LIHAT KE BELAKANG DENGAN PANDANGAN JERNIH dan JANGAN MELIHAT KE DEPAN DENGAN MATA BUTA “_2024_”
LIHAT KE
BELAKANG DENGAN PANDANGAN
JERNIH dan JANGAN MELIHAT KE
DEPAN DENGAN MATA
BUTA “_2024_”
Oleh:
Wong Edan Bagu
Putera
Rama Jayadewata Tanah Pasundan
Djawa
dwipa. Hari Minggu Wage. Tgl 01 November 2015
Ramalan Joyoboyo
Kedelapan dan Reinkarnasi.
Noyo Genggong
Sabdo Palon;
Noyo
Genggong dan Sabdo Palon, Dua pendeta penasihat sekaligus punakawan kerajaan
Majapahit ini, memang bukan tokoh sembarangan. Selama ini ditafsirkan sebagai
makhluk halus. Wadag atau tubuhnya memang sebagaimana lazimnya orang biasa. Namun
Roh Suci atau Roh Gaibnya yang luar biasa,
ia mampu bereinkarnasi ribuan kali sejak manusia pertama tinggal di bumi.
Sebagai
pendeta Buddha Jawa (Jowo Sanyoto, agama negara Majapahit) utamanya di kerajaan
Majapahit, ilmu agamanya sempurna bahkan lebih sempurna dibanding para pengikut
utama Dalai Lama di Tibet. Dari jaman ke jaman Noyo Genggong Sabdo Palon, terus-menerus
berganti raga (wadag), yakni pada saat raganya memang sudah tua dan meninggal
dunia.
Wadag
baru pilihan itu, tidak atas kemauan pribadi Roh Noyo Genggong Sabdo Palon.
akan tetapi atas kehendak Sang Hyang Wenang ing Jagad... He he he . . . Edan Tenan.
Jadi,,,
sebenarnya walau Majapahit runtuh, Sabdo Palon dan pendahulunya Noyo Genggong
tidak pernah murca atau hilang, dia hidup sebagai manusia biasa di bumi manusia
ini. Silsilah Sabdo Palon dalam 2500 tahun terakhir mengayomi tanah Jawa, dan
bumi bagian Selatan (Man Yang) adalah sebagai berikut.: Pertama Semar. Kedua
Humarmoyo. Ketiga Manikmoyo. Ke’empat Sang Hyang Ismoyo. Kelima Noyo Genggong. Dan Ke’enamnya Sabdo Palon, dan di tahun 2015 ini ......???! dan di Tahun 2024 nanti...?!!!.
He he he . . . Edan Tenan.
Ramalan
Sri Aji Joyoboyo kedelapan, bahwa Noyo Genggong Sabdo Palon akan kembali ke
Nusantara, tentu ditafsirkan Noyo Genggong Sabdo Palon kelak berkiprah kembali
sebagai pendamping dan penasihat, daripada pemimpin negeri suatu kerajaan Jowo
Sanyoto.
Tatkala
Majapahit pada era keruntuhannya sekitar 1478, di hadapan Sang Natapraja Prabu
Brawijaya, yang kala itu berganti haluan
memeluk Islam, sedangkan Noyo Genggong Sabdo Palon tetap bertahan sebagai titah
dengan Jowo Sanyoto. Sebelum murca (lenyap) Noyo Genggong Sabdo Palon berjanji,
"Yang Mulia, kita ditakdirkan untuk berpisah, tetapi harap Yang Mulia
ingat, limaratus tahun lagi, aku akan kembali ke marcapada bumi Nusantara untuk
menjalankan titah-Nya."
Tepat
waktu sebagaimana dijanjikan Noyo Genggong Sabdo Palon, maka pada 1978. (500
tahun sejak Majapahit runtuh berikut murcanya Noyo Genggong Sabdo Palon )
Seorang Putera Mahkota yang Hilang dari kedaton, karena suatu Politik, wadagnya dipergunakan oleh Noyo Genggong Sabdo
Palon lengkap dengan Jowo Sanyoto-nya, lelaki itu menyebut dirinya MSS.
Sejak
awal dilahirkan, sosoknya yang sebagai Bocah Angon soko Gunung, anak hilang
itu, (Putera Mahkota Yang tak Terdaftar itu) berstamina dan memiliki energi
besar, ditambah daya intelijensinya yang sangat kuat dan luar biasa. Hingga sampai
dimasa tuanyapun tidak berubah sedikitpun, Bicaranya menyihir barang siapa saja
yang mendengarkannya.
Noyo
Genggong Sabdo Palon yang satu ini, membawa ajaran dalam Kitab Hidup tanpa
wujud dan tulis. Ajaran "SUCI" (HIDUP) Adam Makna (bukan Betaljemur
Adam Makna) atau (Al-qur’an atau Injil atau
at-taurat dll) Salah satu isi kitab itu ialah, tentang penjabaran
daripada “RASA” . “ HIDUP” . “ SUCI”
(yang bagi semua manusia Hidup tanpa terkecuali, sangat penting sekali, karena
merupakan satu-satunya ilmu tertinggi dalam dunia kebathinan dan falsafah di
Nusantara).
Dan
Persiden Republik Indonesia yang pertama, yaitu ir. Soekarno, sempat menjadi
momongannya. Beliau MSS meninggal pada Hari Selasa Pon Tanggal 3 Maret 1981. Dan
tentu saja, ia tidak pernah mengumumkan
jatidirinya kepada siapapun, kecuali orang-orang yang dipilihnya saja, Sosoknya
yang biasa-biasa saja, Bak bocah Angon soko Gunung, namun keistimewa’annya, teresohor
hingga ke manca negara, dalam usianya yang sudah tua, menjelang ajalnya, stamina
tubuhnya tetap luarbiasa, apalagi saat ia berbicara, seolah menyihir para
pendengarnya. Dan keberaniannya berbicara menghadapi tokoh apapun dan manapun
sangat luar biasa.
Semasa
jaman Majapahit dalam wasiatnya Noyo Genggong Sabdo Palon. Beliau mengatakan; "Hanya atas kehendak Sang Hyang Wenang
ing Jagad, yang maha menentukan manusia pilihan sebagai wadag baru Noyo
Genggong Sabdo Palon."
Proses
perpindahan Noyo Genggong Sabdo Palon ke wadag barunya, berbeda dengan
reinkarnasi pendeta Buddha Tibet.
Noyo
Genggong Sabdo Palon memasuki tubuh remaja atau dewasa yang telah ditakdirkan,
atau di pilih oleh Sang Hyang Wenang ing Jagad, meninggal dunia dan atas
kehendakNya pula tubuh tersebut hidup kembali sebagai reinkarnasi Sabdo Palon
baru dengan nama baru pula. Tapi pada reinkarnasi pendeta Tibet, terjadi sejak
dalam kandungan ibunya, hingga lahir ke dunia sebagai bayi reinkarnasi
pendeta Buddha Tibet.
Kejayaan
Nusantara dalam ramalan Sri Aji Joyoboyo, akan terjadi tatkala munculnya
kembali Sabdo Palon dan Noyo Genggong. "Kejayaan Nusantara yang lebih
dahsyat daripada kerajaan Majapahit, akan terwujud bila dunia mengalami
goro-goro besar, semacam perang dunia dahsyat atau bencana alam berskala besar,
misalnya jatuhnya benda angkasa, meletusnya gunung berapi, dan lain-lain. Usai
goro-goro terjadi, maka dunia akan kembali seperti sediakala. Pada saat itulah
tatanan politik dunia baru akan terbentuk dan jauh berbeda dari peta dunia
modern sebelumnya. Pasca goro-goro itulah di Nusantara akan muncul Ratu adil
dan Noyo Genggong Sabdo Palon berdampingan menentukan nasib Nusantara dan bumi
bagian selatan (Man Yang) dalam satu tata pusat pemerintahan baru," demikian
ucapan orisinil MSS pada 1980 Sebelum Beliau Meninggalkan Dunia.
