Tentang Kebatinan dan Soal Ilmu Kesaktian:

Tentang Kebatinan dan Soal Ilmu Kesaktian:
Oleh: Wong Edan Bagu
Putera Rama Tanah Pasundan
Telatah jawa dwipa. Hari Sabtu pon. Tgl 26. September 2015

Umumnya kelompok-kelompok kebatinan dalam bentuk aliran-aliran kebatinan atau aliran kepercayaan tidak secara langsung mengajarkan kesaktian, biasanya hanya murni mengajarkan penghayatan keTuhanan saja, tetapi kekuatan dan kegaiban sukma mereka yang berasal dari penghayatan keTuhanan itu dapat juga dipergunakan untuk keilmuan gaib dan kesaktian. Karena itu di dalam aliran-aliran kebatinan, selain diajarkan penghayatan keTuhanan, juga diajarkan hal-hal yang bersifat keilmuan, sebagiannya berupa amalan-amalan untuk mengsugesti/menggerakkan kegaiban sukma untuk menciptakan kejadian-kejadian gaib seperti dalam keilmuan gaib dan khodam. Dalam hal ini, sumber kekuatannya adalah kekuatan sukma mereka sendiri. Seandainya pun mereka memiliki khodam pendamping atau khodam ilmu, keberadaannya hanya sebagai penambah kegaiban ilmunya saja, kegaiban yang utama tetap berasal dari kekuatan kebatinannya sendiri.

Sebagian besar aliran kebatinan tidak mengajarkan hal-hal yang langsung bersifat mengagungkan kesaktian. Yang diajarkan biasanya hanyalah kemampuan-kemampuan tertentu saja, sebagai bekal ilmu dalam kehidupan sehari-hari, seperti ilmu pengobatan (pengobatan sakit fisik maupun gangguan gaib), ilmu menangkal dan menaklukkan serangan gaib, membuat perisai pagaran gaib dari berbagai macam bentuk serangan, dan membentuk karisma kesepuhan dan perbawa kebatinan untuk menaklukkan sifat-sifat dan perilaku jahat manusia (menundukkan kejahatan dengan wibawa pengayoman, kebaikan dan kerendahan hati).  Dengan demikian, selain mereka memiliki kegaiban yang murni berasal dari penghayatan keselarasan sukmanya dengan keillahian Tuhan, mereka juga memiliki kemampuan lain sebagai bekal menjadi seorang yang linuwih dan waskita.

Di sisi lain, ada juga pelajaran kebatinan untuk orang-orang yang bergerak di dunia kesaktian/persilatan. Dalam hal ini perkumpulan mereka bukanlah aliran kebatinan yang mengajarkan ilmu-ilmu kesaktian, tetapi adalah perguruan kanuragan yang berlatar belakang kebatinan.

Di India dan di Cina contohnya, kebanyakan para pelaku keilmuan kesaktian bermula dari pelajaran olah gerak dan tenaga dalam (chi, prana, kundalini). Ketika keilmuannya sudah mencapai tingkatan yang tinggi barulah mereka mendalami olah kebatinan sebagai kekuatan yang melipat-gandakan kekuatan keilmuan kesaktian mereka. Ketika sudah sampai pada tingkatan itu, mereka akan banyak melakukan semadi, meditasi, bahkan tapa brata. Contoh yang terkenal adalah perguruan silat Shaolin.

Sebelum berkembangnya agama Islam, di Jawa juga banyak perguruan silat seperti itu. Selain mengajarkan hal-hal yang bersifat kesaktian, mereka juga mengajarkan hal-hal yang bersifat kebatinan kerohanian untuk  membentuk kepribadian yang berbudi pekerti dan berwatak ksatria. Cerita awal terbentuknya perguruan-perguruan itu juga mirip dengan perguruan Shaolin di atas. Tetapi umumnya ilmu kesaktian di Jawa itu sejak awal pelajarannya maupun sesudah mereka mencapai tataran keilmuan yang tinggi, olah kebatinan menjadi sesuatu yang utama sebagai pengganda kekuatan kesaktian, bukan tenaga dalam (tenaga dalam tidak secara khusus dipelajari), yang lakon kebatinan itu sekaligus juga menjadi jalan keagamaan manusia saat itu, sehingga lakon tirakat, semadi, meditasi, bahkan tapa brata menjadi sesuatu yang biasa dijalani orang sejak masa mudanya.

