SEDIKIT CERITA TENTANG WEJANGAN WARISAN:

Bapak kandung saya Bernama Matsalim, beliau adalah putera ketiga dari Ki Buyung luwung ireng Putera tunggal dari Ki Buyut Bandawasa, Tunggulnya atau danyangnya dukuh luwung ireng desa gintunglor kec susukan Cirebon jawa barat, yang sangat kental keislamanya secara turun temurun hingga sekarang yang saya ketahui, sejak minggat dari telatah cirebon dan menentap di Sulawesi kepulauan, bapak saya Matsalim, dengan berbagai upaya pergaulannya, lalu bertemu dengan dedengkot Kepercaya’an Sapta Darma dari Kediri jatim, atas pelajaran itulah, Matsali bapak saya merasa telah menemukan jatidirinya sebagai orang jawa. Islampun d tinggalkan, anak dan istrinya di paksa mengikuti jejaknya mendalami Kepercaya’an Sapta Darma. Terutama saya yang di anggap mampu sebagai pewarisnya kelak.

Dan dibawah inilah Wejangan Asli/langsung dari Almarhum Matsalim bapak kandung Saya. Yang sampai sekarang masih menguasai jiwa dan raga saya. Yang kadang memposisikan saya untuk berada di sebuah persimpangan antara Warisan Ilmu/Laku dari oang tua atau Leluhur atau... Hasil karya laku penemuan saya sendiri, yang sudah nyata kebuktiannya:


WEJANGAN PERTAMA DENGAN SEBUAH PEMAKSA’AN:
Sa’at itu saya masih berusai 8 tahun, saya di kurung dalam kamar dalam kada’an puasa 3 hari 3 malam. Lalu,,, mau tidak mau disuruh mendengarkan  wejanganya, paham tidak paham harus paham.

“Tuhan adalah "Sangkan Paraning Dumadi". IA adalah sang Sangkan
sekaligus sang Paran, karena itu juga disebut Sang Hyang Sangkan
Paran. Ia hanya satu, tanpa kembaran, dalam bahasa Jawa dikatakan
Pangeran iku mung sajuga, tan kinembari . Orang Jawa biasa
menyebut "Pangeran" artinya raja, sama dengan pengertian "Ida Ratu"
di Bali. Masyarakat tradisional sering mengartikan "Pangeran"
dengan "kirata basa". Katanya pangeran berasal dari
kata "pangengeran", yang artinya "tempat bernaung atau berlindung",
yang di Bali disebut "sweca". Sedang wujudNYA tak tergambarkan,
karena pikiran tak mampu mencapaiNYA dan kata kata tak dapat
menerangkanNYA”

Didefinisikan pun tidak mungkin, sebab kata-kata
hanyalah produk pikiran hingga tak dapat digunakan untuk
menggambarkan kebenaranNYA. Karena itu orang Jawa menyebutnya "tan kena kinaya ngapa" ( tak dapat disepertikan). Artinya sama dengan  sebutan "Acintya" dalam ajaran Hindu. Terhadap Tuhan, manusia hanya  bisa memberikan sebutan sehubungan dengan perananNYA. Karena itu
kepada NYA diberikan banyak sebutan, misalnya: Gusti Kang Karya
Jagad (Sang Pembuat Jagad), Gusti Kang Gawe Urip (Sang Pembuat
Kehidupan), Gusti Kang Murbeng Dumadi (Penentu nasib semua mahluk) ,
Gusti Kang Maha Agung (Tuhan Yang Maha Besar), dan lain-lain.Sistem
pemberian banyak nama kepada Tuhan sesuai perananNYA ini sama
seperti dalam ajaran Hindu. "Ekam Sat Viprah Bahuda Vadanti"
artinya "Tuhan itu satu tetapi para bijak menyebutNYA dengan banyak
nama".



WEJANGAN KEDUA SUDAH TIDAK DENGAN PEMAKSA’AN:
Sa’at itu saya masih pada usai  8 tahun, saya diajak Sarasehan disebuah sanggar Sapta Darma, yang merupakan tempat petemuan para warga kepercaya’an Sapta Darma setingkat kabupaten Banggai Sulawesi tengah. Dan bersama Para anggota warga Sapta Darma lainya saya di wejang oleh bapak saya Matsalin yang kala itu menjadi Ketua Perwakilan Warga Sapta Darma sekabupaten.


