Wong Urip / Manusia Hidup:
Secara harafiah, “Wong urip iku mung mampir ngombe” dapat
diartikan orang hidup itu hanyalah istirahat sejenak untuk minum. Meskipun
ungkapan tersebut mempunyai arti yang sederhana tetapi makna yang terkandung
sangat dalam. Untuk dapat memahami makna ungkapan itu kita dituntut untuk
memahami kehidupan manusia secara menyeluruh. Dalam budaya Jawa kehidupan
manusia dimulai semenjak tumbuhnya bayi dalam kandungan ibu kemudian setelah
bayi dilahirkan ke dunia, dimulailah kehidupan yang sebenarnya dunia. Dengan
kematian seseorang, yaitu berpisahnya roh dan wadag manusia, dimulailah
kehidupannya di alam lain yang belum kita ketahui pasti. Pemahaman tentang tiga
kehidupan ini biasa dimanifestasikan sebagai alam purwa, madya dan wasana.
Makna ungkapan “Wong urip itu mung mampir ngombe” mengacu kepada alam madya,
yaitu kehidupan setelah manusia dilahirkan di dunia.
Mengisi Kehidupan yang Sesaat:
Seperti kita ketahui manusia terlahir di dunia ini berbekal
empat sifat dasar yang mewarnai kehidupannya, yang sering diistilahkan dengan
aluamah, sufiah, amarah dan mutmainah, atau yang biasa juga diistilahkan dengan
nafsu angkara, amarah, keinginan dan perbuatan suci. Nafsu-nafsu tersebut
timbulnya dirangsang oleh anasir-anasir yang ada di dunia ini dan masuk melalui
paningal (mata), pengucap (mulut), pangrungu (telinga) dan pangganda (hidung).
Anasir alam yang masuk melalui mata berwujud nafsu keinginan
akibat rangsangan sesuatu yang terlihat oleh mata. Anasir alam yang masuk
melalui mulut berupa kata-kata kotor yang diucapkan oleh mulut. Anasir alam
yang masuk melalui telinga berwujud suara yang tidak enak didengar oleh telinga
dan menyebabkan seseorang marah, kasar dan mata gelap. Sedangkan anasir alam
yang masuk melalui hidung berwujud tindakan-tindakan baik karena hidung tidak
mau menerima bau-bau yang tidak enak. Dengan bekal empat sifat dasar hidup itu,
manusia diwajibkan menguasai keempat nafsu yang melekat pada dirinya. Dengan
kata lain, manusia harus menguasai ketiga nafsu yang dapat menimbulkan
tindakan-tindakan yang kurang baik, yaitu aluamah, amarah dan sufah, dan
mengutamakan nafsu yang dapat menimbulkan tindakan-tindakan baik, yaitu
mutmainah. Menguasai di sini diartikan sebagai memelihara mengatur ataupun
mengendalikan. Apabila manusia dapat memelihara mengatur serta mengendalikan
keempat nafsu-nafsu tersebut akan menjadi manusia teladan dalam arti dapat
diteladani oleh orang-orang disekitarnya karena tindakan-tindakannya selalu
terpuji.
Sebaliknya apabila manusia tidak dapat memelihara mengatur
serta mengendalikan keempat nafsu-nafsunya, orang tersebut akan menampilkan
tindakan-tindakan yang tidak terpuji, sehingga ia dijauhi oleh orang-orang di
sekitarnya, oleh karena itu kehidupan di dunia yang hanya sesaat tersebut, yang
dalam budaya Jawa diungkapkan istlah “wong urip iku mung mampir ngombe”,
haruslah disibukkan dengan tindakan-tindakan memelihara, mengatur serta
mengendalikan keempat nafsu manusia ini, sehingga kehidupan di dunia yang
sifatnya hanya sesaat tersebut diisi dengan tindakan-tindakan terpuji, seperti
tolong-menolong, mengasihi sesama, berbakti kepada nusa dan bangsa, saling hormat-menghormati,
bermusyawarah untuk mencapai mufakat dan lain-lain. Dengan demikian apabila
pada saat kematian, yaitu berpisahnya roh dan wadag manusia dapat diharapkan
roh manusia tersebut akan kembali kepada Tuhan Yang Maha Esa, yaitu causa pria
segala kehidupan di dunia ini.
Selamat sampai Tujuan:
Kehidupan di dunia ini dapat diibaratkan sebagai perang
antara nafsu baik dan nafsu yang tidak baik. Agar manusia dapat memenangkan
perang tersebut, sehingga pada saat kematian rohnya kembali kepada Tuhan Yang
Maha Esa, manusia harus dapat menempatkan hati nuraninya di atas nafsu. Dengan
kata lain, hati nurani manusia haruslah menguasai nafsu. Jika hati nurani
dikuasai oleh nafsu pada saat kematian roh manusia dapat kembali kepada Tuhan
Yang Maha Esa.
Bagaimana agar seseorang dapat menjaga hati nuraninya selalu
berada di atas nafsu? Budaya Jawa mengajarkan agar seseorang selalu menjalani laku,
seperti berpuasa dan lain-lain, sebagai latihan pengendalian diri sehingga
dapat mengendalikan diri apabila timbul rangsangan untuk bertindak yang tidak
baik. Selain itu budaya Jawa juga mengajarkan agar seseorang selalu mendekatkan
diri kepada Tuhan Yang Maha Esa, sehingga selalu mendapatkan terang dari-Nya
yang akan menyebabkannya dapat berpikir secara jernih dan bersih.
Tujuan hidup manusia adalah selamat di dunia maupun di alam
kelanggengan. Untuk dapat mencapai tujuan itu manusia dituntut untuk terus
menerus berjuang menegakkan kebenaran. Dalam kehidupan di dunia yang sesaat,
manusia harus dapat mengisinya dengan tindakan baik. Oleh karena itu budaya
Jawa selalu mengingatkan bahwa kehidupan di dunia ini hanyalah sementara
sifatnya. Peringatan tersebut diungkapkan dalam istilah “wong urip iku mung
mampir ngombe”. Apabila seseorang selalu ingat akan hal ini dan mengisi
kehidupan sesaat dengan tindakan baik, maka dapatlah diharapkan tujuan hidup
seseorang akan tercapai, yaitu selamat di dunia maupun di alam kelak nanti.
Semoga Bermanfa’at dan Berkah... Salam Rahayu kanti Teguh
selamat Selalu.
Ttd: Wong Edan Bagu
Putra Rama Tanah Pasundan
Post a Comment