TINGKATAN-TINGKATAN ILMU: Bagian.1

TINGKATAN-TINGKATAN ILMU: Bagian.1
Oleh: Wong Edan Bagu.
(PRTP)
Cirebon tgl 09-10-2003

Bab. 1

(KAWERUH – JAWA)

Kata Tingkatan itu artinya dari jenjang bawah sampai atas untuk menyembah (shalat) kepada Allah (Hyang Widi – Jawa), tingkatannya adalah:

1. Syari’at, artinya artinya pedoman yang sudah ditentukan harus patuh (wajibul yakin), jadi ahli Syari’at itu harus patuh keyakinannya (apa katanya) amalannya menurut hukum halal haram, yang diyakini betul-betul dan hukum membedakan halal dan haram, peraturannya, sembahyang, zakat, fitrah, puasa dan naik haji kalau mampu. Semua dijalankan berdasarkan ikut-ikutan menurut kemauan orang banyak, lalu ikut-ikutan menyembah kepada Allah, menurut peraturan agamanya masing-masing, jadi begitupun wajib harus begitu disebut imannya Wajibul yakin. Bung Karno presiden Indonesia asal dari Ngebang (blitar) sekarang menjadi Presiden Indonesia, dia mengetahui hanya cerita orang banyak, jadi kalau cerita itu salah, kepercayaan itu tetap salah. Umpama diteliti (telaah) pendapat tadi dengan jernih, tingkatan Syari’at setiap hari menunjukkan kedisiplinan bertindak menurut hukum yang ditentukan. Mengenai tentang pendapat Prof. Dr Usman dekan markas Angkatan Darat berbicara begini; ngerjakan rukun Islam itu pertama menanam rasa disiplin, jiwa atau jasmani, membersihkan diri , mempunyai semangat yang tinggi, watak kasih sayang, selalu sedekah (memberi pertolongan bagi yang membutuhkan), budi pekerti yang tinggi, yang saya lihat; saya bangun bagi lalu belum sembahyang (shalat) merasa malu kalau disebut bukan orang muslim, jadi berbuat karena malu.

2. Tarikat, meningkat mencapai kebathinan (Qalbu – Arab), melaksanakan puasa mengendalikan pikiran. Jadi tarikat itu melaksanakan berdasar pengetahuan mengendalikan pikiran (mengasah pikiran), membaca buku-buku agama, wirid, berguru, bertanya, dan musyawarah tentang ilmu Allah. Tarikat mempergunakan pikiran untuk mengupas (mencari) tanda-tanda saksi Allah. Jadi tahu kalau basil-basil itu hidup memiliki apa, membuat keyakinan menguat. Zaman dahulu para ahli kitab masih termasuk tingkatan Tarikat, artinya hanya tahu saja (mengerti), karena pengetahuan sudah mantap lalu imannya disebut Ainul Yakin, contohnya begini; pengetahuan (mengetahui) kalau Bung Karno itu Presiden, memang sudah melewati Istana Presiden dan mendengarkan pidatonya, jadinya kira-kira rumah Bung Karno sudah Tahu tetapi belum pernah jumpa dengan Bung Karno sendiri. Tataran (tingkat Tarikat) itu walaupun sudah mengetahui tidak pernah meninggalkan Syari’at agamanya, jadi Tarikat itu hanya naik kelas (tingkat). Pada tingkatan itu para pengikut menerima ajaran guru seperti berpuasa, tekadnya hanya meniru sifatnya Allah saja, sucinya dan adilnya, disitulah terbukanya ilmu itu supaya keterima ilmunya harus praktek (shalat Tarikat) mengendalikan pikiran. Ahli Tarikat itu bisa membedakan yang benar dan yang salah dari orang lain ataupun diri sendiri, lalu bisa mempunyai sifat kasih sayang dan sayang kepada seluruh umat-Nya (Allah), besar wibawanya, mengetahui kemauan dirinya sendiri. Semua itu membuat terbuka hatinya. Apa sebabnya kita harus kasih sayang kepada umat-Nya (Allah), yang mengendalikan hawa nafsu (mengupas hawa nafsu). Menurut Wedaran Wirid Tarikat itu jalannya hati (Qalbu), karena hati mempunyai kemauan yang sangat cepat seperti kilat, lalu Tarikat memerangi pengaruh yang berupa keinginan yang timbul dari hati.

3. Hakikat, yang disebut Hidayat Jati, Hakikat itu Shalat sejati yang tidak merasa geraknya aku (jasmani, pikiran, perasaan sudah disingkirkan / dikendalikan), jadi gerak (makarti-jawa) aku tidak merasakan aku. Hakikat itu imannya para Mukmin (Aulia), imannya disebut Haqkul Yakin, artinya Nyata (benar). Percaya kalo Bung Karno menjadi Presiden karena sudah masuk rumahnya tetapi belum jumpa langsung/berhadapan dengan Presiden Sukarno (Qalamullah – Arab). Ditingkat itu terbukanya Kijab atau batas antara manusia dengan Allah (kawulo – jawa), cocok dengan Hadist Nabi : “siapa yang betul-betul mengetahui dirinya benar mengetahui Allahnya”, karena Hakikat itu Sembahnya (Shalat) Roh (jiwa), keadaannya diliputi tidak merasa apa-apa, lalu para ahli suluk, Sufi, tapa dan mempunyai pendapat atau keterangan begini : “aku ini tidak ada, yang ada yang mengadakan (yang menciptakan)”, keterangan atau ketentuan tadi membuktikan sempurnanya Hakikat dan bisa menguasai jasmaninya melalui Rohaninya, kata lain sifat dan Hakikatnya DAT sudah menyatu (manunggal-jawa). Di tingkat yang begitu sebutan sakit, pening/pusing, panas, dingin dan mati itu tidak ada, yang benar yang disebut menyatu (Widhatul Wujud – Arab). Di kitab Suluk disebut begini : “hatinya yang beriman berdirinya Roh kita”, Hakkikat itu menuju sejatinya kemauan, yaitu tingkatan jiwa yanng menyerahkan diri pada Allah (Hyang Widi – jawa), karena sudah tidak mempunyai perasaan tidak ikut-ikut memilki, Iktikat itu serupa dengan menyebut serupa yang disebut satu, perjalanan sehari-hari orang yang sudah begitu menurut aku pada kemauan DAT (sifatnya Dat).

