Hukum Berhubungan Oral suami-istri menurut islam:
Hukum Berhubungan Oral suami-istri menurut islam:
Oleh: Wong Edan Bagu.
Hingga saat ini, memang tidak sedikit masyarakat muslim yang
masih mempertanyakan tentang halal dan tidaknya jima’ atau berhubungan suami
istri dengan cara oral. Mitos yang banyak berkembang selama ini, melakukan
hubungan dengan cara memasukkan alat kelamin ke dalam mulut pasangan itu
dianggap sama seperti kelakuan orang kafir, sehingga hukumnya haram. Benarkah?
Ibnu Taymiyyah berpendapat, selain ciuman dan rayuan, unsur
penting lain dalam pemanasan adalah sentuhan mesra. Bagi pasangan suami istri,
seluruh bagian tubuh adalah obyek yang HALAL untuk disentuh, termasuk kemaluan.
Terlebih jika dimaksudkan sebagai penyemangat jima’.
Nashirudin Al-Albani, mengutip perkataan Ibnu Urwah
Al-Hanbali dalam kitabnya yang masih berbentuk manuskrip, Al-Kawakbu Ad-Durari,
“Diperbolehkan bagi suami istri untuk melihat dan meraba seluruh lekuk tubuh
pasangannya, termasuk kemaluan. Karena kemaluan merupakan bagian tubuh yang
boleh dinikmati dalam bercumbu, tentu boleh pula dilihat dan diraba. Diambil
dari pandangan Imam Malik dan ulama lainnya.”
Berkat kebesaran Allah, setiap bagian tubuh manusia memiliki
kepekaan dan rasa yang berbeda saat disentuh atau dipandangi. Maka, untuk
menambah kualitas jima’, suami istri juga diperbolehkan pula menanggalkan
seluruh pakaiannya. Dari Aisyah RA, ia menceritakan, “Aku pernah mandi bersama
Rasulullah dalam satu bejana…” (HR. Bukhari dan Muslim).
Untuk mendapatkan hasil sentuhan yang optimal, seyogyanya suami
istri mengetahui dengan baik titik-titik yang mudah membangkitkan gairah
pasangan masing-masing. Maka diperlukan sebuah komunikasi terbuka dan santai
antara pasangan suami istri, untuk menemukan titik-titik tersebut, agar
menghasilkan efek yang maksimal saat berjima’.
Satu hal lagi yang menambah kenikmatan dalam hubungan intim
suami istri, yaitu posisi bersetubuh. Kebetulan Islam sendiri memberikan
kebebasan seluas-luasnya kepada pemeluknya untuk mencoba berbagai variasi
posisi dalam berhubungan seks. Satu-satunya ketentuan yang diatur syariat
hanyalah, semua posisi seks itu tetap dilakukan pada satu jalan, yaitu farji
(vagina). Bukan yang lainnya. Allah SWT berfirman, “Istri-istrimu adalah tempat
bercocok tanammu, datangilah ia dari arah manapun yang kalian kehendaki.” QS.
Al-Baqarah (2:223).
Demikian halnya dengan Sheikh Muhammad Ali Al-Hanooti,
mufty, dalam Islamawarness.net menegaskan bahwa oral sex diperbolehkan dalam
Islam. Ali Al-Hanooti menegaskan bahwa yang diharamkan dalam jima’ hanya ada
tiga hal, diantaramya: Anal sex, berhubungan sex saat istri sedang haid atau
menstruasi dan sex pasca istri melahirkan (masa nifas). Sedangkan di luar
ketiga hal itu, hukumnya halal.
Hal yang sama juga diungkapkan : Ustadz Sigit Pranowo, Lc di
eramuslim.com. Dalam sebuah kajian konsultasi yang membahas tentang sex oral,
Sigit mengatakan bahwa Hubungan seksual antara pasangan suami istri bukanlah
hal yang terlarang untuk dibicarakan didalam Islam. Namun, bukan pula hal yang
dibebaskan sedemikian rupa bak layaknya seekor hewan yang berhubungan dengan
sesamanya.