MASJID KORAT-KARIT.
LANGGAR BUBAR;
Istilah
ini dulu pernah didengungkan oleh para leluhur atau nenek moyang Majapahit. Di
Jawa, sangat dikenal ditelinga sewaktu menceritakan kedatangan saudagar Arab
yang menumpang Pedagang Gujarat India (mungkin faham Islam Ahmadiyah, tapi
ingat ya, ini hanya analisa), karena di Arab tidak mengenal Kapal laut. Arab
sendiri paham Wahabi (ini juga analisa terserah mereka mau paham apa). Akhirnya
sekarang ahmadiyah disesatkan karena tidak mengikuti adat/syareat Islam Arab
Mekkah.
Pada
jaman Majapahit orang Arab sudah datang berdagang, tapi islam (pahamnya) belum
berkembang. Setelah melihat orang-orang jaman Majapahit jujur, lugu dan bodoh,
mereka ingin menguasai Negeri Nusantara dengan pahamnya (bisa dilihat betapa
bodohnya bangsa kita yang lugu, masih ada hingga sa`at ini. Entah...bagaimana
pikiran Babah Patah mau menghancurkan leluhurnya, setelah dibujuk
rayu oleh para syekh/wali/sunan hingga ada sejarah Kerajaan Islam Demak. tetapi leluhur tidak
terima, maka keluarlah kutukan yang dikenal dengan sebutan SABDO PALON. Biarpun
sebagian besar rakyat Jawa tidak percaya karena sudah tiap hari kena sejarah dan
budaya serta bahasa Arab, tapi terbukti Islam cuma menguasai 75% dan hanya 75
Tahun saja, dan keraton Demak yang di rancang sebagai satu-satunya keraja’an
islam di tanah jawapun sirna tanpa bekas, kecuali puing-puing peninggalannya,
yang sebagai bukti, bahwa keraja’an demak pernah ada. Mengapa ?.
Itulah
kepintaran bangsa Arab, yang terkenal dulu 1000 tahun Jahilliyah, memanfaatkan
keadaan, karena kerajaan itu harus satu yakni Arab dan lainnya dicap kerajaan
kafir, Mending Bangsa Eropa, hingga 350 tahun, karen, masih mau melaksanakan
adat budaya jawa dan melindungi tempat leluhurnya, sampai datang tentara Budha
Jepang, itupun hanya 3 setengah tahun. hingga Bung Karno Putra Nusantara, yang
nota bene keturunan Majapahit, bukan Eropa atau Arab, yang menjadi salah satu
pejuang kemerdekaan, biarpun harus beragama Import karena memang harus Impor,
karena Ageman bangsa ini ditinggalkan. yakni SIWA BUDA, WISNU BUDA. Dan
terbukti sampai sekarang, yang tidak mengikuti adat budaya dan ageman bangsa
Arab, dicap sesat kafir dan sebagainya, padahal jangankan melaksanakan RUKUN
ISLAM dan IMAN nya, mengakupun mereka kawula ini, sebagian besar tidak tahu
darimana cara melaksanakan ajaran Asing dengan bahasa arabnya.
Setelah
limaratus tahun runtuhnya Majapahit, para Leluhur memberikan ultimatum akan
datang menyebarkan Agama Buda lagi hingga tentram seperti pada walanya dulu,
karena Majapahit. Teorinya diklaim Hindu (India) tapi prakteknya Siwa Buda
Majapahit, tidak identik sama sekali dengan India, di Bali Ritualnya, Adat
budayanya lebih lengkap, masalah Ke Tuhan/ Ida Hyang Widhi
Wasa/Allwoh/Allah/Thian ataupun sebutan yang lain kalau memang Tuhan itu satu, seperti
adzannya orang Islam (Tiada Tuhan selain Allwoh).
Hingga
terjadi banyak musibah dan kejadian alam sebagai salah satu bukti leluhur
bangsa ini sudah bisa merumuskan akan yang terjadi. Berhubung keturunannya
tidak boleh percaya dengan kitabnya sendiri, maka semua ini dianggap Takhayul,
tapi terbukti. Semua kaum atau bangsa punya kitab sendiri-sendiri, tapi
penjajahan di Negeri ini menyebabkan kita mengenal kitab-kita yang diimport
(tapi itu Hak asasi).
Di
Majapahit ada kitab Sutasoma dan lainnya yang di pakai. Pancasila sebagai dasar
negara inipun mau diganti, karena tidak sesuai dengan sareat Arab (kata Nordin
yang ingin ngetop tapi sudah tewas ketemu Mungkar Nakir di jemput bidadari
katanya (betapa tololnya, tapi itu Hak asasi
mereka). Inilah cuplikan Ramalan Hyang Sabda Palon. Mesjit korat-karit langgar
bubar. Kalau kena gempa kan ambruk dan bubar. Kasihan...tapi salut mereka
bilang ini sudah takdir dari Allwoh.. He he he . . . Edan Tenan.
Kapankah
terjadinya goro-goro besar dan munculnya ratu adil?
Pertanyaan
itu akan terjawab setelah ada jawaban atas pertanyaan berikut, "Siapakah
yang kini dipilih oleh Sang Hyang Wenang ing Jagad, menjadi manusia pilihan-Nya
sebagai wadag terbaru daripada reinkarnasi Sabdo Palon?"
Dan...
Beliaulah sumber jawabannya. Namun Tanda-Tandanya... Seperti Sabda Beliau
Dibawah ini;
TERJEMAHAN BEBAS
RAMALAN NOYO GENGGONG
SABDA PALON YANG
DULU DILARANG TANPA
ALASAN YANG JELAS.
Sedulur...
Para Ahli Spiritual dan Sejarah dimanapun berada...
Masih
Ingatlah kepada kisah lama yang ditulis di dalam buku babad tentang negara
Mojopahit. Waktu itu Sang Prabu Brawijaya mengadakan pertemuan dengan Sunan
Kalijaga didampingi oleh Punakawannya yang bernama Sabda Palon Naya Genggong.
1.
Sang Prabu Brawijaya, Sabdanira arum manis, Nuntun dhatêng punakawan, Sabda
Palon paran karsi, Jênêngsun sapuniki, Wus ngrasuk agama Rasul, Heh ta kakang
manira, Meluwa agama suci, Luwih bêcik iki agama kang mulya.
Artinya:
Kala itu...
Sang
Prabu Brawijaya, Bersabda dengan lemah lembut, Mengharapkan kepada kedua
punakawan (pengiring dekat)-nya, Tapi Sabda Palon tetap menolak, Diriku ini
sekarang, Sudah memeluk Agama Rasul (Islam), Wahai kalian kakang berdua,
Ikutlah memeluk agama suci, Lebih baik karena ini agama yang mulia.
2.
Sabda palon matur sugal, Yen kawula boten arsi, Ngrasuka agama Islam, Wit kula
puniki yêkti, Ratuning Dang Hyang Jawi, Momong marang anak putu, Sagung kang
para Nata, Kang jumênêng ing tanah Jawi, Wus pinasthi sayêkti kula pisahan.
Artinya:
Lalu...