4. Ma’rifat, tingkatan itu imannya para Arifin yang disebut Isbatul Yakin, artinya sudah sempurna, sempurna keterangannya begini : sudah kerumah Bung Karno, sudah salaman dan berbicara langsung/berhadapan dengan Bung Karno. Keterangannya sudah Ma’rifat semua ilmu, pengetahuan, amal ibadah, filsafat dan lain-lainnya sudah menjadi satu, sudah mengetahui sebab dan akibat, disebut diwirid Hidayat Jati : Zikir azalalah, artinya zikirnya rasa didalam alam cahaya disebut zikir Ma’rifat, sempurnanya tidak merasa apa-apa. Keterangan tersebut diatas tadi disebut tingkatan Islam. Kata Islam sebenarnya bukan agama, itu hanya kebisaaan orang mengatakan, jadi nama-nama agama menurut yang menyiarkan, umpama agama Budha yang menyiarkan Sang Budha, Kristen yang menyiarkan Yesus Kristus, jadi agama Islam disebut agama Muhammad, artinya tidak menjadi masalah, sebab yang menyiarkan Nabi Muhammad, Islam itu kata-kata penerangan (menunjukkan) sesuatu, barangnya tidak bisa dijangkau tetapi bisa dirasakan, jadi Islam itu sesuati iktikat yang luhur (suci). Kata suci keterangan lahir dan batin, kasar dan halus (nampak dan gaib), tidak bisa berubah. Kata suci (Islam) itu artinya tidak apa-apa (tidak bisa dijangkau), itu sebabnya kata Islam disebut suci bisa dikatakan telah bersujud pada Allah. Kata bersujud (pasrah) itu bukan main-main, hanya yang bisa yang melaksanakan Nabi, Wali, Aulia, Pandita, Guru yang sudah semprna. Bukti untuk sehari walaupun hanya kata-kata (nama) sebagaimana tertera dalam wirid Hidayat Jati itu, tidak ada apa-apa, jika diteliti kata tidak ada apa-apa tadi waktu menginjak dunia yang pertama dikatakan lahir didunia melalui tidak tahu apa-apa. Jadi kata sehari-hari Islam yang kita bicarakan dari bahasa Arab, artinya bersujud suci (sunyi senyap tidak ada apa-apa), jadi bebasa dari keinginan. Dalil di kitab Al Qur’an surat Al-Baqarah : 131 :

“ketika Allah berfirman, “kamu harus Islam bersujud kepada Allah”, Ibrahim menjawab: “Aku tunduk patuh kepada Tuhan semesta alam”.

Jadi yang namanya Islam itu umpama sudah menjalani yang empat tingkatan tadi dari yang Syari’at, lalu mencapai tingkat Ma’rifat disebut bersujud (Islam/suci) terhadap Dat yang wajib adanya, berdasarkan ukuran Layu kayafu (tidak bisa dijangkau), artinya jika kita mau bersujud (sumarah-jawa) harus memakai pakaian Layu Kayafu (tankeno kinoyo ngopo – jawa), contoh : jika tentara mau menghadap Presiden harus memakai pakaian seragam lengkap, pangkat, sikap tegak dan lain-lain baru dapat diterima, apalagi manusia menghadap Allah, harus lebih lengkap lagi, umpama Tauhid, pikiran bersih, hati bersih, pasrah, tidak ingin apa-apa (merasakan apa-apa) dan Islam, itu baru tingkat Ma’rifat.

Jadi menjadi Islam itu kalau sudah bisa menyingkirkan aku pribadi, yaitu sudah diterima At-tauhidnya, sementara orang bisaa memerlukan makan, lalu belajar Ma’rifat selagi masih hidup, kalau tidak lulus (mencapai Ma’rifat) lain perkara, rahasianya begini : siapa yang (waktu) didunia belum bisa Islam (sumarah) nyerah diri, tidak bisa meninggalkan keduniaan At-tauhid (menyatu), kalau sewaktu Sekaratil maut (menjelang ajal)/koma, akan mengalami yang menakutkan dan mengalami seperti dialam kubur, sebaliknya umpama bisa At-tauhid (Islam) suci menghadap kepada Allah; itu nanti kalau Sekaratil maut (menjelang ajal) Insya Allah langsung menghadap kepada-Nya (Allah) yang disebut Inalillahi Wa inalillahi Roji’un, kalau Budha melewati alam Nirwana. Orang yang sudah Ma’rifat itu disebut Arifin, artinya Muslim, siapa yang ingin mencapai tingkatan Ma’rifat, contohnya seperti dalil dibawah ini, pesan Nabi Ibrahim As dan Nabi Yakub kepada anak cucu; Al-Qur’an surat Al-Baqarah : 132 ;

“Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub. (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati sebelum jadi Islam (Ma’rifat)”

Jadi jelas sekali yang ditakuti sewaktu Sekaratul Maut (menjelang ajal). Keterangannya begini : siapa yang hidup mencapai Islam, maka seperti sudah bisa menghadap dihadapan Allah (lihat tentang Bab pengetahuan mati), karena Islam itu bagi orang Ma’rifat menjalaninya melalui jalan yang tidak bisa dijangkau (Layu Kayafu), hanya sekali itu sudah menjadi Islam, ada yang selalu mengalami, ada yang seumur hidup hanya sekali, tergantung dengan yang menjalani. Menurut Dalil tadi para leluhur agama Islam pasti tujuannya suci. Jadi Islam suci sesungguhnya sudah diuji pada zaman sebelum Nabi Muhammad, jadi Nabi Ibrahim, Nabi Yakub, Nabi Musa, Nabi Isa as dan Nabi Muhammad SAW itu satu tujuan, yaitu Islam (mencapai Ma’rifat).

