KISAH PERJALANAN AL-HIQMAH. Antara Ilmu Nabi Musa dan Wahyu Panca Gha’ib:

KISAH PERJALANAN AL-HIQMAH.
Antara Ilmu Nabi Musa dan Wahyu Panca Gha’ib.
Oleh. Wong Edan Bagu
Putera Rama Tanah Pasunda
Kembeng. Jombang Jatim Minggu Tgl. 28-06-2015


Awal kisah... Sekitar tahun 1999. Saya belajar ilmu al-hiqmah di daerah jombang jatim. Tepatnya di dukuh kembeng desa kepuh kecamatan paterongan jombang. Di pesantren Darun Na’im, salah satu pesantren kuno yang di dirikan bersama’an runtuhnya keraja’an majapahit kala itu, pendirinya adalah seorang Kiyai sakti bernama Syekh Maulana Jumadil Kubro. Yang kemudian di serahkan kepada  murid kesayangannya yang lebih di kenal dengan sebutan Kiyai Kepuh, sementara Syekh Maulana Jumadil Kubro sendiri, meneruskan perjalanan kelananya, yang konon mengemban tugas penting dari baginda Nabi Besar Muhammad  saw, untuk menanam Tumbal/Tolak bala di Pulau jawa.


Seiring berjalannya waktu, pesantren darun na’im berkembang pesat dan baik. Di bantun beberapa anggota wali 9. Kiyai kepuh berhasil merengkuh Rakyat majapahit yang kala itu sedang mengalami krisis moral, krisis ekonomi, krisis iman dan akhlak serta kehilangan jatidiri, akibat perang tarekrek.


Ssingkat ceritannya, Pesantren Darun Na’im di teruskan hanya oleh turun keturunannya, setelah Kiyai kepun meninggal dunia. Hingga tibalah pada keturunan terakhirnya yang lebih di kenal dengan sebutan Kiyai Kembeng. Atau Romo Nyai Kepuh Kembeng. Romo Nyai Sepuh Kepuh Kembeng, memiliki 3 orang putera, dan satu yang paling di sayang, bernama Zainal Abidzin. Di tahun 1999 dan bersama Zainal Abidzin inilah, saya belajar Ilmu Al-Hiqmah, di Pesantren ayah nya itu, Zainal Abidzin ini, selain sadara seperguruan saya, beliau juga teman, sahabat, saudara, bahkan lebih dari sekedar itu, apapun itu, selalu kami lakukan bersama, sampai-sampai... belajar maksiatpun bersama... he he he . . . Edan tenan. (ibaratnya, ragamu ragaku, jiwamu jiwaku, hidupmu hidupku dll)


Pesantren kuno Darun Na’im ini, memiliki aset yang cukup lumayan menguntungkan di masa-masa kedepannya, sehingganya,,, membuat orang yang masih terkait keluarga dengan Kiyai Sepuh, merasa lebih berhak dan ingin memilikinya.  


Karena itu,,, terjadilah istilah perebutan warisan, dengan cara perang ilmu kanuragan sistem bathin/gha’ib. Setelah Romo Nyai Sepuh Kepuh Kembeng meninggal dunia. Sa’at terjadi perebutan warisan ini, saya sudah pergi meninggalkan pesantren darun na’im, karena sudah selesai. Dan kembali berkunjung setelah dari sulawesi kemaren, di surabaya saya istirahat,,, dan selama istirahat di surabaya, hati saya selalu mengingat Sahabat baik saya, yaitu Zainal Abidzin, putera kedua dari almarhum guru saya yaitu Kiyai Kepuh Kembeng. Semakin saya mengingatnya, semakin saya tertarik untuk singgah berkunjung. Singkat ceritanya, setelah berkeliling kadhangan di surabaya sambil istirahat. Berkunjungalah saya ke Pesanten Darun Na’im. Setebanya... Ya Allah Gusti Pangeran Diponegoro numpak’e jaran mlayune separan-paran... Zainal Abidzin memeluk saya penuh kasih dan sayang, sayapun melakukan hal yang sama, sampai-sampai kami lupa untuk berjabat tangan, kami berpelukan sambil meneteskan air mata di luar kesadaran. Ada rasa kebahagia’an yang kami rasakan di luar biasanya. Dan tidak ingin kehilangan itu.


