Tentang Batin dan Soal Lakon Kebatinan:
Tentang Batin
dan Soal Lakon Kebatinan:
Oleh: Wong Edan
Bagu
Putera Rama
Tanah Pasundan
Telatah jawa
dwipa. Hari minggu wage. Tgl 27. September 2015
Di dalam
potingan yang lalu, yang saya beri judul Perbeda’an Antara. Olah Lakon
Spiritual Kebatinan dan Olah Laku
Spiritual Hakikat Hidup Dan Olah Lakon Kebatinan dan Olah Laku Spiritual
Pencarian Tuhan, saya sudah menjelaskan banyak hal terkait soal/tentang ini,
tapi di postingan yang ini, saya ingin menekankan bahwa pengertian kebatinan
dan spiritual bersifat luas, bukan hanya kebatinan dan spiritual kegaiban, ilmu
kebatinan dan ilmu spiritual, ilmu gaib kejawen atau ilmu-ilmu duniawi lainnya,
tetapi juga kebatinan dan spiritual keagamaan/ketuhanan yang dijalani oleh
banyak orang, dan tergantung juga pada para pelaku yang bersangkutan apakah
kemampuan yang terbangkitkan, jika ada, termasuk dari lakonya berkebatinan
keagamaan/ketuhanan itu apakah akan digunakannya murni untuk urusan keagamaan/ketuhanan
ataukah juga akan digunakannya untuk tujuan keilmuan dan kegaiban.
Kebatinan
Bersifat Universal;
Lakon Kebatinan
adalah mengenai segala sesuatu yang dirasakan manusia Hidup pada batinnya yang
paling dalam.
Lakon Kebatinan
terutama berisi penghayatan seseorang terhadap apa yang dirasakannya di dalam
batinnya atas segala sesuatu aspek dalam hidupnya, termasuk yang berkenaan
dengan agama dan kepercayaan, karir dan pekerjaan, kehidupan keluarga dan
kehidupan sosialnya. Apa saja yang dihayatinya, itu bersifat pribadi, akan
mengisi sikap batinnya dalam kehidupannya sehari-hari. Apa saja yang
dihayatinya itu akan menjadi bagian dari kepribadiannya.
Lakon Kebatinan
dan Laku Spiritual tidak hanya terkait dengan keilmuan kebatinan / spiritual,
atau keagamaan dan aliran kepercayaan, tetapi bersifat universal, berkaitan
dengan segala sesuatu yang dirasakan manusia hidup pada batinnya yang paling
dalam. Di dalam kebatinan masing-masing orang terkandung keyakinan dan
kepercayaan pribadi, pandangan dan pendapat pribadi, prinsip dan sikap hidup
pribadi. Kebatinan melandasi kehidupan manusia sehari-hari, menjadi bagian dari
kepribadian seseorang yang tercermin dan melandasi perbuatan dan perilakunya
sehari-hari.
Lakon Kebatinan
bukan hanya yang bersifat pribadi, tetapi juga sikap batin atas segala sesuatu
yang dipercaya dan diyakini oleh sekelompok masyarakat. Kebatinan dan spiritual
tidak hanya terkait dengan keilmuan kebatinan, kepercayaan tentang hal-hal
gaib, mitos dan legenda, atau kepercayaan keagamaan dan kerohanian, tetapi
lebih dari itu. Karena itu lakon kebatinan dan laku spiritual jangan dipandang
secara sempit dan dangkal dengan hanya menganggapnya sama dengan keilmuan
kebatinan/spiritual, atau hanya menganggapnya sama dengan aliran kepercayaan.
Lakon Kebatinan
termasuk juga mengenai penghayatan atas apa yang dirasakan oleh orang-orang
yang sangat tekun dalam beribadah dan murni dalam agamanya, karena setiap agama
pun mengajarkan juga tentang apa yang dirasakan hati dan batin, mengajarkan
untuk selalu membersihkan hati dan batin, bagaimana harus berpikir dan
bersikap, dsb, dan di dalam setiap firman dan sabda terkandung makna lakon kebatinan dan laku spiritual yang harus
dihayati dan diamalkan oleh para penganutnya. Bahkan panggilan hati yang
dirasakan orang untuk beribadah, itu juga batin. Dan dalam batin itu sendiri
tersimpan sebuah kekuatan yang besar jika sengaja dilatih dan diolah.