Islam adalah agama fitrah yang sangat memperhatikan masalah
seksualitas karena ini adalah kebutuhan setiap manusia, sebagaimana firman
Allah swt,”Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam,
Maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana saja kamu
kehendaki. dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk dirimu, dan bertakwalah
kepada Allah dan ketahuilah bahwa kamu kelak akan menemui-Nya. dan berilah
kabar gembira orang-orang yang beriman.” (QS. Al Baqoroh : 223)
Ayat diatas menunjukkan betapa islam memandang seks sebagai
sesuatu yang moderat sebagaimana karakteristik dari islam itu sendiri. Ia
tidaklah dilepas begitu saja sehingga manusia bisa berbuat sebebas-bebasnya dan
juga tidak diperketat sedemikian rupa sehingga menjadi suatu pekerjaan yang
membosankan.
Hubungan seks yang baik dan benar, yang tidak melanggar
syariat selain merupakan puncak keharmonisan suami istri serta penguat perasaan
cinta dan kasih sayang diantara mereka berdua maka ia juga termasuk suatu
ibadah disisi Allah swt, sebagaimana sabda Rasulullah saw,”..dan bersetubuh
dengan istri juga sedekah. Mereka bertanya,’Wahai Rasulullah, apakah jika
diantara kami menyalurkan hasrat biologisnya (bersetubuh) juga mendapat
pahala?’ Beliau menjawab,’Bukankah jika ia menyalurkan pada yang haram itu
berdosa?, maka demikian pula apabila ia menyalurkan pada yang halal, maka ia
juga akan mendapatkan pahala.” (HR. Muslim)
Diantara variasi seksual yang sering dibicarakan para seksolog
adalah oral seks, yaitu adanya kontak seksual antara kemaluan dan mulut (lidah)
pasangannya. Tentunya ada bermacam-macam oral seks ini, dari mulai menyentuh,
mencium hingga menelan kemaluan pasangannya kedalam mulutnya.
Hal yang tidak bisa dihindari ketika seorang ingin melakukan
oral seks terhadap pasangannya adalah melihat dan menyentuh kemaluan
pasangannya. Dalam hal ini para ulama dari madzhab yang empat bersepakat
diperbolehkan bagi suami untuk melihat seluruh tubuh istrinya hingga kemaluannya
karena kemaluan adalah pusat kenikmatan. Akan tetapi setiap dari mereka berdua
dimakruhkan melihat kemaluan pasangannya terlebih lagi bagian dalamnya tanpa
suatu keperluan, sebagaimana diriwayatkan dari Aisyah yang mengatakan,”Aku
tidak pernah melihat kemaluannya saw dan beliau saw tidak pernah
memperlihatkannya kepadaku.” (al Fiqhul Islami wa Adillatuhu juz IV hal 2650)
Seorang suami berhak menikmati istrinya, khususnya bagaimana
dia menikmati berjima’ dengannya dan seluruh bagian tubuh istrinya dengan suatu
kenikmatan atau menguasai tubuh dan jiwanya yang menjadi haknya untuk dinikmati
maka telah terjadi perbedaan pendapat diantara para ulama kami, karena tujuan
dari berjima’ tidaklah sampai kecuali dengan hal yang demikian. (Bada’iush
Shona’i juz VI hal 157 – 159, Maktabah Syamilah)
Setiap pasangan suami istri yang diikat dengan pernikahan
yang sah didalam berjima’ diperbolehkan untuk saling melihat setiap bagian dari
tubuh pasangannya hingga kemaluannya. Adapun hadits yang menyebutkan bahwa
siapa yang melihat kemaluan (istrinya) akan menjadi buta adalah hadits munkar
tidak ada landasannya. (asy Syarhul Kabir Lisy Syeikh ad Durdir juz II hal 215,
Maktabah Syamilah)
Dibolehkan bagi setiap pasangan suami istri untuk saling
melihat seluruh tubuh dari pasangannya serta menyentuhnya hingga kemaluannya
sebagaimana diriwayatkan dari Bahz bin Hakim dari ayahnya dari kakeknya
berkata,” Aku bertanya,’Wahai Rasulullah aurat-aurat kami mana yang tutup dan
mana yang kami biarkan? Beliau bersabda,’Jagalah aurat kamu kecuali terhadap
istrimu dan budak perempuanmu.” (HR. tirmidzi, dia berkata,”Ini hadits Hasan
Shohih.”) Karena kemaluan boleh untuk dinikmati maka ia boleh pula dilihat dan
disentuhnya seperti bagian tubuh yang lainnya.