Sabda
Palon menghaturkan kata-kata agak keras, Hamba tidak mau, Memeluk agama Islam,
Sebab hamba ini sesungguhnya, Raja Dang Hyang (Penguasa Gaib) tanah Jawa,
Memelihara kelestarian anak cucu (penghuni tanah Jawa), (Serta) semua Para
Raja, Yang memerintah di tanah Jawa, Sudah menjadi suratan karma (wahai Sang
Prabu), kita harus berpisah.
3.
Klawan Paduka sang Nata, Wangsul maring sunyaruri, Mung kula matur petungna,
Ing benjang sakpungkur mami, Yen wus prapta kang wanci, Jangkêp gangsal atus
taun, Wit ing dintên punika, Kula gantos agami, Gama Budi kula sêbar ing tanah
Jawa.
Artinya:
Dengan
Paduka Wahai Sang Raja, Kembali ke Sunyaruri (Alam kosong tapi ber-‘isi’; Alam
yang tidak ada tapi ada), Hanya saja saya menghaturkan sebuah pesan agar Paduka
menghitung, Kelak sepeninggal hamba, Apabila sudah datang waktunya, Genap lima
ratus tahun, Mulai hari ini, Akan saya ganti agama (di Jawa), Gama Budi akan
saya sebarkan di tanah Jawa.
4.
Sintên tan purun nganggeya, Yêkti kula rusak sami, Sun sajakkên putu kula,
Brêkasakan rupi-rupi, Dereng lêga kang ati, Yen durung lêbur atêmpur, Kula
damêl pratandha, Pratandha têmbayan mami, Hardi Mrapi yen wus njêblug mili
lahar.
Artinya:
Siapa
saja yang tidak mau memakai, Akan saya hancurkan, Akan saya berikan kepada cucu
saya sebagai tumbal, Makhluk halus berwarna-warni (Kekuatan negatif alam),
Belum puas hati hamba, Apabila belum hancur lebur, Saya akan membuat pertanda,
Pertanda sebagai janji serius saya, Gunung Mêrapi apabila sudah meletus
mengeluarkan lahar.
5.
Ngidul ngilen purugira, Nggada bangêr ingkang warih, Nggih punika wêkdal kula,
Wus nyêbar agama Budi, Mêrapi janji mami, Anggêrêng jagad satuhu, Karsanireng
Jawata, Sadaya gilir gumanti, Botên kenging kalamunta kaowahan.
Artinya:
Ke
arah selatan barat mengalirnya, Berbau busuk air laharnya, Itulah waktu saya,
Sudah mulai menyebarkan Agama Budi, Mêrapi janji saya, Menggelegar seluruh
jagad, Kehendak Tuhan, (Karena) segalanya (pasti akan) berganti, Tidak mungkin
untuk dirubah lagi.
6.
Sangêt-sangêting sangsara, Kang tuwuh ing tanah Jawi, Sinêngkalan tahunira,
Lawon Sapta Ngêsthi Aji, Upami nyabarang kali, Prapteng têngah-têngahipun,
Kaline banjir bandhang, Jêrone ngelebna jalmi, Kathah sirna manungsa prapteng pralaya.
Artinya:
Sangat
sangat sengsara, Yang hidup di tanah Jawa, Perlambang tahun kedatangannya,
LAWON SAPTA NGĒSTHI AJI (LAWON ; 8, SAPTA ; 7, NGĒSTHI ; 9, AJI ; 1 = 1978
Syaka atau 2056 Masehi), Seandainya menyeberangi sebuah sungai, Ketika masih
berada di tengah-tengah, Banjir bandhang akan datang tiba-tiba, Tingginya air
mampu menenggelamkan manusia, Banyak manusia sirna karena mati.
7.
Bêbaya ingkang tumêka, Warata sa Tanah Jawi, Ginawe Kang Paring Gêsang, Tan
kenging dipun singgahi, Wit ing donya puniki, Wontên ing sakwasanipun, Sadaya
pra Jawata, Kinarya amêrtandhani, Jagad iki yêkti ana kang akarya.
Artinya:
Bahaya
yang datang, Merata diseluruh tanah Jawa, Diciptakan oleh Yang Memberikan
Hidup, Tidak bisa untuk ditolak, Sebab didunia ini, Di bawah kekuasaan, Tuhan
dan Para Dewa, Sebagai bukti, Jagad ini ada yang menciptakan.
8.
Warna-warna kang bêbaya, Angrusakên Tanah Jawi, Sagung tiyang nambut karya,
Pamêdal boten nyêkapi, Priyayi keh bêranti, Sudagar tuna sadarum, Wong glidhik
ora mingsra, Wong tani ora nyukupi, Pamêtune akeh sirna aneng wana.
Artinya:
Bermacam-macam
mara bahaya, Merusak tanah Jawa, Semua yang bekerja, Hasilnya tidak mencukupi,
Pejabat banyak yang lupa daratan, Pedagang mengalami kerugian, Yang berkelakuan
jahat semakin banyak, Yang bertani tidak mengahsilkan apa-apa, Hasilnya banyak
terbuang percuma dihutan.
9.
Bumi ilang bêrkatira, Ama kathah kang ndhatêngi, Kayu kathah ingkang ilang,
Cinolong dening sujanmi, Pan risaknya nglangkungi, Karana rêbut rinêbut, Risak
tataning janma, Yen dalu grimis keh maling, Yen rina-wa kathah têtiyang
ambegal.
Artinya:
Bumi
hilang berkahnya, Banyak hama mendatangi, Pepohonan banyak yang hilang, Dicuri
manusia, Kerusakannya sangat parah, Sebab saling berebut, Rusak tatanan moral,
Apabila malam turun hujan banyak pencuri, pabila siang banyak perampok.
10.
Heru hara sakeh janma, Rêbutan ngupaya kasil, Pan rusak anggêring praja, Tan
tahan pêrihing ati, Katungka praptaneki, Pagêblug ingkang linangkung, Lêlara
ngambra-ambara, Waradin sak-tanah Jawi, Enjing sakit sorenya sampun pralaya.
Artinya:
Huru
hara seluruh manusia, Berebut mencari hidup, Rusak tatanan negara, Tidak tahan
pedihnya hati, Disusul datangnya, Wabah yang sangat mengerikan, Penyakit
berjangkit ke mana-mana, Merata seluruh tanah Jawa, Pagi sakit sorenya mati.
11.
Kêsandhung wohing pralaya, Kasêlak banjir ngêmasi, Udan barat salah mangsa,
Angin gung anggêgirisi, Kayu gung brastha sami, Tinêmpuhing angin agung, Kathah
rêbah amblasah, Lepen-lepen samya banjir, Lamun tinon pan kados samodra bêna.
Artinya:
Belum
selesai wabah kematian, Ditambah banjir bandhang semakin menggenapi, Hujan
besar salah waktu, Angin besar mengerikan, Pepohonan besar bertumbangan, Disapu
angin yang badai, Banyak yang roboh berserakan, Sungai-sungai banyak yang
banjir, Apabila dilihat bagaikan lautan meluap.
12.
Alun minggah ing daratan, Karya rusak têpis wiring, Kang dumunung kering kanan,
Kajêng akeh ingkang keli, Kang tumuwuh apinggir, Samya kentir trusing laut,
Sela gêng sami brastha, Kabalêbêg katut keli, Gumalundhung gumludhug
suwaranira.