Setelah masuk rumah dan menata diri masing-masing, dengan tidak sabar, Zainal Abdzin menceritakan semua kejadian yang di alami bersama keluarganya setelah saya keluar dari pesantren. Dan yang paling membuat saya terenyuh, adalah soal perebutan warisan setelah Romo Nyai meninggal dunia. Keluarganya habis tumpes tersisa satu saja, saitu Zainal Abidzin seorang, Air mata yang menetes di pipi Zainal Abidzin dengan derasnya mengiringi cerita demi certanya. Seluruh keluarganya yang merupakan ahli waris, telah menjadi korban kejamnya ilmu PRING SEDAPUR. Akibat kasus perbutan itu, pesantren Darun Na’im di tutup untuk selamanya, puing-puing bangunannya hanya tinggal kenangan sejarah pahit saja bagi belahan wujud saya, yaitu Zainal Abidzin... menurutnya, jika beliau tidak sedang menjalani lakon ilmunya Nabi Musa yang di amanah dari almarhum ayahandanya, mungkin juga terseret manjadi korban. Lakon ilmu Nabi Musa yang di jalaninya dengan puasa mutih seumur hidup. Selain membuatnya menjadi semakin iman dan dewasa. Juga telah berhasil membuatnya lolos dari maut kejamnya ilmu Pring Sedapur yang menggerogoti keluarganya selama 3 tahun.


Setelah kajadian itu telah berlalu, Zainal Abidzin tidak lagi menempati rumah dan pesantrennya, beliau membuat rumah kecil dan sederhana di lingkungan masjid Darun Na’im yang di kelolanya sendiri sebagai media syi’arnya sehari-hari. Dan di rumah kecil dan sederhana inilah kami bersua menghabiskan waktu dengan cerita-cerita masa lalu yang pernah di lakoni bersama. Tidak ada satupun cerita ungkapan Zainal Abidzin yang lepas dari laku saya, semuanya terekam rapi dan pasti. Hingga tibalah di waktu yang cukup melelahkan mata saya, sayapun di suruhnya beristirhat dulu, ceritanya bisa di sambung nanti lagi. Sayapun menggunakan kesempatan itu untuk istirahat, seperti biasanya, secapek dan selelah apapun, sebelum tidur, saya bermeditasi terlebih dulu. Karena tidak ingin membuat Zainal Abidzin menduga yang tidak-tidak,  kali ini saya bermeditasi dengan cara tidur terlentang. Pamrih saya, supaya di anggap tidur oleh Zainal Abidzin.


Namun... Rupaya Ilmu Nabi Musa yang sedang di pelajarinya secara mendalam oleh Zainal Abidzin itu, membuatnya tau, kalau saya bukan sedang tidur, melainkan sedang bermeditasi. Beliaupun penasaran, ingin tau dengan apa yang sedang saya lakukan sebelum tidur, beliaupun bergegas merebahkan badannya, dengan Hiqmah Ilmu Nabi Musa, beliau mukso. Mengetahui hal itu, sayapun tidak tinggal diam, dengan alasan tidak ingin ada kejadian salin salah paham. Sayapun melakukan hal yang sama, dengan Wahyu Panca Gha’ib, niyat tidurnya hilang, berubah jadi mengayomi belahan wujud saya... yaitu Zainal Abidzin... He he he . . . Edan Tenan.


Lanjut Punya Cerita... Kamipun bertemu dan bersua serta berjalan bersama di alam kasukman, kami mengelilingi bentangan kuasa Ilaahi rabb yang tiada terhingga. Sambil ngobrol... kami menyempatkan waktu untuk mengunjungi tempat-tempat orang hebat jaman dulu, yang tinggal di alam kasukman, karena gagal mencapai kesempurna’an yang sebenanya. Alias salah jalan dan salah persepsi di dalam lakon kehidupan duniawi, sehingga tidak bisa melewati Laku Hidup, akhirnya melesed dari titik kesempuna’an yang sebenarnya. Hebatnya mereka,,, yang kami temui, masih bisa tersenyum, karena menurutnya,,, walau saya gagal mencapai kesempurna’an yang sebenarnya, namun saya masih punya keturunan di alam raga sana, (di dunia nyata maksudnya), yang kemungkinan besar, nantinya akan berhasil menemukan KUNCI nya, hingga bisa menyempurnakan leluhurnya,  yaitu saya disini, yang masih nginep di alam kasukman ini. Menunggu belas kasih anak cucu yang masih memiliki kemungkinan-kemungkinan.


Zainal Abidzin sempat bertanya... “Bagaimana jika keturunanmu yang di harap itu, tidak berhasil menemukan KUNCI” Jawabannya “ tidak apa-apa, asalkan saya di sini atas kehendak Hyang Maha Suci Hidup” Lalu saya ikut bertanya... “Bagaimana jika harapan itu sudah habis dan Hyang Maha Suci Hidup tidak menghendakimu disini” Dia tidak menjawab... lalu kamipun berpindah ke tempat-tempat lainnya. Hingga pada suatu tempat, yang mengejutkan kami berdua, sa’at itu kami berada di tepi tempuran sungai, Zainal Abidzi beristghfar sambil menujuk ke suatu arah kepada saya. Lihatlah rumah indah di tepi sungai itu, katanya... saya sempat tengak tengok, karena di mata saya,  tidak ada bangunan apapun di tepi sungai itu yang saya lihat. Yang ada hanya reruntuhkan jembatan lama yang sudah rusak dan tidak terpakai lagi, sekali lagi Zainal Abidzin menujukan kepada saya sambil berjalan ke arah rumah yang di maksudnya, “itu tempat tinggal keluargaku” aku melihatnya,,, katanya. Sambil menjawab.... Mana-mana,,, sayapun mengikuti langkah kakinya. Sambil sesekali mengucapkan istghifar, Zainal Abidzin terus mendekati yang di maksud itu, dan ternyata benar, apa yang di lihat rumah indah oleh Zainal Abidzin itu, adalah jembata runtuh yang saya lihat. Heeeemmmmm...