Menurut Kyai Agus Salim, Islam berasal dari bahasa Arab, asalnya kata Salama, artinya Selamat, sentosa tidak kurang dan tidak rusak. Kata tadi menjadi kata Aslama, kata tadi berusaha menyelamatkan (menyucikan) dari yang tidak baik, pertama pada diri pribadi, kedua pada manusia dan makhluk-makhluk-Nya. Selain itu kata Aslama itu sama dengan pasrah menghadap kepada Allah, jadi kata Islam itu sudah mengandung arti keseluruhan.

Dari keterangan diatas agama Islam itu Azazan, perintah untuk menyelamatkan manusia dan alam raya seisinya, selain dari itu kata Aslama artinya menyerahkan diri sepenuhnya, jadi kata Aslama itu pokoknya kata Islam. Kata Islam berarti sumber dari segala kata (pokoknya). Dari keterangan di atas, kata Islam itu bukan sekedar nama, umpama Hindu, Budha, Kristen, kata-kata tadi artinya supaya dipahami menurut buktinya (artinya).

Agama Islam itu ajaran, perintah dan petunjuk manusia dan alam seisinya tunduk kepada Allah, jadi harus dinyatakan dengan gerak, kata-kata, budi pekerti untuk menjaga keselamatan dunia dan akhirat.

Kata Kyai Agus Salim seperti diatas itu umpama diteliti dengan benar, menunjukan perbedaan antara satu agama dengan agama lain, singkatnya agama-agama tadi tidak satu tujuan dengan agama Islam, jadi Islam, Budha, Kristen itu hanya nama agama.

Menurut dasar surat A-Israa : 15 terdahulu (Bab I ), semua itu hanya sebutan sekedar nama, tidak beda sebutan (nama-nama), ada yang mengatakan Allah, Got Theo, Gusti Allah, Hyang Widi dan lain-lain, itu semua yang memberi nama hanya manusia sendiri. Menurut Wirid (ajaran) kata Islam itu sebutan salah satu agama, bukan kata sebutan, tetapi kata Saik yang artinya seluruh manusia tidak membedakan agamanya yang penting bisa menyatu dengan Allah (At-tauhid). Sebenarnya kata Islam itu Ma’rifat, akan tetapi ada kata Budha, Islam sejati. Islam sejati itu hanya untuk orang jika dicubit merasa sakit.

Arti Rahasia hanya tanda yang digunakan oleh orang yang membutuhkan tetapi semangat saja yang sama, yaitu mencari kebenaran Allah.

Kata Ma’rifat itu asal dari bahasa Arab yaitu Arafah, artinya melihat, tetapi bukan memakai mata atau pikiran (pengetahuan). Kata-kata melihat itu bukan pakai mata tetapi mengarah ke ilmu, dan Ma’rifat itu tahap mengetahui Wirid (pelajaran); melihat Allah tidak memakai alat mata dan tidak memakai pikiran. Melihat Allah terhadap Wirid artinya siapa saja bisa mencapai Ma’rifat, tetapi apa yang akan di Ma’rifati jika tidak tahu tentang hal ketuhanan (Allah), dan Ma’rifat itu bertekad, sudah pandai melakukan Zikir, Sholat Tauhid, Semadhi (Yoga) saja tetapi disertai ta’at, patuh dan yakin kepada agamanya. Umpama ta’atnya para ahli Syari’at hanya karena takut kepada peraturan; sholat, puasa, zakat, fitrah, naik haji merasa sudah menjadi Islam. Tetapi terhadap Ma’rifat selain menurut perintah agama lalu disertai tekun (kuat) terhadap sesuatu tujuan sehingga patuh (ta’at) terhadap tujuan untuk membuktikan Allah itu ada. Orang olah (melatih) batin terhadap orang Ma’rifat itu membuktikan bukam gampang, sebab orang-orang itu batinnya sudah memiliki sifat Allah, umpama sifat kasihnya yang biasanya lalu menjadi watak kasih sayang terhadap sesama. Kata Kasih Sayang menurut Allah (Rahman dan Rahim- Arab), tidak beda-beda, buktinya para Nabi, Wali, Mukmin semua mempunyai sifat kasih sayang, sudah ditujukan untuk diri sendiri menjadi untuk semua (universal), walau begitupun masih ada ingin perang dan membunuh musuh, begitulah orang yang sudah mengerti bahwa perang atau membunuh musuh itu mestinya pasti merusak rumah tangga. Tetapi terhadap orang yang sudah mengetahui rahasia alam, itu tidak mengherankan hanya menjadi kewajiban (tugas). Perang dan membunuh terdorong oleh kasih sayang dan suci, daripada menjadi hancurnya dunia (merusak ketentraman), maka harus dibunuh (dimusnahkan). Jadi para bijaksana melaksanakan tadi sama menuju keselamatan dunia, tujuannya menyelamatkan dunia dari semua penghalang, begitulah eloknya / sempurnanya Ma’rifat.