Perguruan-perguruan itu mengajarkan keilmuan persilatan dan keilmuan gaib, didasari dengan ajaran kebatinan. Adanya unsur olah batin menyebabkan kekuatan batin dan sukma mereka menjadi tinggi, yang juga berguna untuk menjadi unsur kegaiban yang melipatgandakan kekuatan fisik kanuragan dan tenaga dalam. Dalam hal ini selain mereka menguasai kesaktian kanuragan, diri mereka sendiri juga mengandung kegaiban dari kebatinan yang menjadikan kekuatan gaib dan kanuragan mereka menjadi tinggi, yang jelas berbeda dengan orang-orang yang hanya mempelajari olah kanuragan saja, tenaga dalam atau ilmu gaib saja.

Perguruan-perguruan tersebut di Jawa biasanya bermula dari adanya seorang Panembahan/Resi/Begawan yang membangun sebuah padepokan kecil. Karena seorang Panembahan adalah juga seorang spiritualis agama, maka kemudian banyak orang yang datang untuk mengabdi, belajar agama, ngenger menjadi cantrik-cantrik yang melayani keperluan sang Panembahan sehari-hari.

Seiring berjalannya waktu yang datang belajar di padepokan itu bukan hanya rakyat biasa, tetapi juga para ksatria dunia persilatan, prajurit, senopati dan pejabat-pejabat kerajaan. Ketika tidak sedang bertugas mereka menyempatkan diri untuk tinggal di padepokan dan belajar agama (agama pada waktu itu). Mulailah disitu ada yang belajar dan ada yang mengajarkan ilmu beladiri dan keprajuritan. Sang Panembahan sendiri biasanya hanya mengajarkan penghayatan kebatinan keagamaan saja, tetapi kepada murid-murid yang sudah senior Panembahan itu juga membentuk watak ksatria dan membimbing keilmuan kanuragan mereka sehingga kesaktian mereka menjadi drastis meningkat tajam. Dengan demikian selain pelajaran penghayatan kebatinan keagamaan, para murid juga mendapatkan bimbingan dalam olah kanuragan dan keilmuan batin sebagai landasan keilmuan kanuragan mereka, membentuk mereka menjadi seorang ksatria. Lakon prihatin dan puasa/tirakat, semadi dan tapa brata akan mengisi laku olah batin dan olah kanuragan mereka.

Dalam hal keilmuan kesaktian, di tanah Jawa, termasuk Jawa Barat daerah tempat tingal saya, sebelum berkembangnya agama Islam, secara umum sifat kesaktian kanuragan manusianya mengedepankan olah gerak (pencak silat) yang dilambari dengan kekuatan kebatinan. Secara umum penekanan penggunaan kekuatan tenaga dalam sangat minim, tenaga dalam bersifat intrinsik menyatu dengan kekuatan kanuragan, tidak secara khusus dipelajari, mungkin malah sama sekali tidak ada pelajaran dan pengetahuan khusus tentang itu, karena kekuatan yang mendasari kesaktian dominan berasal dari olah kebatinan.

Sebelum berkembangnya agama Islam, di Jawa banyak perguruan silat yang mendasarkan pengajaran kesaktian dengan lambaran keilmuan kebatinan. Selain mengajarkan kesaktian, mereka juga mengajarkan kebatinan kerohanian untuk membentuk kepribadian yang berbudi pekerti dan berwatak ksatria. Umumnya dalam keilmuan kesaktian di Jawa sejak awal pelajarannya maupun sesudah mereka mencapai tataran keilmuan yang tinggi olah kebatinan menjadi sesuatu yang utama sebagai pengganda kekuatan kesaktian, bukan tenaga dalam (tenaga dalam tidak secara khusus dipelajari), yang laku kebatinan itu sekaligus juga menjadi jalan keagamaan manusia saat itu, sehingga laku tirakat, semadi, meditasi, bahkan tapa brata menjadi sesuatu yang biasa dijalani orang.