Kekuatan batin
menjadi kekuatan hati dalam menjalani hidup dan memperkuat keimanan
seseorang. Sebagian besar penghayatan lakon
kebatinan dan aliran kebatinan yang ada (di seluruh dunia) adalah bersifat
kerohanian dan keagamaan, berisi upaya penghayatan manusia terhadap Tuhan (Roh
Agung Alam Semesta) dengan cara pemahaman mereka masing-masing. Tujuan tertinggi
penghayatan lakon kebatinan mereka adalah untuk mencapai kesatuan
(manunggaling) dan keselarasan dengan Sang Pribadi Tertinggi (Tuhan). Oleh
sebab itu para penganut kebatinan berusaha mencapai tujuan utamanya, menyatu
dengan Tuhan, menyelaraskan jiwa manusia dengan Tuhan, melalui olah batin, laku
rohani dan lakon berprihatin, menjauhi (tidak mengutamakan) kenikmatan hidup
keduniawian, menjauhi perbuatan-perbuatan yang terlarang dan menyelaraskan cara
hidup mereka dengan cara hidup yang menjadi kehendak Tuhan.
Dan di dalam
sikap hidup orang berkebatinan ada lakon dan ritual yang dilakukan orang.
Contohnya adalah lakon dan ritual di
dalam orang beragama dan beribadah seperti lakon memperingati hari-hari besar
agamanya, mengikuti perkumpulan doa/pengajian, tahlilan, dsb, atau lakon-lakon
kebatinan dalam kepercayaan dan tradisi seperti yang dilakukan masyarakat
budaya kejawen seperti mengadakan peringatan suroan, selametan, bersih desa,
sekatenan, dsb. Ada juga lakon-lakon kebatinan pribadi sesuai kepercayaan
kebatinan masing-masing orangnya, seperti puasa mutih, puasa senin-kamis,
wetonan, wiridan / zikir, mengaji, dsb. Tetapi tidak semua sikap dan lakon
orang dalam berkebatinan selalu tampak dalam lakon-lakon yang kelihatan mata seperti itu, karena
kebatinan terutama berisi sikap hati dan pandangan-pandangan pribadi yang
semuanya tidak selalu terwujud dalam lakon dan ritual yang kelihatan mata.
Lebih banyak yang bersifat pribadi daripada yang kelihatan mata.
Secara
tradisional sikap kebatinan di dalam masyarakat banyak yang diwujudkan dalam
bentuk cerita-cerita legenda, mitos dan tahayul, dan pengkultusan. Tetapi
secara pribadi setiap manusia di dalam peradabannya masing-masing memiliki
sikap lakon kebatinan dan laku spiritual sendiri-sendiri dan secara positif
sikap kebatinan tentang budi pekerti, sopan santun, tata krama dan adat
istiadat, menjadi tatalakon dan aturan yang harus dijalankan oleh semua anggota
masyarakat dalam kehidupan yang berperadaban, yang itu secara tradisional sudah
banyak diwujudkan menjadi hukum adat, dan dalam kehidupan yang lebih modern itu
menjadi dasar dari sistem hukum modern. Sikap dan pandangan hidup yang
sederhana, tradisional, sampai yang rasional dan modern, sikap hidup manusia di
negara-negara yang terbelakang sampai di negara-negara maju dan modern, itu
adalah sikap-sikap kebatinan yang mengisi kepribadian masing-masing manusianya
dalam hidup mereka sehari-hari. Sekalai lagi,,,, dengan semua penjelasan
diatas. Jadi; Kebatinan bersifat universal.
Kesalahpahaman
Tentang Kebatinan;
Pada masa
sekarang ini sudah jarang ada orang yang menekuni olah lakon kebatinan, bahkan
jarang sekali ada orang yang memiliki pemahaman yang benar tentang kebatinan,
apalagi memiliki kemampuan kebatinan yang tinggi dan bisa mengajarkan/menularkan
keilmuan kebatinannya itu kepada orang lain. Pemahaman tentang kebatinan saja
belum tentu benar, apalagi memiliki kemampuan kebatinan yang tinggi. Lebih
banyak orang yang hanya bisa membuat dogma dan pengkultusan saja tentang
kebatinan dan elemen-elemen di dalamnya, tetapi tidak mampu menelisik
benar-tidaknya, apalagi mengetahui sendiri kesejatiannya, karena tidak
menguasai lakon kebatinan dan laku spiritual yang tinggi yang menjadi syarat
dasar utamanya.
Karena itu, pada
masa sekarang banyak sekali terjadi kesalah-pahaman dan pendegradasian dalam
citra dan pemikiran orang tentang kebatinan. Sebagian berupa pencitraan
pengkultusan yang bersifat melebih-lebihkan, sebagian lagi berupa pencitraan
negatif (dan fitnah) yang menjelek-jelekkan kebatinan.