Dan dimakruhkan untuk melihat kemaluannya sebagaimana hadits
yang diriwayatkan Aisyah yang berkata,”Aku tidak pernah melihat kemaluan
Rasulullah saw.” (HR. Ibnu Majah) dalam lafazh yang lain, Aisyah menyebutkan :
Aku tidak melihat kemaluan Rasulullah saw dan beliau saw tidak
memperlihatkannya kepadaku.”
Didalam riwayat Ja’far bin Muhammad tentang perempuan yang
duduk dihadapan suaminya, di dalam rumahnya dengan menampakkan auratnya yang
hanya mengenakan pakaian tipis, Imam Ahmad mengatakan,”Tidak mengapa.” (al
Mughni juz XV hal 79, maktabah Syamilah)
Oral seks yang merupakan bagian dari suatu aktivitas seksual
ini, menurut Prof DR Ali Al Jumu’ah dan Dr Sabri Abdur Rauf (Ahli Fiqih Univ Al
Azhar) boleh dilakukan oleh pasangan suami istri selama hal itu memang
dibutuhkan untuk menghadirkan kepuasan mereka berdua dalam berhubungan.
Terlebih lagi jika hanya dengan itu ia merasakan kepuasan ketimbang ia terjatuh
didalam perzinahan.
Hal itu dikarenakan yang keluar dari kemaluan adalah madzi
dan mani. Madzi adalah cairan berwarna putih dan halus yang keluar dari
kemaluan ketika adanya ketegangan syahwat, hukumnya najis. Sedangkan mani
adalah cairan kental memancar yang keluar dari kemaluan ketika syahwatnya
memuncak, hukumnya menurut para ulama madzhab Hanafi dan Maliki adalah najis
sedangkan menurut para ulama Syafi’i dan Hambali adalah suci.
Mufti Saudi Arabia bagian Selatan, Asy-Syaikh Al`Allamah
Ahmad bin Yahya An-Najmi berpenapat bahwa isapan istri terhadap kemaluan
suaminya (oral seks) adalah haram dikarenakan kemaluannya itu bisa memancarkan
cairan (madzi). Para ulama telah bersepakat bahwa madzi adalah najis. Jika ia
masuk kedalam mulutnya dan tertelan sampai ke perut maka akan dapat menyebabkan
penyakit.
Hal itu dikarenakan yang keluar dari kemaluan adalah madzi
dan mani. Madzi adalah cairan berwarna putih dan halus yang keluar dari
kemaluan ketika adanya ketegangan syahwat, hukumnya najis. Sedangkan mani
adalah cairan kental memancar yang keluar dari kemaluan ketika syahwatnya
memuncak, hukumnya menurut para ulama madzhab Hanafi dan Maliki adalah najis
sedangkan menurut para ulama Syafi’i dan Hambali adalah suci.
Adapun Syeikh Yusuf al Qaradhawi memberikan fatwa bahwa oral
seks selama tidak menelan madzi yang keluar dari kemaluan pasangannya maka ia
adalah makruh dikarenakan hal yang demikian adalah salah satu bentuk kezhaliman
(diluar kewajaran dalam berhubungan).
Dampak Positif dan Negatif?
Dampak positif dari oral seks ini jika dilakukan dengan
sukarela oleh pasangan suami istri tentunya akan menambah kenikmatan dalam
berhubungan intim dan pada gilirannya dapat menjaga keharmonisan rumah tangga.
Untuk itu pasangan suami istri harus mengkomunikasikan masalah ini dengan baik,
agar tidak ada pihak yang merasa terpaksa.
Para seksolog mengkategorikan oral seks kedalam permainan
seks yang aman, selama betul-betul dijamin kebersihan dan kesehatannya, baik
mulut ataupun kemaluannya. Akan tetapi kemungkinan untuk terjangkitnya berbagai
penyakit manakala tidak ekstra hati-hati didalam menjaga kebersihannya
sangatlah besar.
He he he . . . Edan Tenan.
Muga Bermanfa’at.
Salam Rahayu kanti Teguh Selamat Berkah Selalu
Ttd:
Wong Edan Bagu
Putera Rama Tanah Pasundan
http://putraramasejati.wordpress.com
http://wongedanbagu.blogspot.com
Post a Comment