Artinya:
Ombak
naik ke daratan, Membuat rusak pesisir pantai, Yang berada dikiri kanannya,
Pohon banyak yang hanyut, Yang tumbuh dipesisir, Hanyut ke tengah lautan,
Bebatuan besar hancur berantakan, Tersapu ikut hanyut, Bergemuruh nyaring
suaranya.
13.
Hardi agung-agung samya, Huru-hara nggêgirisi, Gumalêgêr swaranira, Lahar wutah
kanan kering, Ambleber angêlêbi, Nrajang wana lan desagung, Manungsanya keh
brastha, Kêbo sapi samya gusis, Sirna gêmpang tan wontên mangga puliha.
Artinya:
Gunung
berapi semua, Huru hara mengerikan, Menggelegar suaranya, Lahar tumpah kekanan
dan kekirinya, Menenggelamkan, Menerjang hutan dan perkotaan, Manusia banyak
yang tewas, Kerbau dan Sapi habis, Sirna hilang tak bisa dipulihkan lagi.
14.
Lindhu ping pitu sadina, Karya sisahing sujanmi, Sitinipun samya nêla,
Brêkasakan kang ngêlêsi, Anyeret sagung janmi, Manungsa pating galuruh, Kathah
kang nandhang roga, Warna-warna ingkang sakit, Awis waras akeh kang prapteng
pralaya.
Artinya:
Gempa
bumi sehari tujuh kali, Membuat ketakutan manusia, Tanah banyak yang
retak-retak, Makhluk halus (Kekuatan negatif alam) yang menghabisi, Menyeret
semua manusia, Manusia menjerit-jerit, Banyak yang terkena penyakit,
Bermacam-macam sakitnya, Jarang yang bisa sembuh malahan banyak yang menemui
kematian.
15.
Sabda Palon nulya mukswa, Sakêdhap botên kaeksi, Wangsul ing zaman limunan,
Langkung ngungun Sri Bupati, Njêgrêg tan bisa angling, Ing manah langkung
gêgêtun, Kêdhuwung lêpatira, Mupus karsaning Dewadi, Kodrat iku sayêkti tan
kêna owah.
Artinya:
Sabda
Palon kemudian menghilang, Sekejap mata tidak terlihat sudah, Kembali ke alam
misteri, Sangat keheranan Sang Prabu, Terpaku tidak bisa berkata-kata, Dalam
hati merasa menyesal, Merasa telah berbuat salah, Akhirnya hanya bisa berserah
kepada Adi Dewa (Tuhan), Janji yang telah terucapkan itu sesungguhnya tak akan
bisa diubah lagi.
Demikianlah
kata-kata Sabda Palon yang segera menghilang sebentar tidak tampak lagi diriya.
Kembali ke alamnya. Prabu Brawijaya tertegun sejenak. Sama sekali tidak dapat
berbicara. Hatinya kecewa sekali dan merasa salah. Namun bagaimana lagi, segala
itu sudah menjadi kodrat yang tidak mungkin diubahnya lagi. Atas kesalahannya
itu, Sang Prabu lalu menjalankan Ritual laku di beberapa tempat keramat, hingga
berakhir Moksa di puncak Gunung lawu, sebagai penebusan atas kesalahan Fatalnya
itu, namun nasi sudah terlanjur menjadi bubur, tidak mungkin bisa di tanak
lagi. Akhirnya... sehebat apapun Perjuangan dan Pengorbanan Sang Prabu Brawijaya.
Tidak dapat mengubah Sabda Palon Naya Genggong yang telah Tersirat.
Prabu Siliwangi
dan Maung Dalam Masyarakat Sunda;
Dalam
khazanah kebudayaan masyarakat tatar Sunda, maung atau harimau merupakan simbol
yang tidak asing lagi. Beberapa hal yang berkaitan dengan kebudayaan dan
eksistensi masyarakat Sunda dikorelasikan dengan simbol maung, baik simbol
verbal maupun non-verbal seperti nama daerah (Cimacan), simbol Komando Daerah
Militer (Kodam) Siliwangi, hingga julukan bagi klub sepak bola kebanggaan warga
kota Bandung (Persib) yang sering dijuluki Maung Bandung. Lantas, bagaimana
asal-muasal melekatnya simbol maung pada masyarakat Sunda? Apa makna
sesungguhnya dari simbol hewan karnivora tersebut?
Simbol
maung dalam masyarakat Sunda terkait erat dengan legenda menghilangnya
(nga-hyang) Prabu Siliwangi dan Kerajaan Pajajaran yang dipimpinnya pasca
penyerbuan pasukan Islam Banten dan Cirebon yang juga dipimpin oleh keturunan
Prabu Siliwangi. Konon, untuk menghindari pertumpahan darah dengan anak cucunya
yang telah memeluk Islam, Prabu Siliwangi beserta para pengikutnya yang masih
setia memilih untuk tapadrawa di hutan sebelum akhirnya nga-hyang. Berdasarkan
kepercayaan yang hidup di sebagian masyarakat Sunda, sebelum Prabu Siliwangi
nga-hyang bersama para pengikutnya, beliau meninggalkan pesan atau wangsit yang
dikemudian hari dikenal sebagai “wangsit siliwangi”.
Salah
satu bunyi wangsit yang populer di kalangan masyarakat Sunda adalah: “Lamun
aing geus euweuh marengan sira, tuh deuleu tingkah polah maung”.
Ada
hal menarik berkaitan dengan kata-kata dalam wangsit tersebut: kata-kata itu
termasuk kategori bahasa sunda yang kasar bila merujuk pada strata bahasa yang
digunakan oleh masyarakat Sunda Priangan (Undak Usuk Basa). Mengapa seorang
raja berucap dalam bahasa yang tergolong “kasar”? Bukti sejarah menunjukkan
bahwa kemunculan undak usuk basa dalam masyarakat Sunda terjadi karena adanya
hegemoni budaya dan politik Mataram yang memang kental nuansa feodal, dan itu
baru terjadi pada abad 17—beberapa sekian abad pasca Prabu Siliwangi tiada atau
nga-hyang.
Namun
tinjauan historis tersebut bukanlah bertujuan melegitimasi wangsit itu sebagai
kenyataan sejarah. Bagaimanapun, masih banyak kalangan yang mempertanyakan
validitas dari wangsit itu sebagai fakta sejarah, termasuk saya sendiri.
Wangsit,
yang bagi sebagian masyarakat Sunda itu sarat dengan filosofi kehidupan,
menjadi semacam keyakinan bahwa Prabu Siliwangi telah bermetamorfosa menjadi
maung (harimau) setelah tapadrawa (bertapa hingga akhir hidup) di hutan
belantara. Yang menjadi pertanyaan besar: apakah memang pernyataan atau wangsit
Siliwangi itu bermakna sebenarnya ataukah hanya kiasan? Realitasnya, hingga
kini masih banyak masyarakat Sunda (bahkan juga yang non-Sunda) meyakini
metamorfosa Prabu Siliwangi menjadi harimau. Selain itu, wangsit tersebut juga
menjadi pedoman hidup bagi sebagian orang Sunda yang menganggap sifat-sifat
maung seperti pemberani dan tegas, namun sangat menyayangi keluarga sebagai
lelaku yang harus dijalani dalam kehidupan nyata.
Dari
sini kita melihat terungkapnya sistem nilai dari simbol maung dalam masyarakat
Sunda. Ternyata maung yang memiliki sifat-sifat seperti yang telah disebutkan
sebelumnya menyimpan suatu tata nilai yang terdapat pada kebudayaan masyarakat Sunda,
khususnya yang berkaitan dengan aspek perilaku (behaviour).