Ada pengkultusan
dogmatis orang tentang kebatinan yang mengatakan bahwa jika ingin belajar
kebatinan orangnya harus sudah lebih dulu bisa membersihkan hati dan batinnya,
orangnya harus sudah dewasa. Dan dikatakan kebatinan hanya cocok untuk
orang-orang yang kepribadiannya sudah sepuh saja (dikatakan yang usianya sudah
50 tahun atau lebih). Padahal olah lakon dan penghayatan kebatinan itu justru
adalah sarana untuk orang membersihkan hati dan batinnya dan sarana untuk orang
membentuk kepribadian yang sepuh. Jangan menjadi orang yang berumur tua tetapi
tidak sepuh.
Dalam
pengkultusan itu kebatinan dan ilmu kebatinan dianggap sebagai sesuatu yang
baik dan mulia. Bahkan ada yang mencitrakannya sebagai ilmunya orang-orang
mulia jaman dulu, ilmunya para Wali, sufi, aulia, dsb. Padahal sama dengan
jenis keilmuan yang lain, tidak semuanya kebatinan dan ilmu-ilmunya bersifat
baik, tergantung siapa pelakunya dan apa saja isi lakon dan tujuannya, karena
ada juga penghayatan kebatinan dan ilmu kebatinan aliran hitam (aliran jahat/sesat)
yang pada jaman dulu sudah memunculkan orang-orang sakti golongan hitam
(golongan jahat).
Tetapi pada
jaman sekarang ini pencitraan orang terhadap kebatinan dan ilmu-ilmu kebatinan
kebanyakan bersifat negatif. Ada yang niatnya sebenarnya tidak negatif, tapi
ternyata perbuatannya itu sudah membuat rendah arti dan citra kebatinan. Ada
juga pencitraan orang yang sifatnya sengaja menjelek-jelekkan (dan fitnah).
Ada orang-orang
yang ilmunya sebenarnya adalah aliran ilmu perdukunan, ilmu khodam, dan ilmu kejawen
tetapi mengaku-aku bahwa ilmunya adalah kebatinan, karena tidak mau ilmunya
dikatakan klenik/perdukunan, atau tidak mau dikatakan menduakan Tuhan,
bersekutu dengan selain Allah. Pengakuan mereka itu sudah menyebabkan ilmu
kebatinan dianggap orang sama dengan ilmu klenik perdukunan, dianggap sama
dengan ilmu khodam dan ilmu kejawen yang identik dengan amalan dan mantra, dan sesaji,
dan mahluk halus khodam/prewangan dan keris dll. Dan orang yang sedang ngelmu
gaib, bertirakat di tempat-tempat angker, atau yang sedang ngalap berkah,
dianggap orang itu sedang menjalani lakon kebatinan.
Selain itu
banyak juga orang yang sengaja mempertentangkan kebatinan dengan agama,
memandang secara sempit kebatinan hanya sebagai aliran kebatinan/kepercayaan,
atau menganggapnya sama dengan paham animisme/dinamisme, dianggap musuh dari
agama, yang harus diberantas, karena dianggap bisa merusak keimanan seseorang.
Begitu juga
dengan banyaknya tulisan yang membabarkan kebatinan dan spiritualitas kejawen.
Tulisan-tulisan itu kebanyakan adalah sudut pandang orang jaman sekarang
tentang kebatinan dan spiritualitas jawa, hanya mengupas wejangan-wejangan dan
petuah-petuah kesepuhan jawa saja, hanya mengupas kulitnya saja, tidak
sungguh-sungguh masuk ke dalam kebatinan dan spiritualitas kejawen yang
sesungguhnya.
Begitu juga
dengan maraknya tulisan-tulisan orang tentang ilmu kebatinan jawa yang itu
sebenarnya adalah ilmu gaib kejawen, bukan ilmu kebatinan jawa. Malah dalam
tulisan-tulisan itu banyak orang yang menganggap ilmu kebatinan sama dengan
ilmu gaib dan ilmu khodam, atau dianggap sama dengan keilmuan perdukunan,
sehingga orang-orang yang ilmunya adalah limu gaib kejawen, ilmu perdukunan,
atau termasuk aliran ilmu gaib dan khodam banyak yang mengaku-aku bahwa ilmu
mereka adalah ilmu kebatinan. Tapi setelah saya perhatikan, sebenarnya itu
keliru. Ilmu kebatinan sama sekali tidak bisa disamakan dengan ilmu gaib dan
ilmu khodam, apalagi perdukunan, karena sifat dan sikap proses keilmuannya
berbeda.