Perguruan-perguruan itu mengajarkan keilmuan persilatan dan keilmuan gaib, didasarkan pada ajaran kebatinan kerohanian. Adanya unsur olah batin menyebabkan kekuatan batin dan sukma mereka menjadi tinggi, yang juga menjadi unsur kegaiban yang melipatgandakan kekuatan kanuragan. Dalam hal ini selain mereka menguasai kesaktian kanuragan, diri mereka sendiri juga mengandung kegaiban dari kebatinan yang menjadikan kekuatan gaib dan kanuragan mereka menjadi tinggi, yang jelas berbeda dengan orang-orang yang hanya mempelajari olah kanuragan saja, tenaga dalam atau ilmu gaib saja.

Olah lakon kebatinan adalah sesuatu yang utama yang mendasari kekuatan kesaktian di Jawa, termasuk Jawa Barat tempat tinggal saya, sejak awal mereka belajar ilmu kesaktian/kanuragan maupun sesudah mereka mencapai tataran keilmuan yang tinggi, bukan tenaga dalam, yang lakon kebatinan itu sekaligus juga menjadi jalan keagamaan manusia saat itu, sehingga laku berprihatin, tirakat, semadi, meditasi, bahkan tapa brata menjadi sesuatu yang biasa dijalani orang sejak masih muda. Ilmu gaib dan khodam dan aji-aji kesaktian umumnya berasal dari olah kebatinan, bukan dari mantra-mantra ilmu gaib dan ilmu khodam (ilmu gaib kejawen) atau perdukunan yang umumnya ilmu-ilmu itu saat itu hanya berkembang di kalangan bawah saja dan orang melakukannya dengan bersembunyi, tidak ditampakkan di hadapan orang-orang berilmu kebatinan.

Tokoh-tokoh dunia persilatan pada masa itu umumnya adalah tokoh-tokoh kebatinan, baik yang dari golongan putih maupun golongan hitam (golongan yang baik maupun yang jahat). Mereka juga mengenal mahluk halus tingkat tinggi untuk dijadikan khodam ilmu mereka, dan mampu menyatukan kegaiban pusaka-pusaka mereka (keris) dengan kesaktian mereka (baca juga : Keris/jimat dan Kesaktian).

Olah lakon kebatinan menjadikan kekuatan sukma manusia jawa jauh lebih tinggi daripada manusia lain di manapun di dunia, dan sudah juga menjadikan kesaktian kanuragan mereka menjadi tinggi, sehingga orang-orang dari tanah Mongol dan Cina yang terkenal sekali dengan ilmu kesaktian kanuragannya pun sulit sekali untuk bisa menaklukkan Jawa dengan kesaktian mereka.

Daerah India dan sekitarnya sampai sekarang tetap merupakan daerah dengan budaya kebatinan dan spiritual nomor 1 tertinggi di dunia. Tetapi itu adalah budaya , yang masyarakatnya disana sangat kental kehidupannya dengan lakon kebatinan dan laku  spiritual berdimensi tinggi dan mengenal juga mahluk-mahluk halus berdimensi gaib tinggi seperti dewa dan buto dan wahyu-wahyu dewa, yang lakon kebatinan dan laku  spiritual itu adalah juga jalan keagamaan mereka.