Prabu
Siliwangi yang hidup pada abad keenambelas masehi (1500‐an),
penguasa tanah Pasundan, raja besar kerajaan Hindu Sunda‐Galuh,
Pakuan‐Pajajaran, meninggalkan wasiat berupa
ramalan masa depan bagi rakyatnya. Di abad keenambelas masehi (1500‐an)
itu bangsa Eropa kulit putih sudah berhasil berlayar mencapai wilayah Nusantara.
Perseteruan antara kerajaan Islam dengan bangsa Eropa itu menempatkan kerajaan Pajajaran
yang Hindu dalam posisi sulit, alias dimusuhi keduabelah pihak yang berseteru,
Prabu Siliwangi cukup bijak dalam memilih dengan memihak Portugis dalam
menghadapi serbuan Demak‐Banten.
Portugis
yang tengah mencari pangkalan di Nusantara bagi armada lautnya menyambut uluran
persahabatan Pajajaran, dan dengan modal pakta persahabatan yang telah diraih,
maka Portugis pada 1527 berupaya mendaratkan armada lautnya lengkap di Sunda
Kelapa. Sayang sekali armada tersebut ditimpa naas terkena bencana topanbadai
dahsyat tatkala tengah berlayar menuju Sunda Kelapa, sehingga porak‐porandalah
armada Portugis tersebut dan akhirnya gagal memenuhi janji persahabatan dengan
kerajaan Pajajaran.
Untuk
selamanya armada laut Portugis tidak mau mendarat lagi di Sunda Kelapa karena tidak
sudi mengulangi kegagalan pertama, selanjutnya Portugis mencari pelabuhan lain
di wilayah Nusantara yang bersahabat atau kalau perlu dipaksa untuk menjadi
sahabat dalam upaya armada Eropa Barat itu mendirikan pangkalan laut guna
menguasai jalur laut menuju pulau rempah‐rempah di
kepulauan Maluku.
Pajajaran
sebuah negeri pedalaman yang sangat kuat pertahanannya sudah disadari oleh
Mahapatih Gajahmada bahwa sangatsulit untuk menghadapi pasukan Pajajaran yang
berjumlah besar hanya mengandalkan angkatan laut Majapahit. Diperkirakan akan
memakan waktu
dan biaya besar untuk mengerahkan pasukan Majapahit dalam jumlah besar melalui
laut ditambah lagi dengan perjalanan darat yang makan waktu berhari‐hari.
Dan sebaliknya bagi Pajajaran yang tidak memiliki armada laut itu tentu tidak pernah
terlintas untuk menyerang wilayah lain melalui laut. Satu‐satunya
pilihan bagi Pajajaran selalu memperkuat pasukan darat untuk persiapan menahan
serbuan musuh.
Strategi
perang yang dijalankan oleh Prabu Siliwangi memang sesuai dengan geografis dan
topografis tanah Pasundan yang bergunung dan sebagian besar terdiri dari dataran
tinggi, berhawa sejuk, konon terkenal rakyatnya paling tampan dan cantik se‐Asia
Tenggara. Maka
tidaklah
mengherankan pilihan strategi paling jitu, dan paling tepat yang dilakukan oleh
Majapahit dalam upaya melebarkan pengaruh politiknya di Jawa Barat ialah
melalui jalan perkawinan kerajaan. Akan tetapi upaya itu gagal karena dalam
tahap akhir pelaksanaan misi
tersebut
akibat terjadinya Perang Bubat yang menewaskan calon pengantin berikut keluarga
kerajaan Pajajaran yang turut mengiringinya.
Prabu
Siliwangi yang memerintah Pajajaran setelah terjadinya perang Bubat, merasa
sendiri dalam menghadapi serbuan kerajaan non‐Hindu. Majapahit
telah runtuh beberapa puluh tahun sebelum sang Prabu marak menduduki singgasana
Pakuan Pajajaran. Dan dengan runtuhnya
Majapahit maka sasaran tembak kerajaan Demak dan Banten mengarah tepat ke
ibukota kerajaan Sunda‐Galuh tersebut. Sebagai benteng terakhir
kerajaan Hindu setelah Majapahit, sang Prabu sudah merasa bahwa takdir sejarah
memihak yang baru dan memunahkan yang lama. Runtuhnya kerajaan Hindu digantikan
oleh kerajaan Islam adalah atas kehendak sejarah.
Prabu
Siliwangi berjanji kelak di masa depan akan selalu hadir dalam bentuk
"wewangian yang harum semerbak" guna melindungi rakyatnya tertentu.
yakni yang berhati baik. Keraton kerajaan Pakuan Pajajaran yang berlokasi dalam
radius beberapa ratus meter dari prasasti Batutulis Bogor pada empat mata angin
rakyat yang setia pada Prabu Siliwangi akan menyebarkan dirinya telah diberikan
gambaran mengenai masa depan mereka.
Dari
arah utara keraton kelak digambarkan kedatangan para tamu dalam jumlah besar
yang selalu merepotkan para penduduk. Di mulai dengan Gubernur Jenderal Hindia‐Belanda
yang menempati istana Bogor, sampai dengan Presiden Sukarno yang mendirikan dua
istana, Istana
Cipanas dan Istana Bogor. Keduanya datang dari utara, Jakarta. Dan kini para penduduk
Jakarta yang cukup mapan selalu mengarahkan kendaraan pribadinya berlibur ke
Bogor‐Puncak dan membikin jalanan macet pada
hari libur, mereka itulah yang disebut oleh Prabu Siliwangi sebagai tamu yang
cukup merepotkan penduduk setempat.
Dari
arah Timur keraton Batutulis itu pada masa pemerintahan Sultan Agung Mataram
pada abad enambelas datang perintah bagi rakyat Pajajaran untuk mengerahkan
pasukan guna menyerbu Batavia yang tengah diduduki oleh pasukan Belanda.
Serbuan pasukan ditambah
dengan
membendung sungai Ciliwung yang dilakukan olah Dipati Ukur pimpinan pasukan
Mataram wakil dari tanah Pasundan itu tidak berhasil mengusir Belanda.
Ke
arah Barat keraton Pajajaran para pengikut Prabu Siliwangi yang mengundurkan
diri ke daerah Lebak itu merasa aman berkat kedisiplinan mereka menjaga mandala
kerajaan. Mereka secara ketattidak menggunakan api yang menimbulkan asap yang
mudah dideteksi musuh
dari jarak jauh. Suku Baduy dalam yang merupakan turunan langsung rakyat
Pajajaran di masa Prabu Siliwangi hingga hari ini terus menunggu isyarat berupa
teriakan minta tolong di tengah malam datang dari arah Gunung Halimun, sebagai
pertanda datangnya sosok pemimpin bijak. Suku Baduy paling dalam melarang diri
dalam menggunakan peralatan modern antara lain listrik, dan kendaraan bermotor,
yang mereka anggap adalah api yang itu juga (bisa memberi petunjuk posisi mereka
pada musuh).
Ke
arah Selatan tempat arah yang dipilih Prabu Siliwangi berikut rakyat yang
mengikutinya memang sangat tepat dijadikan basis pertahanan sekaligus membaurkan
diri dengan mendiami lembah, dan dataran tingginya. Basis ini memiliki modal
utama hawa yang sejuk dan tanah yang sangat subur di masa sekitar tahun
enampuluhan adalah basis Darul Islam‐Tentara Islam
Indonesia. Dan juga pimpinan tertinggi Partai Komunis Indonesia juga memanfaatkan
wilayah tertentu di Jawa Barat untuk eksperimen rahasia sebagai daerah basis
pertanian berupa sistem pertanian kolektif seperti di Uni Soviet dan Republik
Rakyat
Tiongkok.