Yang sekarang
masih banyak dijalani dan dipraktekkan orang, yang sering dikatakan sebagai
ilmu kebatinan, seperti ilmu kejawen atau ilmu Islam kejawen, kebanyakan
proporsinya sebagai ilmu kebatinan sangat kecil, mungkin 10%-nya saja tidak
sampai. Sekalipun di dalam ilmu-ilmu tersebut ada banyak bentuk lakon keilmuan
yang mirip, seperti adanya mantra dan amalan-amalan gaib, lakon prihatin, puasa
dan tirakat, dsb, ilmu-ilmu itu sebenarnya lebih banyak bersifat sebagai ilmu
gaib dan ilmu khodam, bukan kebatinan.
Pada jaman
sekarang konotasi pemahaman orang tentang ilmu kebatinan memang adalah sama
dengan ilmu gaib dan ilmu khodam, sejenis ilmu kegaiban yang penuh dengan
amalan gaib dan mantra, yang konotasinya sama dengan ilmu perdukunan, yang
dalam prakteknya sangat mengandalkan wiridan doa amalan dan mantra-mantra.
Apalagi banyak pelaku ilmu gaib dan ilmu khodam yang sering mengatakan bahwa
ilmu mereka adalah ilmu batin/kebatinan. Tetapi ternyata sebenarnya tidak
begitu. Ilmu kebatinan tidaklah sama dengan ilmu gaib dan ilmu khodam yang
sering di tampilkan melalui media yang tersedia buat kita di setiap saat.
Mengenai pengertian
ilmu gaib dan ilmu khodam, supaya kita bisa lebih jelas membedakannya dengan
ilmu kebatinan saya sudah menuliskannya di dalam postingan yang tersendiri yang
berjudul Tentang Ilmu Gaib dan Ilmu Khodam.
Begitu juga
dengan banyaknya lakon yang dilakukan orang di tempat-tempat yang wingit dan
angker. Walaupun itu sering dikatakan orang sebagai lakon kebatinan, tetapi
sebenarnya itu lebih banyak arahnya pada usaha "ngelmu gaib", yaitu
usaha untuk mendapatkan suatu ilmu gaib/khodam atau ilmu kesaktian berkhodam,
atau suatu bentuk lakon dalam rangka orang "ngalap berkah", bukan
kebatinan.
Budaya dan
ritual-ritual masyarakat jawa yang sampai sekarang masih dilakukan orang pun
sudah tidak lagi murni dilakukan berdasarkan budaya kebatinan jawa yang asli,
karena ke dalamnya sudah masuk unsur-unsur agama, sikap batin dalam
melakukannya sudah diisi dengan sikap keagamaan, sudah menjadi budaya
keagama’an kejawen, bukan asli jawa lagi.
Kebatinan,
Prakata;
Pada jaman dulu
kebatinan dan lakon kebatinan yang dilakukan orang ada 2 penggolongan besarnya,
yaitu :
1. Lakon Kebatinan
dan Laku Spiritual kerohanian (penghayatan keTuhanan / kesepuhan)
2. Lakon Kebatinan
untuk keilmuan (kanuragan dan kesaktian gaib).
Pada jaman dulu
kebatinan yang bersifat kerohanian (ketuhanan/kesepuhan) secara umum tujuannya
adalah untuk kebatinan pribadi, merupakan jalan yang ditempuh orang untuk
lakonya berkeTuhanan/berkeagamaan. Jika itu dilakukan di dalam suatu kelompok
yang sehaluan, maka kelompok itu akan menjadi sebuah kelompok/paguyuban
kebatinan yang pada masa sekarang kelompok itu sering disebut sebagai aliran
kebatinan atau aliran kepercayaan, atau aliran dan perkumpulan di dalam agama
(aliran dan sekte agama, ormas-ormas, dsb) yang masing-masing tokohnya
mempunyai umat/pengikut.
Sedangkan lakon
kebatinan yang bersifat keilmuan tujuan utamanya adalah untuk menggali dan
mengolah potensi kebatinan manusia (kekuatan sukma) untuk dijadikan sumber
kekuatan yang melandasi kesaktian kanuragan maupun kesaktian gaib.
Tetapi ada juga
orang-orang yang khusus menekuni keilmuan gaib dan khodam, menekuni amalan dan
mantra untuk memerintah khodam dan mahluk halus, yang kemudian itu mewujud
menjadi ilmu gaib kejawen (dan perdukunan). Itu bukan kebatinan, tetapi adalah
aliran ilmu gaib (dan perdukunan).
Tetapi pada
jaman sekarang ini orang memandang istilah kebatinan secara dangkal, hanya
memandangnya dari kulitnya saja, apalagi bila ada tendensi negatif di dalamnya.