Bab. 2

DALIL, HADIST, IJEMAK DAN QIYAS

Umumnya di kampung, kota dan lain-lain; pengikut Agama walaupun berbeda Agamanya yang dituju terlebih dahulu terhadap ilmu, yang dituju terlebih dahulu pasti sempurnanya kematian, maksudnya umpama mempunyai niat ingin mencoba merasakan kematian, merasakan bagaimana mati itu. Perkataan dalam Wirid; hidup yang menyebutkan sekali, itu sebenarnya bekal ilmunya Allah SWT, itu disebut kenyataan (kasunyatan – Jawa) itu tidak dusta dan bisa dibuktikan. Bahasa Arab ilmu Haq, artinya nyata. Jadi kebisaaan jawa ilmu Kasunyatan atau nyata. Di pedesaan murid-murid disumpah (diwejang – jawa) bisa juga ditakut-takuti, umpama kalau kamu melanggar maka perutmu pecah. Bagi orang-orang yang disedikitpun belum mencapai Tarikat, benar salahnya terdapat pada perbuatan, walaupun pintar atau bodoh, karena murid itu mengerjakan karena rasa takut, jadi
keadaan masyarakat menjadi tentram. Murid satu perguruan dan lain perguruan saling tidak sepaham dan sering kali berdebat soal pendapat, menyebabkan pecah dan simpang siur mencari kebenaran sendiri-sendiri, perkara ilmu yang belum pasti benarnya.

Keterangan diatas untuk contoh jangan sampai tersebarnya kebatinan (ilmu Qalbu) di tengah masyarakat berlarut-larut terus menjadikan orang panatik, artinya patuh terhadap ajaran gurunya, yang tujuannya bisa salah arah tujuan semula, menyembah selain Allah, lalu harus bersujud kepada Allah serta memohon petunjuk Allah supaya diberi petunjuk (dibukakan hatinya).

Allah berfirman, Al-Qur’an surat Al-Israa : 72

“Dan barangsiapa yang buta (hatinya) di dunia ini, niscaya di akhirat (nanti) ia akan lebih buta (pula) dan lebih tersesat dari jalan (yang benar)”

Mengingat Firman Allah itu lalu timbul pertanyaan; “Apa sudah benar pelajaran guru itu” lihat surat Al-Israa diatas, siapa yang tanggung jawab didunia dan akhirat, kalau ilmu gurunya itu salah. Terbukanya ilmu itu mesti bergaul, bertanya, membaca buku-buku tentang ketuhanan.

Kita sendiri yang teliti, yaitu akal / pikiran harus digunakan, yang penting mau menjalankan, keterangan disini dan seterusnya, baru bisa jadi mendapatkan ilham dari sifat-sifat Allah. Hasilnya menjalankan dan membersihkan diri, lalu mendapat keterangan yang sejujur-jujurnya (selurus-lurusnya).

Sekarang mengenai belajar ilmu, yang penting si Guru harus waspada memilih, karena banyak orang yang mengaku-ngaku karena peringatan (wulangreh – jawa). Kalau berguru ilmu harus :

1.  memililah manusia benar.
2.  yang baik kelakuannya (terpandang).
3.  Serta mengetahui hukum.
4.  Yang beribadah dan mengetahui.
5.  Kalau bisa orang yang sudah bertapa (menjalankan shalat Hakikat).
6.  Yang sudah tekun.
7.  Tidak mau mengharapkan orang lain.
8.  Itu pantas kita jadikan Guru.
9.  Sama-sama kita ketahui.

Nasehat di Wulangreh (syair jawa) :

1.  Manusia yang jelas statusnya; bukan seperti gelandangan (Avonturer), bukan tukang tipu, yang lupa janji, tetapi orang yang pantas dipercaya perkataannya.
2.  Yang baik martabatnya, yang baik budi pekertinya.
3.  Yang mengetahui hukum; orang yang telah mempelajari seluruh bidang hukum; hukum pidana, hukum tata negara, hukum perdata dan hukum agama yang penting.
4.  Yang beribadah (tawaduk – Arab) dan orang yang taat kepada peraturan agama Islam, Kristen, Budha dan lain-lain, Wirangi artinya orang yang segala tindak tanduknya (perbuatannya) tidak sembarangan.
5.  Orang yang bertapa; orang yang bisa mengendalikan hawa nafsunya.
6.  Orang yang tekun; orang yang tidak mau menjadi beban orang lain.
7.  Tidak mau pemberian orang lain; artinya tidak mau jasa orang (sepi pamrih – jawa), tidak mau di puji (takabur).
8.  pantas di Gurui; untuk simurid harus memilih terhadap siapa yang pantas digurui, yang memenuhi syarat-syarat seperti diatas.
9.  Harus kamu ketahui, itu peringatan bagi simurid harus banyak pengalaman walaupun tidak pandai, harus menerima dan mempunyai perasaan, karena sebagai murid harus mempunyai rasa malu walaupun tidak memberi, umpamanya karena siguru tidak pernah meminta, lalu kita diamkan, itu salah seorang mempunyai perasaan pasti malu jika tidak memberi imbalan kepada gurunya. Orang salah sangka dengan umum walaupun siguru masih muda dan tidak mempunyai tempat, orang yang terbuka pikiran itu tidak perduli muda atau tua, banyak yang sudah tua tetapi kosong tidak berilmu, tetapi dizaman sekarang banyak pemuda yang mempunyai satu perguruan (membentuk suatu perguruan). Tuhan (Allah) membuka hatinya menurut kehendaknya, seperti dalil Al-Qur’an surat Yusuf : 22 ;

“Dan tatkala dia cukup dewasa (29) Kami berikan kepadanya hikmah dan ilmu. Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.” 9]. Nabi Yusuf mencapai umur antara 30 – 40 tahun.