Difinisi Tuhan Menurut wejangan Bapak saya;
1.       Pangeran iku siji, ana ing ngendi papan langgeng, sing nganakake jagad iki saisine, dadi sesembahane wong sak alam kabeh, nganggo carane dhewe-dhewe. (Tuhan itu tunggal, ada di mana-mana, yang menciptakan jagad raya seisinya, disembah seluruh manusia sejagad dengan caranya masing-masing)

2.       Pangeran iku ana ing ngendi papan, aneng siro uga ana pangeran, nanging aja siro wani ngaku pangeran. (Tuhan ada di mana saja, di dalam dirimu juga ada, namun kamu jangan berani mengaku sebagai Tuhan)


3.       Pangeran iku adoh tanpa wangenan, cedhak tanpa senggolan. (Tuhan itu berada jauh namun tidak ada jarak, dekat tidak bersentuhan)

4.       Pangeran iku langgeng, tan kena kinaya ngapa, sangkan paraning dumadi. (Tuhan itu abadi dan tak bisa diperumpamakan, menjadi asal dan tujuan kehidupan)


5.       Pangeran iku bisa mawujud, nanging wewujudan iku dudu Pangeran. (Tuhan itu bisa mewujud namun perwujudannya bukan Tuhan)

6.       Pangeran iku kuwasa tanpa piranti, akarya alam saisine, kang katon lan kang ora kasat mata. (Tuhan berkuasa tanpa alat dan pembantu, mencipta alam dan seluruh isinya, yang tampak dan tidak tampak)


7.       Pangeran iku ora mbedak-mbedakake kawulane. (Tuhan itu tidak membeda-bedakan (pilih kasih) kepada seluruh umat manusia)

8.       Pangeran iku maha welas lan maha asih, hayuning bawana marga saka kanugrahaning Pangeran. (Tuhan Maha Belas-Kasih, bumi terpelihara berkat anugrah Tuhan)


9.       Pangeran iku maha kuwasa, pepesthen saka karsaning Pangeran ora ana sing bisa murungake. (Tuhan itu Mahakuasa, takdir ditentukan atas kehendak Tuhan, tiada yang bisa membatalkan kehendak Tuhan)

10.   Urip iku saka Pangeran, bali marang Pangeran. (Kehidupan berasal dari Tuhan dan akan kembali kepada Tuhan).



Selain itu, para pujangga, empu, para cerdik cendekia dari Tanah Jawa, telah merumuskan berbagai etika dalam “berhubungan dengan Tuhan”:

1.       Gusti iku dumunung ana atining manungsa kang becik, mulo iku diarani Gusti iku bagusing ati. (Tuhan berada di dalam hati manusia yang baik, oleh sebab itu disebut Gusti (bagusing ati)

2.       Sing sapa nyumurupi dating Pangeran iku ateges nyumurupi awake dhewe. Dene kang durung mikani awake dhewe durung mikani dating Pangeran. (Siapa yang mengetahui zat Tuhan berarti mengetahui dirinya sendiri. Sedangkan bagi yang belum memahami jati dirinya sendiri maka tidak mengetahui pula zat Tuhan)


3.       Kahanan donya ora langgeng, mula aja ngegungake kesugihan lan drajat ira, awit samangsa ana wolak-waliking jaman ora ngisin-ngisini. (Keadaan dunia tidaklah abadi, maka jangan mengagungkan kekayaan dan derajat pangkat, sebab bila sewaktu-waktu terjadi zaman serba berbalik tidak menderita malu)

4.       Kahanan kang ana iki ora suwe mesthi ngalami owah gingsir, mula aja lali marang sapadha-padhaning tumitah. (Keadaan yang ada sekarang ini tidak akan berlangsung lama pasti akan mengalami perubahan, maka dari itu janganlah lupa kepada sesama makhluk hidup ciptaan Tuhan)