Kebatinan yang bersifat kerohanian dan kesepuhan sengaja dipertentangkan dengan
agama, karena kebatinan dianggap sederajat dengan agama, dianggap saingan dari
agama, padahal kebatinan lebih dalam daripada agama. Kebatinan yang bersifat
keilmuan dikonotasikan orang sama dengan ilmu klenik perdukunan, dianggap sama
dengan ilmu gaib/khodam dan ilmu gaib kejawen yang identik dengan amalan dan
mantra, dan sesaji, dan mahluk halus khodam/prewangan dan keris (jimat).
Dunia kebatinan
pada masa sekarang memang sudah dianggap "haram" untuk
diperbincangkan, karena orang berpandangan sempit dan dangkal tentang kebatinan.
Orang tidak punya pengertian yang benar tentang kebatinan, hanya menganggapnya
sama dengan bentuk aliran kepercayaan saja, yang berbeda dengan jalan agamanya,
sehingga segala sesuatu yang berbau kebatinan dianggap sebagai sesuatu yang
harus diberantas, karena dianggap bisa melemahkan/meracuni/merusak keimanan agama.
Perilaku
berkebatinan (seperti kejawen atau perkumpulan-perkumpulan kebatinan/spiritual
baru di jaman sekarang ini) yang dilakukan oleh seseorang yang beragama,
seringkali memang dipertentangkan orang, dianggap bertentangan dengan agama,
atau bahkan dianggap sebagai ajaran/aliran sesat atau dianggap sebagai ajaran/aliran
yang bisa merusak keimanan seseorang. Padahal, penghayatan kebatinan yang
bersifat kerohanian pada dasarnya adalah pemahaman dan penghayatan kepercayaan
manusia terhadap Tuhan walaupun berbeda jalan dengan agama. Penghayatan keTuhanan
itu bukanlah agama, tetapi seseorang beragama yang menjalaninya justru bisa
mendapatkan pemahaman yang dalam tentang agamanya dan Tuhan setelah menjalani
kebatinan tersebut, dan seseorang bisa mendapatkan pencerahan tentang agamanya,
walaupun pencerahan itu didapatkannya dari luar agamanya.
Kebatinan
terutama berisi penghayatan seseorang terhadap apa yang dirasakannya di dalam
batinnya, termasuk yang berkenaan dengan agama dan kepercayaannya, karena di
dalam masing-masing agama dan kepercayaan juga terkandung sisi kebatinan yang
harus dihayati dan diamalkan oleh para penganutnya. Seperti Pengucapan Dua
Kalimah Syahadzat contohnya. Kalimah Syahadzat Pertama yang berbunyi Ash-hadhu
ala illaaha illallah, tanpa batin sekalipun bisa di cerna dan dipahami oleh si
pengucapnya, tapi Kalimah Syahadzat yang kedua, yang berbunyi Wa ash-hadhu anna
muhammadur rasullullah, tanpa kebatinan, tidak akan bisa di cerna dan dipahami
oleh siapapun,,, hayo... iya apa nggeh? He he he . . . Edan Tenan.
Seseorang yang
banyak menghayati isi hatinya, atau isi pikirannya, akan lebih banyak
"masuk" ke dalam dirinya sendiri, menjadikan dirinya lebih
"sepuh" dibandingkan jika ia mengabaikannya. Selanjutnya apa saja isi
penghayatannya itu akan menjadi sikap batinnya dalam kehidupannya sehari-hari,
akan menjadi bagian yang sepuh dari kepribadiannya.
Kebatinan
terutama berisi pengimanan/penghayatan seseorang terhadap apa yang dirasakannya
di dalam batinnya, apapun agama atau kepercayaan yang dianutnya. Di dalam
masing-masing agama dan kepercayaan juga terkandung sisi kebatinan yang harus
dihayati dan diamalkan oleh para penganutnya. Di dalam setiap firman dan sabda
selalu terkandung makna lakon kebatinan dan laku spiritual yang harus dihayati
dan diamalkan oleh para penganutnya. Tetapi sikap kebatinan dalam berkeagamaan
ini sudah banyak orang yang meninggalkannya, sudah banyak digantikan dengan
ajaran tata lakon ibadah formal saja dan dogma/doktrin ke-Aku-an agama. Orang
lebih memilih menjalani kehidupan yang formal agamis dan menjalankan sisi
peribadatan yang formal dan wajib saja. Sisi kebatinan dari agamanya sendiri
seringkali tidak ditekuni bahkan di tinggalkan,,, weleh-weleh,,, pancen uedan
tenan rek...
Sikap
berkebatinan dalam beragama saja jarang ada orang yang menekuni. Orang lebih
suka menjalani/mempelajari agama dan tatalaku ibadahnya yang bersifat formal
saja dan banyak orang yang hanya mengikuti saja dogma dan doktrin dalam agama.