Di
samping itu juga sejak tahun enampuluhan hingga awal milinneum ketiga wilayah
yang bergunung dan subur itu telah menjadi basis rebutan bagi Negara Islam
Indonesia, HTI, maupun aliran Ahmadiyah, dan yang lainnya. Di masa revolusi
kemerdekaan Pasukan Siliwangi
yang hijrah ke Jawa Tengah jadi andalan kabinet Mohammad Hatta untuk menggempur
pasukan komunis dan pasukan lainnya yang tidak setuju kebijakan pemerintah
Soekarno‐Hatta. Dalam konflik 1965. pasukan
Siliwangi sebagian besar setia pada Bung Karno, di samping sebagian kecil yang
mendukung Orde Baru Jenderal Soeharto. Semua itu terakumulasi
di wilayah tanah Pasundan, tidak mengherankan karena hutan‐hutan
dan alamnya relatif lebih terjaga dibandingkan di daerah lain di Pulau Jawa
bagian Tengah dan Timur yang rusak parah.
Juga
dari arah Selatan itu menurut Prabu Siliwangi kelak akan datang dan asal Si
Bocah Angon ‐‐ seorang penulis sejarah ‐‐
adalah si Satria Piningit atau Satrio Piningit yang mengetahui rahasia mengenai
Ratu Adil. Si Bocah Angon yang rumahnya di ujung sungai, dan rumahnya berlantai
tiga berpintu setinggi batu pada lantai kedua gemar memelihara tanaman dalam pot
berupa pohon handeuleum yang berkhasiat menyembuhkan wasir, daunnya merah hati
tua. Dan satu lagi pohon hanjuang, daunnya berwarna persis sama merah hati tua
atau merah marun. Si bocah angon ini akan dijadikan sebagai tumbal, akan tetapi
ia selalu berhasil meloloskan diri, berjalan menuju ke arah barat dan
menghilang, bersama seorang lain berwajah penuh rambut, dan berpakaian serba
hitam, dan yang pernah dipenjarakan oleh pemerintah karena dianggap sebagai
pengacau keamanan.
Mereka
berdua yang bisa "melawan penguasa sambil tertawa" itulah yang
sebenarnya Satria
Piningit
atau Satrio Piningit dan pendampingnya yang memegang rahasia mengenai Ratu Adil
yang kelak muncul setelah timbulnya bencana alam berupa meletusnya tujuh gunung
ditambah sebuah gunung lagi, terdekat di arah sebelah selatan daripada keraton
Prabu Siliwangi. Dengan kehadiran sang Ratu Adil, maka kejayaan Nusantara yang
adil makmur sesuai keinginan dan ditunggu selama berabad‐abad
oleh rakyat jelata akan kesampaian.
Demikian
inti wasiat uga wangsit Prabu Siliwangi, bagi segenap rakyat Pakuan Pajajaran
khususnya dan umumnya bagi segenap rakyat Tanah Pasundan, Jawa Kulon. Bung
Karno di akhir masa pemerintahannya memilih istana Bogor (tak jauh dari istana
Pajajaran di sekitar Batutulis) dan sempat memberi wasiat, beliau ingin
dikebumikan di sekitar daerah Batutulis,
Bogor,
(di bawah pohon rindang dengan pemandangan lembah dangunung nan indah) lebih
memilih dirinya tenggelam daripada mengorbankan rakyatnya. Prabu Siliwangi yang
dikebumikan di Rancamaya (dengan pemandangan lembah dan gunung nan indah) juga
setali
tiga uang lebih memilih dirinya tenggelam dengan alasan serupa.
Sosok
Bung Karno yang ibunya berasal dari pulau Dewata termaktub juga dalam uga
wangsit Prabu Siliwangi. Dan tentu dengan sendirinya Bung Karno juga mengetahui
hal demikian. Barangkali itu yang menjadi, alasan beliau dalam membuktikan
kebenaran uga wangsit Prabu Siliwangi, maka memilih Batutulis sebagai tempat
peristirahatan abadinya.LALU.....
Ada apa dan akan
Terjadi apa di tahun 2024?
Kalau
ada yang nanya "apa kamu tau apa yang bakal terjadi esok?"
Mungkin
kebanyakan dari kita bakal jawab, "hari esok adalah misteri, ga pernah ada
yang benar-benar tau akan hal itu", dan mungkin itu jugalah jawaban paling
bijak yang paling bisa kita pikirkan, karena dalam kenyata’annya, milik kita
adalah hari ini, hari kemaren bukanlah milik kita lagi, jadi, tak perlu di
pikirkan, sedangkan hari esok adalah misteri, milik Tuhan, jadi, tidak usah di
pusingkan dulu. Yang harus kita pikirkan adalah hari ini, sebab hari ini adalah
milik kita, tempat kita dan sikon kita sekarang.
Kemudian
bila pertanyaan selanjutnya, "apa yang bakalan terjadi 10 tahun yang akan
datang?", mungkin jawabannya juga tidak jauh berbeda, "hanya Tuhan
yang tau" atau bahkan "saya bukan Mama Lorent, atau Ki Joko Bodo."
He he he . . . Edan Tenan. Saya Wong Edan Bagu. Bukan Ki Kusumo Cs.
Tapi
kemungkin juga banyak dari kita yang tau. Salah satu contohnya seorang
brazilian yang namanya Jucellino (kalau tidak salah), yang mengaku kalau dia
itu bisa melihat masa depan dunia. Banyak ramalan yang sudah dia nyatakan ke
banyak media, berbagai gambaran yang dia lihat dalam mimpinya, salah satunya
kematian Lady Day, kejadian 11 september sampai diramalkannya pemberian nobel
ke Al Gore. Ia mungkin bisa menyebut dirinya sebagai manusia yang diberikan
karunia, yang teramat besar, karena mampu melihat kejadian-kejadian besar di
masa depan. ( yahh,,, percaya nggak percaya sih, bergantung pakai kaca mata
yang mana) He he he . . . Edan Tenan.
Dan
Di tahun 2014-2015 ini, ada Tokoh Spiritual yang juga Termasuk
Paranorma/Peramal handal asal Mancanegara, namanya lupa saya, tapi saya pernah
bertemu sekali, sa’at acara di Hotel Mangga Dua jakarta, yang intinya
meramalkan tentang Indonesia di tahun 2024 nanti. Dan ramalnya itu,
dikait-kaitkan dengan Wangsit Prabu Siliwangi Dan Noyo Genggong Sabdo Palon. Kurang
Lebihnya Seperti ini jika saya tidak salah dengar;
Menurutnya;
Ramalan
Jayabaya dalam periode Akhir tersebut, cukup akurat dalam meramalkan bangkit
dan runtuhnya kerajaan-kerajaan Jawa (Indonesia), naik-turunnya para Raja-raja
dan Ratu-ratunya atau Pemimpinnya, yang terbagi dalam tiap seratus tahun
sejarah, yaitu Kala-jangga (1401-1500 Masehi), Kala-sakti (1501-1600 M),
Kala-jaya (1601-1700 M), Kala-bendu (1701-1800 M), Kala-suba (1801-1900 M),
Kala-sumbaga (1901-2000), dan Kala-surasa (2001-2100 M).