Mata saya terbelalak... lidah saya kelu, seluruh sukma saya terasa kaku, ketiba melihat Zainal Abidzin memeluki keluarganya satu persatu-satu. Guru Nyai saya ada dan tinggal di jembatan runtuh itu, mereka melihatnya, itu bukan jembatan runtuh, mereka melihatnya itu adalah bangunan rumah yang mewah dan indah, seperti yang Zainal Abidzin lihat. Saya ingin meraih dan mencium tangan Guru saya, namun sang guru berpaling, Sambil berkata... Belum sa’atnya. “ sambil mengelus kepala Zainal Abidzin, guru saya berkata; “saya akan tetep ada disini, hingga putera saya ini, berkumpul bersama kami disini. Setelah Putera saya berkumpul bersama kami disini, pada sa’at itulah, waktumu untuk kami, putera saya tidak mendapat jatah untuk memiliki KUNCI. Seperti keluarga kami yang lainnya, karena itu kami hanya punya harapan dan mengharap welas asihmu, kepada kami, jika sa’at itu telah tiba”


Setelah mengetahui kemana arah dan inti dari perkata’an guru saya itu, saya langsung menarik tangan Zainal Abidzin belahan wujud saya. Kembali ke Raga masing-masing. Karena jika tidak, Zainal Abidzin akan tertekan dan terpuruk bahkan bisa putus asa, jika mengetahui detil masalah yang sedang di alami kedua orang tuannya sekeluarga di alam kasukman itu. Dan... syukurlah, saya bangun lebih dulu... sedangkan Zainal Abidzin masih tergeletak tidur, saya langsung duduk bersilah, memohon kepada Allah, agar kejadian tadi, terhapus dari ingatan Zainal Abidzin, tidak lama kemudian Zainal Abidzin terbangun, dan sayapun memeluknya dengan kasih. Maafkan saya kang... beliau menjawab... sama-sama mbah... pagipun tiba. Setelah mandi, lalau saya mengambil laptop dan langsung mengetik pengalaman ini. Sambil mengetik, saya mencoba memancing Zainal Abidzin untuk menceritakan apa yang terjadi tadi malam. Beliau menjawabnya dengan dengan pinplang/lupa... Soal opo to mbah? Soal tadi malam itu loh, jawab saya, beliau menjawab,,, halah, gak usah di bahas, masa lalu kok, katanya... saya menarik napas lega, karena apa yang terjadi pada kami berdua semalam. Zainal Abidzin sama sekali tidak mengingatnya.   


Manusia saya sudah menduga-duga, anda saja. Zainal Abidzin mengingat/mengetahui, kalau keluarganya belum mencapai kesempurna’an sejati (sebenarnya) dan beliaunya tidak memiliki jatah untuk menyempurnakan keluarganya serta akan mengalami hal yang sama, seperti yang dialami keluarganya akibat Karma masa lalu Leluhur-Leluhurnya.... SUBHANALLAH... Sungguh Indah dan Luar biasa mempesonanya proses Lakon Kehidupan dan Laku Hidup, dari Hyang Maha Suci Hidup untuk seluruh cipta’annya... bila kita mengetahuinya. Dengan Bahan Pengalaman baru yang saya dapatkan di malam minggu tgl 28 juni 2015 ini. BERPIKIRLAH   ... Selagi masih ada Waktu untuk memahaminya dan kesempatan untuk bisa Laku. SALAM  RAHAYU  KANTI  TEGUH  SLAMET  BERKAH SELALU  dari saya untukmu sekalian SAUDARA-SAUDARI  SAYA  SEMUANYA  TANPA  TERKECUALI... SEMOGA POSTINGAN SAYA  KALI  INI. Bisa Berguna dan Ada Manfaatnya untuk banyak Orang. Amiin dan Terima Kasih.
Ttd: Wong Edan Bagu
Putera Rama Tanah Pasundan
https://padepokanonlinekuncithepower.wordpress.com 
http://putraramasejati.wordpress.com
http://webdjakatolos.blogspot.com