Sekalipun banyak orang hafal dan fasih ayat-ayat suci dan hadist, tetapi tidak
banyak yang mengerti sisi kebatinan dan spiritualnya, akibatnya pengkultusan
dan dogma dalam kehidupan beragama terasa sangat mendominasi kehidupan
beragama, membuat buntu spiritualitas beragama, sehingga banyak sekali
memunculkan perbedaan pandang dan pertentangan di kalangan mereka sendiri.
Banyaknya aliran dan sekte dalam suatu agama adalah bentuk dari
ketidak-seragaman kebatinan dan spiritual para penganut agama itu sendiri,
buktinya sudah terlalu amat buanyak bukan..?!
Perilaku
berkebatinan, termasuk berkebatinan dalam beragama, apapun agama dan
kepercayaan yang dianutnya, sebenarnya baik sekali untuk dilakukan, supaya seseorang
mengerti betul ajaran yang dianutnya, supaya tidak dangkal pemahamannya,
apalagi hanya ikut-ikutan saja, tetapi materi kebatinannya harus dicermati dan
di-"filter", dan memiliki kebijaksanaan spiritual untuk memilih yang
baik dan memperbaiki yang tidak baik, sehingga kemudian orang dapat menjadi
pribadi yang mengerti agama dan kepercayaannya dengan benar dan tepat.
Memang perlu
bahwa manusia memiliki keyakinan dan prinsip hidup yang kuat sebagai bagian
dari kepribadian yang kuat, termasuk dalam hal agama. Tetapi jangan sekedar
mengikuti saja dogma dan doktrin dalam agama. Dan jangan membodohi diri dengan
berpikiran dangkal dan sempit dan jangan mengkondisikan diri untuk mudah
dibodohi dan dihasut, apalagi disesatkan. Seorang penganut agama/kepercayaan
yang tekun mendalami sisi kebatinan dalam agama dan kepercayaannya akan
memiliki penghayatan dan kekuatan batin yang lebih dibandingkan yang hanya
menjalani kepercayaannya secara formalitas saja, apalagi dibandingkan yang
mengabaikannya.
Aspek kebatinan
bukan hanya ada dalam dunia kepercayaan/keagamaan saja atau hanya dalam bentuk
keilmuan kebatinan saja. Sisi kebatinan ada dalam semua sisi kehidupan manusia
dan menjadi bagian dari kepribadian seseorang. Tetapi yang dominan menambah
nilai pada kekuatan kebatinan seseorang adalah keyakinan terhadap sesuatu dan
keyakinan itu konsisten dijalaninya sepenuh hati dalam hidupnya. Dan bila
keyakinan itu konsisten dijalaninya, semakin banyaknya godaan/gangguan, jika ia
mampu melawan, mampu menolaknya, akan semakin bertambah kekuatan dan kekerasan
batinnya.
Aspek kebatinan
akan menambah kekuatan batin seseorang bila dilandasi sikap keyakinan di
dalamnya dan dilaksanakan sepenuh hati dalam kehidupannya sehari-hari. Kalau
tidak begitu, maka itu hanya akan menjadi sebuah konsep atau prinsip hidup,
tetapi tidak menambah nilai pada kebatinannya. Dan yang jelas berpengaruh
sekali pada kekuatan kebatinan seseorang adalah keyakinan yang dominan dalam
kehidupan seseorang, seperti keyakinan pada agama, atau keyakinan pada suatu
bentuk keilmuan.
Kekuatan
kebatinan dan kegaiban kebatinan sebenarnya tidak perlu dicari kemana-mana.
Kekuatan kebatinan dan kegaiban kebatinan sebenarnya berasal dari diri sendiri,
berasal dari kekuatan penghayatan atas sesuatu yang kita yakini, dan sugesti
keyakinan itu akan menciptakan suatu kegaiban tersendiri. Kita sendiri bisa
mengalaminya. Misalnya dalam kehidupan kita beragama, cukup satu saja firman
atau sabda dalam kitab suci agama kita, kita hayati maknanya, kita imani dan
kita perdalam dengan dibaca berulang-ulang di dalam hati (atau diwirid) dengan
penghayatan. Penghayatan kita itu kita pegang teguh dalam kehidupan
sehari-hari, menyatu dan mengisi hati dan batin kita. Setelah itu kita akan
dapat merasakan adanya Rasa kegaiban tersendiri, kekuatan batin tersendiri, dan
itu hanya kita sendiri yang menjalaninya saja yang tahu dan merasakannya.
Seberapa kuat penghayatan kita itu dan seberapa dalam keyakinan keimanan kita
itu akan menciptakan suatu kekuatan batin dan kegaiban tersendiri.