Tetapi di seluruh dunia olah laku dan pencapaian kebatinan tertinggi per individu dicapai oleh orang-orang jawa, baik kebatinan kanuragan maupun kebatinan keTuhanan. Begitu juga dengan pencapaian kekuatan sukma di alam gaib, kekuatan sukma orang-orang jawa itu adalah yang tertinggi di dunia. Sekalipun seringkali dikatakan bahwa kebatinan dan keagamaan manusia jawa itu banyak dipengaruhi oleh ajaran agama Hindu (pengenalan dewa-dewa dan wahyu dewa) dan Budha, tetapi pencapaian per individu orang-orang Jawa itu jauh melebihi orang-orang Hindu dan Budha dimanapun di dunia.

Pada jaman dulu kehidupan manusia kental berhubungan dengan kesaktian. Pada tingkat kesaktian yang tinggi orang tidak hanya melatih keilmuannya dengan olah kanuragan dan tenaga dalam, tetapi juga dengan lakon kebatinan. Lakon prihatin, berpuasa bahkan tapa brata akan mengisi lakunya. Karena itu orang-orang jaman dulu yang sangat dalam menekuni olah kebatinan biasanya adalah juga orang-orang yang berilmu kesaktian tinggi, yang sudah melewati masa-masa pelatihan olah kanuragan dan tenaga dalam. Bahkan banyak kemudian yang pada masa tuanya mengaso meninggalkan keduniawiannya, mandito, dan menepi, menjadi seorang pertapa, panembahan atau begawan, untuk lebih menekuni kerohanian/kebatinan dan laku spiritual ketuhanan.

Pada jaman dulu seseorang yang menekuni dan mendalami kebatinan biasanya akan memiliki kegaiban dan kekuatan batin yang tinggi, yang berasal dari keyakinan batin dan keselarasan dengan ke-maha-kuasa-an Tuhan, dan menjadi orang-orang yang linuwih dan waskita. Mereka membentuk pribadi dan sukma yang selaras dengan keillahian Tuhan. Mereka membebaskan diri dari belenggu keduniawian, sehingga berpuasa dan hidup prihatin tidak makan dan minum selama berhari-hari bukanlah beban berat bagi mereka, dan melepaskan keterikatan roh mereka dari tubuh biologis mereka, kemampuan melolos sukma, bukanlah sesuatu yang istimewa. Bahkan banyak di antara mereka yang kemudian moksa, bersama raganya berpindah dari alam manusia ke alam roh tanpa terlebih dulu mengalami kematian.

Orang-orang yang menekuni ilmu kebatinan dan spiritual, terutama keilmuan yang berasal dari kesejatian diri, akan mengandalkan kekuatan dari dirinya sendiri, bukan kekuatan dari gaib lain (khodam), sehingga mereka akan menempa diri untuk bisa memiliki kekuatan dan kemampuan sendiri, dan seringkali kekuatan keilmuan mereka menjadi jauh di atas kekuatan ilmu-ilmu gaib dan khodam kebanyakan orang.

Karena itu seringkali kesaktian dari orang-orang yang benar menekuni olah lakon kebatinan dan laku spiritual kekuatan sukmanya akan jauh lebih tinggi dibandingkan yang menekuni ilmu gaib dan khodam. Contohnya seperti para Pandawa, selama hidupnya di dunia ataupun sukmanya sekarang di alam roh, yang kesaktiannya lebih tinggi daripada bangsa buto. Atau Budha Gautama yang kesaktiannya berada jauh sekali di atas para Pandawa. Atau dari tanah jawa, ada Prabu Airlangga yang kesaktiannya melebihi buto. Atau Ki Ageng Pengging yang ternyata jauh lebih sakti daripada para Pandawa. Atau juga Resi Mayangkara yang bahkan berhasil meningkatkan kesaktian Dewa Hanoman menjadi dua kali lipat daripada sebelumnya. Selain itu masih ada banyak orang yang kesaktiannya tinggi, tetapi sayangnya mereka tidak dikenal umum.