Kata dewasa (ahqil baliq) terhadap siapa saja yang sudah dewasa, pikirannya sudah dewasa, buktinya begini; sang Sidarta adalah putra mahkota kaya dan pandai, ia putra Raja dipegunungan Himalaya, Raja Shudadana, lahirnya Sidarta lalu ibunya meninggal dunia, pada umur 29 tahun (muda belia) lalu ia bertapa memohon kepada Yang Maha Benar, sesudah terbuka pikirannya lalu menjadi Budha, pelajarannya sampai sekarang masih hebat dan benar. Dan lagi tentang Nabi Isa as. (Yesus Kristus) putra Mariyam, siapa saja langsung heran kepada Nabi Isa as. pada waktu lahir Nabi Isa umur 3 (tiga) hari langsung bisa bicara dan berdiri sebagai Nabi utusan Tuhan, ingat baru umur tiga hari belum dewasa sangat muda. Terakhir Nabi Muhammad SAW itu menjadi pengembala kambing (domba) ikut pamannya semasa Nabi Muhammad umur 30 tahun, didorong oleh kemauan sendiri lalu Nabi Muhammad bertapa di gua Hira mengendalikan semua kemauannya (nafsu) mencari Dat yang benar (Allah), langsung menjadi Rasul (utusan) sampai menjadi penegak Islam. Allah membuka pikiran para orang mencari kebenaran, ternyara orang-orang yang masih muda-muda sesudahnya memilih (membedakan) yang benar dan salah, berdasarkan dalil (firman Allah) atau tidak, artinya Dalil pedoman, tanpa Dalil (unik seperti tahayul). Jadi orang yang ingin menjadi guru harus memakai 4 landasan yaitu :

1. Dalil itu Firman-firman Allah di kitab suci Al-Qur’anul Karim. Sampai sekarang dicetak supaya tidak berubah isinya, hanya Al-Qur’an sendiri, artinya begini; Qur’an itu bahasa Arab, ayatnya 6666 dan sudah disalin beratus bahasa, siapa saja mau merubah isinya atau ditambah tulisan lain tentu ketahuan, karena asli bahasa Arab masih utuh.

2. Hadist itu pendapat/perbuatan Nabi Muhammad yang benar semua, pengetahuan yang tidak ada terdapat di Al-Qur’an, Hadist suci itu disebut Hadist Syahih, Bukhari, Muslim, Hadist selainnya, Hadist lainnya kurang dipercaya, membacaya harus dicocokan dengan angka-angkanya, apalagi Al-Qur’an harus dicocokkan dengan Jus, Ayat-ayat dan Surat-surat, apalagi sekarang banyak Hadist dan Al-Qur’an berbahasa Jawa.

3. Ijemak, yaitu pendapatnya para Ulama agung pada zaman Nabi Muhammad atau pendapatnya para sahabat empat yang akrab dengan Nabi Muhammad, yang teliti (cerdik), yang tidak berdasarkan Mahsab (pendapat orang yang bisa diubah-ubah). Sedang Ijemak itu dasarnya ulur tarik menurut akal pikiran, jadi Ijemak itu pendapat dimasa zaman terdahulu yang disetujui para Ulama lebih dari 5 (lima orang ulama).

4. Qiyas, yaitu pendapat berdasarkan akal/pikiran, artinya keterangannya tidak berdasarkan Al-Qur’an atau Hadist, tetapi menurut akal/pikiran saja. Intisari semua keterangan ilmu itu apa keluar dari dalil atau hanya asal bicara saja, sebab itu harus diteliti (koreksi) berdasarkan akal/pikiran, bisa diterima atau tidak (umpama bisa) pokok utama iman, umpama tidak berarti masih sangsi-sangsi kalau sangsi-sangsi itu tidak mengenakan pikiran berarti haram atau batil. Siapa saja bisa mempelajari kenyataan sifat Allah, menjalani (melaksanakan) pasti tidak susah, memang sudah dikerjakan, umpama kurang semangatnya, tujuan hati untuk mencari ilmu Allah pasti tidak tercapai.

Untuk menjadi guru itu; tua, muda bukan pekerjaan yang main-main, karena murid zaman sekarang pikirannya sudah maju, akalnya banyak dan tidak bisa menerima begitu saja tetapi hanya mendengarkan saja, apa yang kuranng dipahami (susah) atau kurang diterima oleh akal pasti akan ditanyakan, umpama mengenai wejangan (nasihat) seperti dibawah ini :

“Sebenarnya tidak ada apa-apa yang dulu selain Adam”, artinya Adam itu kosong (suwung – jawa), manusia asal dari Adam tadi, itu sebabnya manusia berdiri sendiri (hidup sendiri) sebelum Allah dan Malaikat ada, adanya Allah itu dari manusia, artinya adanya Allah dari manusia karena manusia yang mengatakan, jadi wajib disimpan seperti menyimpan nyawa sendiri. Sebenarnya umat dan Allah artinya satu tidak pisah (bersatu), jadi dimana saja manusia berada pasti Allah tetap menyertainya, tidak ada manusia tidak ada Allah. Pelajaran yang disebut diatas tadi sebenarnya kurang dapat dicerna (diterima oleh murid), jadi timbul banyak pertanyaan. Menjadi guru selalu marah sebab gurunya sendiri tidak bisa menerangkan, karena siguru dapatnya hanya menerima begitu saja, jadi siguru belum pintar (mempunyai ilmu) hanya menunjukan kepanatikannya. Jadi bila ada guru yang begitu tadi bisa menjadi salah arah pada muridnya (masyarakat umum).