Manusia yang
menekuni dan memperdalam kebatinan tertentu, termasuk kebatinan agama, akan
memiliki lebih banyak penghayatan dan pemahaman tentang kegaiban hidup dan
kegaiban alam, akan memiliki kepekaan dan kekuatan batin tertentu, dan akan
memiliki kegaiban-kegaiban tertentu. Dalam laku manusia menekuni dan memperdalam
kebatinan itu, secara pribadi maupun melalui suatu perkumpulan atau kelompok
keagamaan, manusia akan menemukan suatu kekuatan yang bersifat batin, kekuatan
kebatinan, suatu kekuatan sugesti yang berasal dari keyakinan dan kekuatan
kepercayaan, yang setelah ditekuni, diolah secara khusus, ketika itu diamalkan
akan dapat mewujudkan suatu kegaiban atau mukjizat tersendiri, dapat juga
disugestikan menjadi ilmu-ilmu kebatinan.
Jadi, di dalam
lakon olah kebatinan , apapun bentuk dan lakon kebatinannya, ada 2 hal pokok di
dalamnya, yaitu pengolahan penghayatan kebatinan (pemahaman dan penghayatan)
dan pengolahan kekuatan kebatinan.
Tetapi dalam
kehidupan jaman sekarang perilaku kehidupan berkebatinan sudah digantikan
dengan kehidupan agamis formal, dan olah batin sudah digantikan dengan hanya
membaca (dan menghafal) ayat-ayat suci dan firman-firman saja (atau amalan
doa). Orang lebih suka mempelajari kegaiban dan ilmu-ilmu kebatinan secara
tersendiri, yang kemudian mewujud menjadi ilmu gaib dan ilmu khodam, yang
seringkali tidak dilandasi dengan kekuatan kebatinan, karena tidak didasari
dengan olah batin, hanya menghapal dan mewirid mantra dan amalan ilmu gaib/khodam
saja untuk tujuan keilmuan tertentu.
Penghayatan
Kebatinan;
Sekali lagi,
Lakon Kebatinan adalah mengenai segala sesuatu yang dirasakan manusia hidup pada
batinnya yang paling dalam.
Kebatinan
terutama berisi penghayatan seseorang terhadap apa yang dirasakannya di dalam
batinnya atas segala sesuatu aspek dalam hidupnya, termasuk yang berkenaan
dengan agama dan kepercayaan, karena di dalam masing-masing firman dan sabda
juga terkandung sisi kebatinan yang harus dihayati dan diamalkan oleh para
penganutnya. Apa saja yang dihayatinya itu selanjutnya akan menjadi bersifat
pribadi, akan mengisi sikap batinnya dalam kehidupannya sehari-hari, akan
menjadi bagian yang sepuh dari kepribadiannya.
Orang yang
memiliki hikmat dan penghayatan tertentu, biasanya psikologisnya akan menjadi
lebih "sepuh". Biasanya juga
ia akan semakin banyak diam, semakin banyak "masuk" ke dalam dirinya,
semakin banyak menggali dari dalam dirinya. Itulah yang disebut kebatinan.
Seseorang yang
banyak menghayati isi hatinya, atau isi pikirannya, ia akan lebih banyak
"masuk" ke dalam dirinya sendiri, menjadikan dirinya lebih "sepuh"
dibandingkan jika ia mengabaikannya. Apa saja isi penghayatannya itu akan
menjadi sikap batinnya dalam kehidupannya sehari-hari, akan menjadi bagian yang
sepuh dari kepribadiannya.
Semua lakon yang
bersifat kebatinan di dalamnya selalu disebutkan tujuannya (termasuk tujuan
sugestinya) dan selalu mengedepankan penghayatan, baik itu lakon kebatinan kerohanian/ketuhanan/keagamaan,
maupun yang bersifat keilmuan, bukan mengedepankan kepintaran berpikir dan
berlogika, bukan sebatas terlaksananya bentuk laku formalnya, bukan juga
mengedepankan amalan doa dan mantra. Pemahaman seseorang akan tujuan lakonnya
dan kualitas penghayatan dan penjiwaannya dalam lakonnya itu, selain
ketekunannya, akan sangat membedakan hasil dan prestasi yang mampu diraihnya
dibandingkan orang lain yang sama-sama melakukan aktivitas yang sama.
Karena itu jika
seseorang menjalani suatu lakon yang bersifat kebatinan, baik kerohanian maupun
keilmuan, selalu dituntut supaya orangnya memahami tujuan dari lakonnya itu dan
mampu menghayati lakonnya, sehingga jika orang itu mengalami kesulitan dalam ia
menjalani lakonnya itu, kemungkinan penyebabnya adalah karena ia belum bisa
menghayati lakonnya (atau belum tahu tujuan dari lakonnya sehingga
penghayatannya menjadi tidak tepat).