Munculnya
Presiden Sukarno sebagai Pemimpin Indonesia, Pendiri Republik Indonesia dalam
periode Kala-sumbaga (1901-2000) diramalkan secara cukup akurat. Beliau
digambarkan sebagai seorang Raja yang memakai kopiah warna hitam (kethu bengi),
sudah tidak memiliki ayah (yatim) dan bergelar serba mulia (Pemimpin Besar
Revolusi).
Naik-turunnya
Preside RI ke-2 Suharto juga secara jelas diramalkan oleh Prabu Jayabaya pada
Bagian Akhir tembang Jawa butir 11 sampai 16 sebagai berikut: Ana jalmo
ngaku-aku dadi ratu duwe bala lan prajurit negara ambane saprowulan panganggone
godhong pring anom atenger kartikapaksi nyekeli gegaman uleg wesi pandhereke
padha nyangklong once gineret kreta tanpa turangga nanging kaobah asilake swara
gumerenggeng pindha tawon nung sing nglanglang Gatotkaca kembar sewu sungsum
iwak lodan munggah ing dharatan. Tutupe warsa Jawa lu nga lu (wolu / telu sanga
wolu / telu) warsa srani nga nem nem (sanga nenem nenem) alangan tutup kwali
lumuten kinepung lumut seganten.
Beliau
muncul sebagai Pemimpin yang didukung oleh Angkatan Bersenjata RI (darat, udara
dan laut), berlambang Kartikapaksi, memakai topi baja hijau (tutup kwali
lumuten) pada tahun 1966. Zaman pemerintahan Presiden Suharto (Orde Baru)
berlangsung selama 30 tahun.
Setelah
lenyapnya kekuasaan tiga raja tersebut diatas, Jayabaya meramalkan datangnya
seorang Pemimpin baru dari negeri seberang, yaitu dari Nusa Srenggi (Sulawesi),
ialah Presiden BJ Habibie.
Ramalan
Jayabaya bagi Indonesia setelah tahun 2001 Indonesia akan menjadi sebuah negeri
yang aman, makmur, adil dan sejahtera sebagai akhir dari Ramalan Jayabaya
(Kala-surasa, 2001-2100 M), zaman yang tidak menentu (Kalabendu) berganti
dengan zaman yang penuh kemuliaan, sehingga seluruh dunia menaruh hormat. Akan
muncul seorang Satriya Piningit sebagai Pemimpin baru Indonesia dengan
ciri-ciri sudah tidak punya ayah-ibu, namun telah lulus Weda Jawa, bersenjatakan
Trisula yang ketiga ujungnya sangat tajam, sbb:
Di
zaman modern abad ke-21 saat ini dengan berbagai persenjataan modern dan alat
tempur yang canggih, mulai dari senjata nuklir, roket, peluru kendali, dan
lain-lainnya, maka senjata Trisula Weda mungkin bukanlah senjata dalam arti
harafiah, tetapi adalah senjata dalam arti kiasan, tiga kekuatan yang mebuat
seorang Pemimpin disegani segenap Rakyatnya. Bisa saja itu adalah tiga
sifat-sifat sang Pemimpin, seperti: Benar, Lurus, Jujur (bener, jejeg, jujur)
seperti yang diungkapkan dalam tembang-tembang Ramalan Jayabaya.
Demikian
pula tentang sosok sang Pemimpin yang digambarkan sebagai Satriya Piningit,
bukanlah seseorang yang tiba-tiba muncul, tetapi Ia adalah seorang Pemimpin
Indonesia yang sifatnya tidak mau menonjolkan diri, tetapi Ia bekerja tanpa
pamrih, menyumbangkan tenaga dan pikirannya bagi kemajuan bangsa dan negara.
mengantarkan Indonesia kepada Cita-cita para Pendiri Bangsa sebagaimana
tercantum dalam Mukadimah UUD 1945, yaitu negeri yang aman, makmur, adil dan
sejahtera bagi segenap Rakyat Indonesia.
Dia
meramalkan satu negara terpadat di Asia Pacific dibawah garis tengah
(Indonesia?) akan terjadi revolusi besar, 20 tahun setelah kedua kalinya perang
besar, 33 tahun kemudian akan terjadi revolusi kedua yang akan digantikan
seorang boneka. Boneka ini akan memimpin selama 1 tahun dan akan digantikan
dengan damai oleh seorang yang keras. 3 bulan (akhir tahun 1999?) setelah
pemimpin baru ini memimpin, negara ini yang sudah bernapas dalam lumpur akan
semakin tengelam dan akan terjadi revolusi ketiga yang sangat-sangat berdarah.
Pada revolusi ketiga ini akan langsung bersambung dengan Perang Besar ketiga.
Dan 16 tahun kemudian revolusi keempat akan berlangsung damai.
Dia
mengambarkan, pada revoulusi pertama, 20 tahun setelah perang besar, akan
terbunuh 500.000 orang yang bukan asli dari negara itu dan 25 wanita akan
diperkosa. Pada revolusi kedua akan terdapat 500 orang terbunuh yang bukan asli
dari negara itu dan akan ada 250 wanita yang diperkosa. Pada revolusi ketiga
akan tedapat 500.500 (lima ratu ribu lima ratus) orang yang terbunuh bukan asli
dari negara itu dan akan ada 2500 wanita yang akan diperkosa.
Perang
ketiga Besar akan mulai tahun 00 (mungkin tahun 2000 yg dimaksud). Dimulai dengan
terbunuhnya seorang presiden di negara Timur Tengah. Tapi perang besar ini akan
menjadi besar sekali setelah 2 tahun terjadi perperangan di Timur Tengah karena
Negara besar di Utara (Amerika?/Rusia? atau keduanya?) akan ikut campur dalam
perperangan ini setelah negaranya banyak terjadi ledakan mobil dan ledakan
bunuh diri yang dilakukan oleh orang-orang dari negara Timur Tengah ini. Perang
ini akan melibatkan 125 negara didunia dan akan berlangsung 9 tahun.
Ledakan
besar buatan manusia (nuklir?) akan hanya terjadi 5 kali dalam sejarah yang
pada akhirnya akan membunuh 30 juta orang total dan semuanya hanya terjadi di
Asia. Kita sudah menyaksikan 2 kali diledakan di Jepang. Dan akan ada 3 kali
lagi.
Malaysia
akan menjadi satu dengan Indonesia karena dijajah oleh negara besar itu juga.
Selama 15 tahun Indonesia dan Malaysia akan digabung dijadikan satu dan dijajah
negara raksasa ini. Akan terbunuh total 21.000.000 warga asli yang sebagian
besar dari Indonesia. Keadaan akan sangat sangat brutal karena akan banyak
penyakit yang disebar lewat udara disemburkan lewat burung yang terbuat dari
besi.
Sejarah
terhitam dalam negara yang dijajah ini akan merubah wajah negara ini selamanya.
Setelah 15 tahun dijajah, negara ini akhirnya akan dipimpin oleh seorang yang
bukan asli (orang Cina?) dan pemimpin ini melakukan revolusi keempat
mengeluarkan penjajah dengan damai. Akan hanya ada 20 orang yang akan terbunuh
dalam revolusi damai ini.
Pemimpin
baru ini akan memimpin selama 12 tahun. Seorang pemimpin berkulit sangat gelap
akan mengantikannya membawa negara ini menjadi negara contoh teladan di Asia.
Dia akan memimpin selama 8 tahun dan akan digantikan oleh seorang yang sangat
keras berdarah bangsawan. Negara mengalami sedikit kemunduran selama 4 tahun
masa kepemimpinannya dan akan digantikan oleh seorang bukan asli negara itu
kembali, segala menjadi baik dan negara ini akan dibagi menjadi 8 negara bagian
dan masing-masing nantinya akan dipimpin oleh gubenur gubenur untuk setiap
negara bagian dan satu presiden itu.