Sifat kekuatan yang mendasari kesaktian tingkat tinggi manusia jaman dulu, baik keilmuan aliran putih maupun aliran hitam (golongan yang baik dan yang jahat), adalah dominan dari kebatinan, bukan semata-mata berasal dari kanuragan dan tenaga dalam saja atau ilmu gaib dan khodam saja. Contoh-contoh di atas adalah contoh tokoh-tokoh pelaku kebatinan yang dianggap berwatak baik, tetapi selain mereka, ada banyak tokoh-tokoh kebatinan yang berwatak jahat, yang dulunya hidup sebagai tokoh-tokoh kebatinan dan tokoh-tokoh persilatan golongan hitam (golongan jahat).

Dengan demikian kita menjadi paham bahwa tidak semua pelaku kebatinan adalah tokoh-tokoh manusia yang baik, dan tidak semua lakon kebatinan bertujuan baik, karena ada juga lakon kebatinan dari aliran hitam, dan lakon kebatinan itu adalah jalan yang mereka tempuh dalam ambisi mereka mendapatkan kekuatan, kesaktian dan kekuasaan. Dengan demikian harus kita sadari bahwa ada banyak sosok-sosok jahat manusia yang sekarang sukmanya di alam gaib berkesaktian tinggi, hanya saja sosok-sosok sakti dari jenis sukma manusia secara umum lebih jarang diketahui interaksinya. Yang paling sering diketahui interaksinya dengan manusia adalah yang dari jenis bangsa jin atau mahluk halus lainnya yang umum.

Setelah berkembangnya agama Islam, di tanah Jawa, orang sudah mulai beralih memeluk agama Islam dan meninggalkan jalan keTuhanan sebelumnya yang berupa penghayatan kebatinan. Olah lakon kebatinan yang untuk kesaktian juga sudah mulai ditinggalkan, digantikan dengan ilmu gaib dan ilmu khodam. Ada yang masih menekuni pencak silat yang sama dengan ajaran lama aslinya, biasanya menjadi ilmu keluarga yang diajarkan turun-temurun, tetapi olah lakonnya sudah tidak sama lagi dengan aslinya dulu. Ada juga pada masa sekarang orang mengkombinasikan tenaga dalam dengan amalan gaib, tetapi banyak kejadian sekalipun mempelajari tenaga dalam, kebanyakan tenaga dalam orangnya tidak seberapa, yang lebih kuat adalah sugesti amalan gaibnya.

Pada jaman ini manusia sudah tidak lagi memiliki kekuatan sukma yang tinggi, lebih banyak mengandalkan khodam yang untuk kesaktian. Mereka juga sudah tidak mampu lagi mengenal mahluk halus berkesaktian tinggi dan berdimensi tinggi, karena tidak menguasai kebatinan dan spiritual yang tinggi, sehingga pengetahuan tentang mahluk halus dan kegaiban berdimensi tinggi lebih banyak hanya berupa dongeng, dogma dan pengkultusan saja. Kegaiban pusaka juga sudah tidak lagi menyatu dengan kesaktian. Kekuatan gaib pusaka lebih banyak digunakan untuk keperluan ilmu gaib dan perdukunan. Kegaiban pusaka sebagai pengganda kesaktian sudah banyak digantikan dengan susuk dan jimat untuk kekuatan dan kekebalan.

Kebatinan Pada Jaman Sekarang;
Pada jaman dulu kebatinan yang bersifat kerohanian secara umum tujuannya adalah untuk kebatinan pribadi, merupakan jalan yang ditempuh orang untuk lakunya berkeTuhanan/berkeagamaan. Jika itu dilakukan di dalam suatu kelompok yang sehaluan, maka kelompok itu akan menjadi sebuah kelompok/paguyuban kebatinan yang pada masa sekarang sering disebut sebagai aliran kebatinan atau aliran kepercayaan, atau pada masa sekarang menjadi aliran dan kelompok di dalam agama yang masing-masing tokohnya mempunyai umat/pengikut. Sedangkan lakon kebatinan yang bersifat keilmuan tujuan utamanya adalah untuk mengolah potensi kebatinan manusia (kekuatan sukma) untuk dijadikan sumber kekuatan yang melandasi kesaktian kanuragan maupun kesaktian gaib.