Jika seseorang
sudah bisa menghayati lakonnya, maka ia akan menemukan suatu Rasa yang bersifat
khusus, yang itu hanya ada dalam lakonnya itu saja, tidak ada dalam
aktivitasnya yang lain, yang kemudian setelah semakin didalami dan matang, maka
itu akan mewujud menjadi kekuatan Rasa.
Kekuatan Rasa
setelah semakin didalami dan matang, jika seseorang menerapkan itu dalam semua
aktivitas kehidupannya maka semua perbuatan-perbuatannya akan mengandung suatu
kegaiban yang akan bisa dirasakan perbedaan kegaibannya dibanding jika ia
melakukan perbuatan yang sama dengan sikap batin yang biasa saja.
Pada tahap
selanjutnya dalam penggunaan kekuatan Rasa untuk melakukan suatu perbuatan
dalam lakonnya itu, ia melakukannya dengan cara bersugesti, yaitu
mengkondisikan sikap batinnya secara khusus , mendayagunakan penghayatan Rasa
untuk melakukan suatu perbuatan tertentu, mendayagunakan kekuatan Rasa.
Penghayatan, olah Rasa
dan olah sugesti adalah
dasar-dasar dalam lakon kebatinan dan laku spiritual, selalu ada dalam semua lakon
yang bersifat lakon kebatinan dan laku spiritual, yang itu harus lebih dulu
bisa dikuasai oleh para pelakunya sebelum menapak ke tingkatan yang lebih
tinggi. Sekalipun sudah banyak ilmunya, sudah tinggi kekuatan sukmanya, orang
akan kesulitan menjajagi lakon kebatinan dan laku spiritual yang lebih tinggi,
jika kemampuan penghayatan, olah Rasa dan olah sugesti belum dikuasai, karena
itu adalah pondasinya.
Karena itu jika
para pembaca ingin mempelajari dan menjalani suatu lakon yang bersifat
kebatinan dan Laku Spiritual Hakikat Hidup, maka poin-poin di atas harus lebih
dulu sudah dimengerti dan dikuasai dan harus diterapkan dalam lakon kabatinannya
itu, supaya lakonnya itu lebih bisa diharapkan keberhasilannya dibanding jika
poin-poin itu belum dikuasai.
Pemahaman anda
atas tujuan lakonnya akan menuntun laku anda ke arah tujuan yang benar,
penghayatan lakonnya menjadi tepat, tidak mengambang mengawang-awang tak tentu
arah. Dan selain ketekunan anda, kualitas penghayatan dan penjiwaan anda akan
sangat membedakan hasil dan prestasi yang mampu anda raih dibandingkan orang
lain yang sama-sama melakukan aktivitas yang sama.
Jika kita bisa
menghayati lakonnya, kita akan menemukan suatu Rasa yang bersifat khusus, yang
itu hanya ada dalam lakon itu saja, tidak ada dalam aktivitas kita yang lain.
Kualitas kita atas penghayatan dan penjiwaan itu akan sangat membedakan kondisi
batin kita sebelumnya, selama dan sesudah kita melakukannya, akan ada
pencerahan tersendiri dalam kerohanian kita dan itu akan membedakan kita dengan
orang lain yang sama-sama melakukan aktivitas yang sama. Sesudahnya setiap kita
menjalani lakon yang sama diharapkan agar kita selalu mampu menghayati lakon
kita itu, supaya juga dapat memperbaiki kualitas pencapaian kita. Kalau sesudah
kita menjalani lakonnya ternyata kita tidak mendapatkan pencerahan apa-apa,
kemungkinan besar penyebabnya adalah karena kita belum tahu tujuan lakonnya
atau belum bisa menghayati peran di dalam lakonnya. SALAM RAHAYU HAYU MEMAYU
HAYUNING KARAHAYON KANTI TEGUH SLAMET BERKAH SELALU Untukmu Sekalian para Kadhang kinasihku yang
senantiasa di Ridhoi ALLAH Azza wa Jalla Jalla Jalaluhu. SEMOGA POSTINGAN
SAYA KALI INI. Bermanfaat untuk Para Kadhang yang belum
mengetahui ini dan Bisa menggugah Rasa Hidup siapapun yang membacanya . Terima
Kasih.
Ttd: Wong Edan
Bagu
Putera Rama
Tanah Pasundan
http://putraramasejati.wordpress.com
http://webdjakatolos.blogspot.com
Post a Comment