Disebutkan dalam kitab Al-Qur’an bahwa Adam itu satu-satunya Nabi, orang yang sudah dikehendaki Allah mempunyai sifat-sifat 4 perkara :

1. Sidik, yaitu jujur atau tidak dusta;
2. Amanah, yaitu bisa dipercaya atau tidak khianat.
3. Tablik, yaitu menyampaikan perintah Allah, sifat mokalnya Kitam.
4. Pathanah, yaitu bijaksana atau tidak bertindak bodoh.
Sifat wenang (kuasa) hanya Cuma satu yaitu yang disebut Aral Bashri, artinya yang tidak cacat (membuat cacat kerasulannya).

Seperti itu sifatnya Nabi yang dikehendaki oleh Allah. Beda dengan orang bisaa, orang bisaa kebanyakan hanya memakai sifat mokalnya (sebaliknya), maka dengan itu Nabi itu salah satu penuntun yang bisa menerangkan bahwa Adam itu yang disebut kosong (Suwung – jawa).

Dikitab Al-Qur’an surat Al-An’aam : 98 ;

“Dan Dialah yang menciptakan kamu dari seorang diri, maka (bagimu) ada tempat tetap dan tempat simpanan. Sesungguhnya telah Kami jelaskan tanda-tanda kebesaran Kami kepada orang-orang yang mengetahui”

Kata-kata Seorang diri yang diatas mengandung arti jasmani, tubuh orang. Jadi kesimpulan dari arti itu bahwa asal dari Rahim ibu, lalu ada Qur’an yang menyebutkan Adam Nabi yang terdahulu umat yang mulia di Surga. Umpama dibalikan kepelajaran guru yang disebut diatas, Adam diartikan Suwung (kosong), menjadi asal usul manusia, apa tidak salah umpama diartikan orang, karena seorang diri (jasmani) masih memasang dasar asalnya dari orang. Jadi jika ada yang mengartikan (Qiyasan) asalnya dari yang kosong (suwung-jawa) itu tidak masuk akal, karena semua asalnya orang dari rahim sang ibu, oleh karena itu Adam itu asalnya dari orang.

Jadi Qiyasan (pendapat) kata kosong (suwung) tadi terhadap Wedaran Wirid (buku ini) keterangannya begini; semua isi Jagad raya (alam dan makhluk) asal dari Hakikatnya DAT yang wajib adanya Allah SWT dan mereka yang menciptakan yang disebut Allah, artinya yang kita sembah tetapi tidak nampak. Karena tidak nampak jadi disebut kosong (suwung). Selanjutnya mengartikan kata ADAM, walaupun dikatakan kosong, kenyataan bisa menciptakan Jagad raya seisinya, jadi yang berasal dari Dat dikatakan kosong tidak hanya manusia saja tetapi seluruh isi alam ini; malaikat, setan dan jin, semua berasal dari Dat Allah (kosong/suwung-jawa), maka terhadap manusia dari tidak ada (kosong), bayi lahir dari ibunya tidak tahu apa-apa. Kata lahir tidak tahu apa-apa itu alamnya bayi sewaktu keluar dari rahim ibu tidak tahu apa-apa, lahir dirumah, di rumah sakit atau di hutan, toh tidak tahu apa-apa (kosong), kenapa kalau memang kosong manusia bisa lahir sendiri, kenapa tidak mau mengakui kalau asalnya dari tidak ada (kosong)?, kenapa hanya ikut saja yang dikatakan Qodrat dan Irodat. Salahnya penngetahuan (pengertian) tentang kosong tadi disebabkan kurangnya penerangan atau memang tidak tahu sama sekali (bodoh).

•   Menerangkan bahwa ADAM itu namanya Nabi/Rasul menurut agama Islam dalam Al-Qur’an ADAm itu nabi yang diusir dari Surga ke dunia bersama istrinya Siti Hawa, kata ADAM itu berasal dari bahasa Ibrani, yang artinya orang laki-laki. Di Al-Qur’an tidak menerangkan bahwa Hawa itu asal dari tulang rusuk Adam. Pendapat itu sebenarnya Adam itu orang yang bergerak dari orang.

•   ADAM itu kosong (suwung-jawa), artinya manusia berdiri sendiri sebelum Allah dan Malaikat ada itu tidak benar, yang benar kosong itu sebenarnya adanya DAT yang satu adanya, tidak nampak tetapi ada, artinya ada tetapi tidak bisa diraba atau tidak bisa dijangkau oleh manusia, sebab sifatnya layu kayafu, sama dengan tidak ada tetapi bisa menciptakan seluruh Jagad Raya dengan kekuasaannya (Qodrat).

Kata ADAM (kosong) itu sendiri sewaktu diutus hidup didunia sebenarnya memberi pengertian terhadap keterangan itu mudah jika sudah mempunyai pegangan (keyakinan). Dan bagi yang tahu sedikit-sedikit ilmu dalam menerima pelajaran dan dihati harus bisa membandingkan dengan apa sudah kita dengar dan menjadi tekadnya. Bisa menambah terang, umpama dibandingkan dengan ilmu lain (gebengan-jawa). Oleh karena ilmu itu bukan dapat dari sendiri tetapi dari tanah jawa, maka perguruan lebih baik para muridnya diberi kemudahan untuk bertanya, jangan terikat dengan peraturan yang melarang para murid menyamakan ilmu/pendapat orang lain. Maka dari itu ilmunya, Allah itu bisa diketahui hanya melalui manusia yang tujuannya hanya satu (benar). Ditanah jawa ilmu itu yang seperti bertingkat. Kata ilmu itu bahasa Arab, dalam bahasa jawa yaitu kaweruh.