Tetapi pada masa sekarang ini sudah jarang ada orang yang menekuni olah lakon kebatinan, bahkan jarang sekali pada jaman sekarang ini ada orang yang memiliki pemahaman yang benar tentang kebatinan, apalagi yang memiliki kemampuan kebatinan yang tinggi dan mengajarkan/menularkan keilmuan kebatinannya itu kepada orang lain. Pemahaman tentang kebatinan saja belum tentu benar, apalagi memiliki kemampuan kebatinan yang tinggi.

Pada masa sekarang ini lebih banyak orang yang hanya bisa membuat dogma dan pengkultusan saja tentang kebatinan dan elemen-elemen di dalamnya, tetapi tidak mampu menelisik benar-tidaknya, apalagi mengetahui sendiri kesejatiannya, karena tidak menguasai lakon kebatinan dan laku spiritual yang tinggi yang menjadi syarat dasarnya. Padahal di dunia kebatinan dan spiritual tidak ada banyak pengkultusan, karena mereka harus bisa mengetahui sendiri kebenarannya yang itu adalah bagian dari tujuan dan laku keilmuan mereka.

Karena itu pada masa sekarang banyak sudah terjadi kesalah-pahaman dan pendegradasian dalam citra dan pemikiran orang tentang kebatinan. Sebagian berupa pencitraan pengkultusan yang bersifat melebih-lebihkan, sebagian lagi berupa pencitraan negatif (dan fitnah) yang menjelek-jelekkan kebatinan.

Pada jaman sekarang kebanyakan istilah keilmuan kebatinan disamakan orang dengan ilmu klenik perdukunan, dianggap sama dengan ilmu gaib kejawen, yang identik dengan amalan dan mantra, dan sesaji, dan keris. Dan orang yang sedang ngelmu gaib, atau bertirakat di tempat-tempat angker, atau yang sedang ngalap berkah, dianggap orang itu sedang menjalani lakon kebatinan.

Selain itu banyak juga orang yang mempertentangkan kebatinan dengan agama, memandang sempit kebatinan hanya sebagai aliran kebatinan/kepercayaan saja, atau menganggapnya sama dengan paham animisme/dinamisme, dianggap musuh dari agama, yang harus diberantas, karena dianggap bisa merusak keimanan seseorang.

Ada juga pengkultusan orang tentang kebatinan yang mengatakan bahwa jika ingin belajar kebatinan orangnya harus sudah lebih dulu bisa membersihkan hati dan batinnya. Harus sudah sepuh umur dan kepribadiannya. Padahal olah laku dan penghayatan kebatinan itu justru adalah sarana untuk orang membersihkan hati dan batinnya, menjadi sarana untuk membentuk hati, jiwa dan kepribadian yang bijak dan sepuh.

Juga ada yang menganggap bahwa orang-orang yang ilmunya bersifat kebatinan/kejawen maka ilmunya itu baik, apalagi bila orangnya sering menyampaikan petuah-petuah kesepuhan jawa. Padahal belum tentu ilmu orang itu adalah benar kebatinan, mungkin ilmunya yang sebenarnya adalah ilmu gaib kejawen. Adanya petuah-petuah kesepuhan jawa tidak menandakan ilmu yang kebatinan, karena petuah-petuah seperti itu memang sudah umum dijadikan bumbu pelajaran ilmu. Dan belum tentu orang-orang yang sedang bertirakat adalah karena orangnya sedang menjalani laku kebatinan, mungkin saja tujuannya adalah ngelmu gaib.

Ada juga pengkultusan kebatinan dan ilmu kebatinan sebagai sesuatu yang baik dan mulia. Bahkan ada yang mencitrakannya sebagai ilmunya orang-orang mulia jaman dulu, ilmunya para Wali, sufi, aulia, dsb. Padahal sama dengan jenis keilmuan yang lain, tidak semuanya kebatinan dan ilmu-ilmunya bersifat baik, tergantung siapa pelakunya, apa isi lakunya dan apa tujuannya, karena ada juga penghayat kebatinan dan ilmu kebatinan aliran hitam (aliran sesat).