5.       Lamun sira kepengin wikan marang alam jaman kelanggengan, sira kudu weruh alamira pribadi. Lamun sira durung mikan alamira pribadi adoh ketemune. (Bila kamu ingin mengetahui alam di zaman kelanggengan. Kamu harus memahami alam jati diri (jagad alit), bila kamu belum paham jati dirimu, maka akan sulit untuk menemukan (alam kelanggengan)

6.       Yen sira wus mikani alamira pribadi, mara sira mulanga marang wong kang durung wikan. (Jika kamu sudah memahami jati diri, maka ajarilah orang-orang yang belum memahami)


7.       Lamun sira wus mikani alamira pribadi, alam jaman kelanggengan iku cedhak tanpa senggolan, adoh tanpa wangenan. (Bila kamu sudah mengetahui sejatinya diri pribadi, tempat zaman kelanggengan itu seumpama dekat tanpa bersentuhan, jauh tanpa jarak)

8.       Lamun sira durung wikan alamira pribadi mara takono marang wong kang wus wikan. (Bila anda belum paham jati diri pribadi, datang dan tanyakan kepada orang yang telah paham)


9.       Lamun sira durung wikan kadangira pribadi, coba dulunen sira pribadi. (Bila anda belum paham saudaramu yang sejati, carilah hingga ketemu dirimu pribadi)

10.   Kadangira pribadi ora beda karo jeneng sira pribadi, gelem nyambut gawe. (“Saudara sejati” mu tidak berbeda dengan diri pribadimu, bersedia bekerja)


11.   Gusti iku sambaten naliko sira lagi nandang kasangsaran. Pujinen yen sira lagi nampa kanugrahaning Gusti. (Pintalah Tuhan bila anda sedang menderita kesengsaraan, pujilah bila anda sedang menerima anugrah)

12.   Lamun sira pribadi wus bisa caturan karo lelembut, mesthi sira ora bakal ngala-ala marang wong kang wus bisa caturan karo lelembut. (Bila anda sudah bisa bercakap-cakap dengan makhluk halus, pasti anda tidak akan menghina dan mencela orang yang sudah bisa bercakap-cakap dengan makhluk halus)


13.   Sing sapa nyembah lelembut iku keliru, jalaran lelembut iku sejatine rowangira, lan ora perlu disembah kaya dene manembah marang Pangeran. (Siapa yang menyembah lelembut adalah tindakan keliru, sebab lelembut sesungguhnya teman mu sendiri)

14.   Weruh marang Pangeran iku ateges wis weruh marang awake dhewe, lamun durung weruh awake dhewe, tangeh lamun weruh marang Pangeran. (Memahami tuhan berarti sudah memahami diri sendiri, jika belum memahami jati diri, mustahil akan memahami Tuhan)


15.   Sing sapa seneng ngrusak katentremane liyan bakal dibendu dening Pangeran lan diwelehake dening tumindake dhewe. (Siapa yang gemar merusak ketentraman orang lain, pasti akan dihukum oleh Tuhan dan dipermalukan oleh perbuatannya sendiri)

16.   Lamun ana janma ora kepenak, sira aja lali nyuwun pangapura marang Pangeranira, jalaran Pangeranira bakal aweh pitulungan. (Walaupun mengalami zaman susah, namun janganlah lupa mohon ampunan kepada Tuhan, sebab Tuhan akan memberikan pertolongan)


17. Gusti iku dumunung ana jeneng sira pribadi, dene ketemune Gusti lamun sira tansah eling. (Tuhan ada di dalam diri pribadi, dapat anda ketemukan dengan cara selalu eling)

He he he . . . Edan Tenan. Wejangan-Wejangan diatas, Selama Bertahun-tahun menguasa jiwa raga saya, dalam laku pencarian jatidiri, hingga ke pancapaian jatidiri bahkan hingga sekarang saya masih sering d tarik dan tertarik untuk kesitu. Sehingganya, Ego dan KeAKUan sering muncul dikala sedang dalam masalah problema kehidupan. Monggo/Silahkan di renungi sendiri. Untuk tambah-tambah ilmu pengertian, sebagai pengalaman... 

Semoga Ada manfa’atnya. Salam Rahayu kanti Teguh slamet Berkah Selalu.
Ttd: Wong Edan Bagu

Putera Rama Tanah Pasundan