Menurut Prof. Dr. Hazairin, ilmu itui tingkatnya hanya nampak (melihat); Si A pernah melihat Radio tetapi belum pernah menghidupkan apalagi memperbaiki, berarti si A belum mempunyai ilmu hanya melihat (buta ilmu). si B pernah melihat Radio, bisa menghidupkan dan bisa memperbaiki kerusakannya, berarti si B mempunyai ilmu dan mengetahui rahasia-rahasia Radio tersebut.


Bab 3

MACAM-MACAM KEPERCAYAAN DAN PENDAPAT
TENTANG TUHAN (ALLAH)

Qur’an surat Al-Hadiid ayat 4-6;

4-“Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa: Kemudian Dia bersemayam di atas ´arsy) Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan apa yang naik kepada-Nya). Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.”

5-“Kepunyaan-Nya-lah kerajaan langit dan bumi. Dan kepada Allah-lah dikembalikan segala urusan.”

6-“Dialah yang memasukkan malam ke dalam siang dan memasukkan siang ke dalam malam. Dan Dia Maha Mengetahui segala isi hati.”

Ilmuwan zaman dahulu Anaxagoras dari Clazomini (yunani), ia adalah seorang ahli ilmu pasti yang disebut sebagai seorang kafir, karena tidak percaya dewa-dewa, dan ilmunya dinamakan Atomistik, ilmuwan itulah yang menyiarkan; bila roh-roh itu tidak ada batasnya dan mewujudkan gerak tertib, selanjutnyanya roh-roh menyatu dengan tuhan-tuhanan, dan ia bertekad mengatakan roh-roh itu maha kuasa dan maha tahu. Ilmuwan lain yang sam pada waktu itu Anacagoras yaitu Anaximander dari Milete Ionia; kepercayaannya kealam raya (benda), tujuannya; asalnya benda-benda itu dari zat tanpa awal tanpa akhir dan tidak bisa ditebak, zat itu disebut Apeiron, artinya kekal (abadi), menurut kepercayaannya (Apeiron) adalah tentang jiwa (roh), pendapatnya bila roh-roh itu seperti Hawa dan Angin. Ilmuwan Ibnu Araby Al Halady dan syeh Siti Jenar sama pendapatnya, jika manusia itu berasal dari Hakikatnya Maha Agung, artinya penyempurna DAT, dan Faham itu disebut Widatul Wujud. Pendapat memutuskan Allah dan manusia menyatu, dalam bahasa Wiridan disebut Chaliq, dan makhluk itu satu (menyatu), begini keterangannya; DAT Yang Maha Kuasa itu meliputi adanya sifat Ujud, tidak luar tidak didalam, tidak bertempat, tidak zaman, tidak laki-laki tidak perempuan, tidak beranak tidak diberanakan, tetapi meliputi Jagat Raya, lihat firman Allah, surat Al-Hadiid : 4-6, seperti diatas.

Artinya ayat-ayat tadi Al-Hadiid 4-6; kepada siapa saja yang diciptakan tidak dibeda-bedakan (pilih kasih), yang sifat baharu semua diliputi Zat Allah. Semua itu untuk membuktikan kepada orang yang berpendapat Allah itu pilih kasih dan ada yang disayang karena dari adanya pendapat yang bermacam-macam lalu ada ada golongan yang memberanikan bahwa Allah bisa dijumpai dengan manusia dengan memuja cara masing-masing. Sebelum adanya peraturan agama, ada peraturan yang menetapkan bisa jumpa dengan Allah karena menyembah kepada benda untuk perantara. Faham tadi dinamakan Animisme yang menambah kepercayaan golongan tersebut. Manusia itu mempunyai hidup terus sesudah mati, oleh karena hidup itu Hakikatnya Allah. Allah itu meliputi semua maka menjumpai memakai (memuja) kayu, batu, patung; paham (kepercayaan) itu bisa saja percaya ada DAT yang wajib adanya, tetapi tanpa keterangan, jadi pekerjaan tadi hanya yakin ada dan cinta, jadi faham yang tidak terang, tetapi didalam hati bisa menciptakan/mengarang bahwa Allah itu ada dan menyatu, faham tadi disebut Antropormophisme. Ujud/nyata disini berarti karangan-karangan yang timbul dari angan-angan lalu ada golongan yang nebak-nebak bahwa Allah itu bisa menjelma menjadi orang, dan orang itu disebut Allah. Kitab Injil, Taurat asal pertamanya terjadi Jagat Raya;

•   Allah menciptakan manusia melalui cahayanya.

•   Tidak ada orang yang bisa dekat dengan Rama (Allah), kecuali tidak keluar dari Rama aku, umpama kamu bisa mengenalku pasti kamu mengenalku (Rama).

•   Orang yang bisa melihatku, jadi sudah bisa melihat sang Rama, sang Rama ada berada padaku.

Kata Citra tersebut diatas maksudnya sinar yang memancar, itu kata karangan, dalam perkataan Wirid disebut Hakikat, sudah sebenarnya manusia itu asal Hakikatnya Tuhan. Menurut trilogy Kristen; Tuhan sifatnya Rama sang Putra dan Rohulkudus/Rohsuji (perkataan sang Rama lebih kurang adalah DAT yang wajib adanya) Tuhan yang disembah yang paling tinggi sekali. Sang Putra sinarnya Rama (Hakikatnya cahaya tuhan) atau yang dinamakan Citra yang sifatnya makhluk yang memiliki sifat 20, Rohul kudus itu roh suci yang menempati sifatnya manusia. Karena manusia sifatnya sempurna, lalu manusia memiliki Rohul Kudus, Rohul kudus itu bisa disebut sejatinya aku, lebih-lebih tentang kemajuan rasionalnya (akal pikir) orang saja.