Tidak semua lakon kebatinan bersifat baik, karena ada juga lakon kebatinan aliran hitam (aliran sesat) yang pada jaman dulu sudah memunculkan orang-orang sakti golongan hitam (golongan jahat). Dan sugesti kebatinannya juga tidak semuanya kepada Tuhan, karena ada juga yang sugestinya adalah kepada sosok-sosok mahluk halus tertentu, atau kepada kekuatan alam seperti gunung, laut, bulan, matahari, dsb (animisme/dinamisme). Olah kebatinan yang seperti itu juga mendatangkan kekuatan bagi para pelakunya, entah pelakunya itu dari golongan yang baik ataupun dari golongan yang jahat.

Begitu juga dengan banyaknya tulisan yang membabarkan lakon kebatinan dan laku  spiritualitas kejawen. Tulisan-tulisan itu kebanyakan adalah sudut pandang orang jaman sekarang tentang kebatinan dan spiritualitas jawa, yang tulisan-tulisan itu sebenarnya hanyalah mengupas kulitnya saja, hanya mengupas petuah-petuah kesepuhan jawa saja, tidak sungguh-sungguh masuk ke dalam kebatinan dan spiritualitas kejawen itu sendiri. Begitu juga dengan budaya dan ritual-ritual masyarakat jawa yang sampai sekarang masih dilakukan orang. Itu pun sudah tidak lagi murni berdasarkan budaya kebatinan jawa yang asli, karena ke dalamnya sudah masuk unsur-unsur agama Islam, sudah menjadi budaya Islam kejawen, bukan asli jawa lagi.

Sekalipun ada juga tulisan-tulisan tentang lakon kebatinan jawa yang ditulis oleh orang-orang jawa jaman dulu, tetapi jika penulisnya adalah orang-orang yang dulu hidup pada jaman kerajaan Demak atau sesudahnya, kebanyakan isi tulisannya sifatnya hanya membabarkan petuah-petuah kesepuhan jawa saja, hanya kulitnya saja, tidak benar-benar dalam masuk ke dalam kebatinan jawa itu sendiri, karena mungkin orang-orang itu sendiri tidak benar-benar menekuni kebatinan jawa, karena sudah menganut agama modern.

Tetapi ada juga aliran kebatinan jawa yang masih berkembang dan dijalani orang pada masa sekarang. Ada aliran kebatinan yang masih asli merupakan aliran penghayat keTuhanan jawa, tetapi mungkin tidak semua lakon kebatinannya dituliskan dalam bentuk bacaan yang boleh dibaca oleh orang umum. Mereka menjalani dan menghayati, tetapi isi dan laku kebatinan keTuhanan mereka itu mungkin tidak semuanya dituliskan, karena itu bersifat pribadi hanya untuk para penganutnya saja. Sebagian besar isi ajarannya tidak dituliskan, yang dituliskan mungkin hanya panduan lakon dan pokok-pokok penghayatannya saja. Jenis aliran kebatinan yang asli penghayat keTuhanan jawa ini jika para penganutnya benar menjadikannya jalan untuk penghayatan keTuhanan, apapun agama mereka yang sebenarnya mereka anut, ketekunannya itu akan menjadikan sukma mereka berkekuatan tinggi dan diri mereka mengandung kegaiban dan orangnya sendiri akan mempunyai penghayatan yang dalam tentang Tuhan sesuai jalan kebatinan jawa.

Ada juga aliran lain kebatinan jawa pada masa sekarang yang di dalamnya sudah diadaptasikan ajaran dari agama-agama modern, sudah tidak lagi seperti aslinya kebatinan jawa yang berupa penghayatan kepercayaan kepada Tuhan di atas sana (Roh Agung Alam Semesta).

