com