Surat Injil diatas tadi lalu ada perkataan; “orang yang bisa melihat aku, jadi sudah melihat sang Rama”. Keteranngannya; orang yang sudah mengetahui / melihat aku sama seperti sudah mengetahui / melihat Allah. Jadi kata melihat artinya bukan dengan mata, tetapi melihat melalui hati, yakin dengan diri sendiri, aku itu meliputi Hakikatnya Allah.

Wihdatul Wujud asal dari bahasa Allah, Pembagiannya begini :

• Wihda dari kata Wahdat, artinya Satu.

• Wujud artinya Ada.

Jadi Wihdatul Wujud itu adalah Satu dan Ada (Kahanan Tunggal = Bahasa Jawa), yang menciptakan dan yang diciptakan, bahasa Ilmu (Wirid) Chaliq dan Makhluk, artinya lebih kurang Chaliq tidak ada dan Makhluk tidak ada. Sebaliknya kalau Manusia tidak ada, maka Manusia dan Chaliq tidak ada yang menyebut. Dibagian keterangan kepercayaan Wihdatul Wujud banyak para Ulama yang tidak sepakat pendapatnya atau sama tidak percaya pendapat tadi karena keadaan tunggal itu pecahan para Pertapa, Sufi, Filsuf. Ada pendapat yang simpang siur, yang satu mengatakan Chaliq dan Makhluk itu Dua, artinya Allah disamakan berada disuatu tempat dan makhluk ada tempatnya masing-masing. Di Jawa menurut surat Wirid dan sejarah-sejarah ada seorang Wali mempunyai pendapat bahwa Wihdatul Wujud itu namanya Syeh Siti Jenar, ditanah Jawa dulu ada Wali 9 (Songo=Jawa) didemak, para Wali menurut sejarah mereka tidak suka kepada Syeh Siti Jenar, karena tidak sepaham dengan para Wali, lalu dimusuhi dan ilmunya sampai sekarang diketahui.

Ditahun 858 Masehi di Persia ada pujangga namanya Al Hallaj, dia terkenal didunia barat dan timur dengan bukunya dan buku-buku tersebut ditulis dengan bahasa masing-masing negara/daerah, pendapatnya mengakui Wihdatul Wujud (Yang Kuasa) adalah Tuhan Esa, dan Al Hallaj tadi dihukum oleh pemerintahan dizamannya, karena khawatir pengetahuan tadi berbahaya bagi masyarakat awam/umum.

Kepercayaan Wihdatul Wujud disebut keadaan satu. Menurut pendapat Sarjana, Filsufi; Plato, Aristoteles, Al Hallaj, Syeh Siti Jenar dan menurut keterangan itu menebak bila Manusia sebenarnya penyempurnaan Dat Allah, keterangannya umpama Manusia dan Makhluk itu seperti Air yang jernih yang berada dibak air dan Allah di ibaratkan seperti Surya diatas langit yang memancarkan cahaya ke 1000 bak air tadi, dan isi 1000 bak air tadi jika dilihat masing-masing terdapat matahari/surya yang memancarkan sinarnya dari langit tetapi sebenarnya matahari tadi hanya satu.

Leluasa artinya benda, manusia, besar, kecil bergerak karena memiliki Dat Allah, seperti Bak Air tadi ada Mataharinya, dan bergerak menurut keadaannya (kodratnya). Ada lagi kepercayaan yang berpendapat Chaliq dan Makhluk itu ada dua. Keterangannya kalau Makhluk-makhluk dilihat dari Chaliq (melihat matahari) keadaannya tetap satu, kalau dilihat dari makhluk (bak air tadi) matahari lebih dari satu, yaitu Makhluk (bak air) satu, Chaliq (tuhan) dua, artinya Matahari ada 1 (satu) dibak dan 1 (satu) dilangit.

Al-Qur’an surat An-Najm : 43-44 ;

43. “dan bahwasanya Dialah yang menjadikan orang tertawa dan menangis,”

44. “dan bahwasanya Dialah yang mematikan dan menghidupkan,”

Yang menyebabkan tertawa dan menangis itu Allah, artinya Manusia sudah memiliki sifat Qodrat / Irodatnya sifat 20, lalu yang memberi sifat tadi mengikuti tertawa, menangis, jadi pendapat tadi berpedoman kepada ayat-ayat suci Al-Qur’an, sebenarnya Allah itu meliputi kita semua (manusia);

1.  Dat Allah; tidak nampak, layu Kayafu, Nukat Gaib, orang tidak bisa melihat tetapi bisa menguasai, bisa menghidupi, bisa mematikan, bisa menangiskan dan bisa mentertawakan.


2.  Arti keterangan diatas mengatakan tidak diragukan lagi karena Hakikatnya DAT (sifat 20) tadi, karena umat manusia tidak berhak mengatakan bahwa manusia sama dengan Allah, walaupun memiliki DAT (sifat 20) yang lengkap, karena manusia tidak mempunyai kekuasaan (Wenang – Jawa). Bersambung ke Bagian.2

Muga Bermanfa’at.
Salam Rahayu kanti Teguh Selamat Berkah Selalu
Ttd:
Wong Edan Bagu
Putera Rama Tanah Pasundan
http://putraramasejati.wordpress.com