Begitu juga dengan maraknya tulisan-tulisan orang tentang ilmu-ilmu kebatinan jawa yang sebenarnya itu adalah ilmu gaib kejawen (dan perdukunan), bukan ilmu kebatinan jawa. Dalam tulisan-tulisan itu banyak orang yang menganggap ilmu kebatinan sama dengan ilmu gaib dan ilmu khodam, atau dianggap sama dengan ilmu perdukunan. Tetapi yang sebenarnya ilmu kebatinan sebenarnya sama sekali tidak bisa disamakan dengan ilmu gaib dan ilmu khodam, apalagi perdukunan, karena sifat keilmuannya berbeda, karena ilmu-ilmu itu tidak seperti ilmu kebatinan yang mengolah potensi kekuatan kebatinan dan kegaiban sukma manusia.

Yang sekarang masih banyak dijalani dan dipraktekkan orang, yang sering dikatakan sebagai ilmu kebatinan seperti ilmu kejawen atau ilmu Islam kejawen, kebanyakan proporsinya sebagai ilmu kebatinan sangat kecil, mungkin 10%-nya saja tidak sampai. Sekalipun dalam ilmu-ilmu tersebut di dalamnya ada banyak bentuk laku keilmuan yang mirip, seperti adanya amalan gaib, puasa dan tirakat, dsb, ilmu-ilmu itu sebenarnya lebih banyak bersifat sebagai ilmu gaib dan ilmu khodam, bukan kebatinan. Mengenai pengertian ilmu gaib dan ilmu khodam untuk bisa lebih jelas kita membedakannya dengan keilmuan kebatinan tentang itu saya sudah menuliskannya dalam halaman tersendiri berjudul Perbedaan Karakteristik Kebatinan dan Ilmu Gaib/Khodam.

Begitu juga dengan banyaknya laku yang dilakukan orang di tempat-tempat yang wingit dan angker. Walaupun itu sering dikatakan orang sebagai laku kebatinan, tetapi sebenarnya itu lebih banyak arahnya pada usaha "ngelmu gaib", yaitu usaha untuk mendapatkan suatu ilmu gaib/khodam atau ilmu kesaktian berkhodam, atau itu adalah suatu bentuk lakon dalam rangka orang "ngalap berkah", bukan kebatinan.

Bagi para pembaca yang interest dengan cerita-cerita, tokoh-tokoh dan ajaran-ajaran kebatinan/spiritual bisa sendiri membaca-baca tulisan-tulisan yang terkait dengan itu di internet ataupun lewat buku-buku bacaan atau mengikuti cerita dan filosofi dalam pewayangan. Saya tidak secara khusus menuliskan tentang itu, karena itu nantinya secara dangkal akan dikonotasikan sama dengan ajaran/aliran kebatinan, apalagi kalau ada yang sengaja mempertentangkannya dengan agama.

Untuk kita mengetahui sikap penghayatan kebatinan kejawen dalam berkeTuhanan yang dalam dunia kebatinan jawa disebut olah roso untuk manunggaling kawula lan Gusti, yang menjadi jalan penghayatan kebatinan keTuhanan mereka, apapun agama yang mereka anut, sehingga ibadah mereka benar-benar sangat dalam menghayati kedekatan mereka dengan Tuhan.

Jika para pembaca berminat dengan lakon kebatinan keTuhanan yang sudah disesuaikan dengan kehidupan jaman sekarang, apapun agama Anda, Penulis mengharapkan para pembaca menjalani apa yang sudah saya tuliskan dalam Postingan yang berjudul  Kebatinan dalam Keagamaan. SALAM RAHAYU KANTI TEGUH SLAMET BERKAH SELALU  Untukmu Sekalian para Kadhang kinasihku yang senantiasa di Ridhoi ALLAH Azza wa Jalla Jalla Jalaluhu. SEMOGA POSTINGAN SAYA  KALI  INI. Bisa menggugah Rasa Hidupmu atau siapapun yang membacanya . Terima Kasih.
Ttd: Wong Edan Bagu
Putera Rama Tanah Pasundan
http://putraramasejati.wordpress.com

http://webdjakatolos.blogspot.com