Masa
Cepot Antara Tahun 2010-2020;
Indonesia
berada di masa transisi krusial, Dimana terjadi perubahan besar di dunia
berkenaan dengan Revolusi Teknologi Informasi. Krisis identitas kebangsaan
terjadi, Nilai-nilai tradisional, Nilai
Liberalisme Barat, Nilai Sosialisme bahkan komunisme, dan Nilai-nilai Islam saling tarik menarik keras. Indonesia
mengikuti pusaran pertempuran dunia antara dua idelogi yang sedang tarik
menarik yaitu idelolgi Liberalisme dan Idelogi Islam. Isu terorisme,
kebangkitan Islam menjadi suatu hal yang lumrah dan menjadi bahas yang panas
sampai ke dunia maya/internet.
Masa
Cepot, akan banyak kejadian besar yang menimpa dunia dan Indonesia dari isu
terorisme hingga sampai perang opini di segala bidang IPOLEKSOSBUDHANKAM dalam
masyarakat akibat pergesekan dua idelogi yang sedang panas2nya tersebut, namun
belum sampe kepada perang saudara walaupun di dunia perang Irak,Afghanistan,
Pakistan masih terus bergelolak.
2. Masa Repot
Antara Tahun 2020-2024
Masa
ini merupakan masa yang benar-benar membuat repot Indonesia, karena
benturan-benturan kepentingan antar kelompok terutama yang membawa nilai-nilai
nasionalisme, Liberalisme dan Nilai Islam sudah mencapai puncaknya terjadi
perang saudara yang besar yang banyak memakan korban, Trend ini mengikuti dunia
dimana satu ideology mengalami banyak penguatan dan satu idelogi mengalami
penurunan terus menerus dari tahun 2000 hingga tahun 2020.
Masa
Repot di tandai pula munculnya tokoh-tokoh baru Indonesia yang mempengaruhi
pemikiran dunia yang berasal dari Neo-liberalisme (yang memperbaharui
nilai-nilai liberalisme lama) dan dari
Neo-Islam (yang membawa kemurnian nilai-nilai Islam sebagaimana zaman Khulafaur
Rasyidin) Hingga terjadi perang antar saudara dan agama. Yang banyak memakan
korban dari bangsa sendiri dan suku sendiri bahkan dari keluarganya sendiri. Disinilah
Sabdo Palon Naya Genggong dan Prabu Siliwangi di Kaitkan. Dan... Waktu
terjadinya perang inilah yang belum bisa terprediksi, apakah di tahun 2024 atau
justru sebelum tahun 2024.
3.
Masa Kolot Antara Tahun 2025-2050
Inilah
zaman keemasan dunia, khususnya INDONESIA. Dimana hanya ada satu pemerintahan,
satu Undang Undang dan satu Kepemimpinan dan satu Wilayah Dunia. Dimana fase2
kritis yang terjadi tahun 2025 di Indonesia sudah melebur dengan permasalahan2
dunia. Perintisan terjadi awal 2030 dan terus mengalami pergolakan dan
peperangan hingga tahun 2050 mencapai masa keemasan hingga terus menurun hingga
tahun 2850, masa pasca 2850 inipun terjadi Armageddon (Perang Dunia yang
melibatkan wilayah-wilayah yang ingin bebas dari imperium) yang sangat besar
hingga burung dan lalat pun tak bisa luput dari terpaan senjata modern. Pasca
Armageddon zaman ini manusia kembali ke zaman batu. Pedang dan kuda seperti
waktu ribuan tahun yang lalu kembali terjadi... He
he he . . . Edan Tenan. SALAM RAHAYU HAYU MEMAYU HAYUNING KARAHAYON KANTI TEGUH
SLAMET BERKAH SELALU Untukmu Sekalian
para Kadhang kinasihku yang senantiasa di Ridhoi ALLAH Azza wa Jalla Jalla
Jalaluhu. SEMOGA POSTINGAN SAYA
KALI INI. Bermanfaat untuk Para
Kadhang yang belum mengetahui ini. Khususnya yang sengaja Bertanya Soal Hal ini
Serta Bisa menggugah Rasa Hidup nya siapapun yang membacanya. Terima Kasih.
Lo...
Lo... Lo... Tunggu dulu pak WEB. Cara untuk menyikapinya bagaimana donk...?!
Terus terang dan jujur nih, saya kepikiran dan takut Pak...
Lah...
Diatas tadi kan sudah saya kasih tau, cara untuk menyikapinya, bacanya kurang
teliti ya... hayo... baiklah, saya ulangi lagi ya. Hari kemaren, bukan milik
kita lagi, jadi,,, untuk apa di pikirkan, toh tidak akan bisa diulang lagi,
hari esok juga bukan milik kita, lalu untuk apa kita pikirkan, toh belum tentu
umur kita sampai hingga hari esok, milik kita adalah hari ini, karena kita
sedang berada di hari ini, dan sedang di sikon hari ini. Maka... Nikmatilah
hari ini dengan Iman Lakon Kadhangan dan Syukur lah hari ini dengan Iman Laku
Kunci. Biyarkan Hyang Maha Suci Hidup
Berkarya dengan Kuasa-Nya Sendiri. Kita tak perlu ikut Campur urusan-Nya. Toh
kita tidak bisa apa-apa. Mung sedermo nglakoni. Cukup; Tetep Idep Madep Mantep
ing Lakon gelar lan ing Laku Gulung.
Lakon
Gelar;
1.
ANA RUSIA AJA BINUKA. RABI AYU AJA SINAREAN. REJEKI SETITIK AJA TINAMPIK.
2.
GAGILAH RASA KANG ANGLIMPUTI SEKUJUR
BADANMU.ING SAJERONING
BADANMU. ANA DAWUHING
GUSTI. KANG BISA NJAMIN.
PATI URIPMU LAN NDUNYA AKHERATMU.
Laku
Gulung;
I.
ANA APA-APA KUNCI. LANGKA APA-APA KUNCI.
2.
SAMUBARANG TUMINDAK KINANTENAN SARWA MIJIL.
3.
YEN WANI AJA WEDI-WEDI. YEN WEDI AJA WANI-WANI.
Coba
Kau Renungi Kata Saya ini; Pada Akhirnya. Yang Mati yang akan Mengubur Yang
Mati: Para Kadhang kinasihku sekalian... Mendung itu tidak berarti hujan. Tidak
mendung juga bukan berarti panas terik.Menang tidak berarti jagoan.Kalah juga
bukan berarti pecundang.
Terkadang
menangis bukan berarti sedih dan ketawa tidak harus selalu bahagia.
Melihat
tidak berarti harus percaya, tapi hanya dengan percaya kita akan melihat.
Terpejam
tidak berarti gelap, namun terang walau kadang tak terlihat.
Hanya
bisa berdiri sendiri di tengah aliran waktu, berjalan tapi tak melaju, bermimpi
tapi tak berlari, hanya bisa menoleh ke belakang, tanpa tahu apa yang
ditangisi, memandang tapi tak melihat, bersuara tapi tak mendengar, hanya bisa
serahkan, pasrahkan, biarkan yang mati yang akan mengubur yang mati. Kita Tetap
KUNCI.
Terima
Kasih.
Ttd:
Wong Edan Bagu
Putera
Rama Jayadewata Tanah Pasundan
http://putraramasejati.wordpress.com
http://webdjakatolos.blogspot.com
Post a Comment