ARTI PERNIKAHAN DALAM ISLAM:
ARTI PERNIKAHAN DALAM ISLAM:
Oleh: Wong Edan Bagu.
Pernikahan merupakan ikatan diantara dua insan yang
mempunyai banyak perbedaan, baik dari segi fisik, asuhan keluarga, pergaulan,
cara berfikir (mental), pendidikan dan lain hal.
Dalam pandangan Islam, pernikahan merupakan ikatan yang amat
suci dimana dua insan yang berlainan jenis dapat hidup bersama dengan direstui
agama, kerabat, dan masyarakat.
Aqad nikah dalam Islam berlangsung sangat sederhana, terdiri
dari dua kalimat “ijab dan qabul”. Tapi dengan dua kalimat ini telah dapat
menaikkan hubungan dua makhluk Allah dari bumi yang rendah ke langit yang
tinggi. Dengan dua kalimat ini berubahlah kekotoran menjadi kesucian, maksiat
menjadi ibadah, maupun dosa menjadi amal sholeh. Aqad nikah bukan hanya
perjanjian antara dua insan. Aqad nikah juga merupakan perjanjian antara
makhluk Allah dengan Al-Khaliq. Ketika dua tangan diulurkan (antara wali nikah
dengan mempelai pria), untuk mengucapkan kalimat baik itu, diatasnya ada tangan
Allah SWT, “Yadullahi fawqa aydihim”.
Begitu sakralnya aqad nikah, sehingga Allah menyebutnya
“Mitsaqon gholizho” atau perjanjian Allah yang berat. Juga seperti perjanjian
Allah dengan Bani Israil dan juga Perjanjian Allah dengan para Nabi adalah
perjanjian yang berat (Q.S Al-Ahzab : 7), Allah juga menyebutkan aqad nikah
antara dua orang anak manusia sebagai “Mitsaqon gholizho”. Karena janganlah
pasangan suami istri dengan begitu mudahnya mengucapkan kata cerai.
Allah SWT menegur suami-suami yang melanggar perjanjian,
berbuat dzalim dan merampas hak istrinya dengan firmannya : “Bagaimana kalian
akan mengambilnya kembali padahal kalian sudah berhubungan satu sama lain
sebagai suami istri. Dan para istri kalian sudah melakukan dengan kalian
perjanjian yang berat “Mitsaqon gholizho”.” (Q.S An-Nisaa : 21).
Aqad nikah dapat menjadi sunnah, wajib, makruh ataupun
haram, hal ini disebabkan karena :
I. Sunnah, untuk menikah bila yang bersangkutan :
a. Siap dan mampu menjalankan keinginan biologi,
b. Siap dan mampu melaksanakan tanggung jawab berumah
tangga.
II. Wajib menikah, apabila yang bersangkutan mempunyai
keinginan biologi yang kuat, untuk menghindarkan dari hal-hal yang diharamkan
untuk berbuat maksiat, juga yang bersangkutan telah mampu dan siap menjalankan
tanggung jawab dalam rumah tangga.
Hal ini sesuai dengan firman Allah Q.S An-Nur : 33
III. Makruh, apabila yang bersangkutan tidak mempunyai
kesanggupan menyalurkan biologi, walo seseorang tersebut sanggup melaksanakan
tanggung jawab nafkah, dll. Atau sebaliknya dia mampu menyalurkan biologi,
tetapi tidak mampu bertanggung jawab dalam memenuhi kewajiban dalam berumah
tangga.
IV. Haram menikah, apabila dia mempunyai penyakit kelamin
yang akan menular kepada pasangannya juga keturunannya.
Sebaiknya sebelum menikah memeriksakan kesehatan untuk
memastikan dengan benar, bahwa kita dalam keadaan benar-benar sehat. Apabila
yang mengidap penyakit berbahaya meneruskan pernikahannya, dia akan mendapat dosa
karena dengan sengaja menularkan penyakit kepada pasangannya.
Bagi mereka yang melaksanakan pernikahan dalam keadaan wajib
dan sunnah, berarti dia telah melaksanakan perjanjian yang berat. Apabila
perjanjian itu dilanggar, Allah akan mengutuknya.
Apabila perjanjian itu dilaksanakan dengan tulus, kita akan
dimuliakan oleh Allah SWt, dan ditempatkan dalam lingkungan kasih Allah.
Lalu apa yang harus dilakukan keduanya (suami-istri) dalam
mengarungi bahtera rumah tangga? Bila suatu pernikahan dilandasi mencari
keridhaan Allah SWT dan menjalankan sunnah Rosul, bukan semata-mata karena
kecantikan fisik atau memenuhi hasrat hawa nafsunya, maka Allah akan menjamin
kehidupan rumah tangga keduanya yang harmonis, penuh cinta, dan kasih sayang,
seperti firman Allah dalam Q.S Ar-Rum : 21, sebagaimana yang sering kita
dengar.
“Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan
untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tentram kepadanya dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih sayang. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat terdapat tanda-tanda bagi kaum yang
berfikir”. (Ar-Ruum : 21)
Keterangan :
– Istri-istri dari jenismu sendiri (berpasang pasangan),
yaitu mempunyai ukuran yang sama, ukuran dalam bidang tujuan, ilmu, rohani,
dll. Serta masing-masing dapat dengan baik memahami fungsinya, serta
menjalankan kewajiban dan haknya dengan baik. Suami sebagai imam dalam rumah
tangga, dan istri sebagai wakilnya.
Masa awal berumah tangga, dimana kita harus dapat menyamakan
pandangan dengan cara beradaptasi dengan pasangan masing-masing, serta
meningggalkan sifat individual.
– Tentram, yaitu suatu masa berumah tangga dimana kita sudah
saling memahami sifat pasangan masing-masing, serta mulai timbul perasaan
tentram, seiring dan sejalan dalam mewujudkan tujuan berumah tangga.
- Cinta, hal ini adalah tahap selanjutnya yang kita rasakan
pada pasangan kita, dimana kita mencintai tidak hanya didasarkan atas keadaan
fisik atau ekonomi semata, ataupun keadaan luar saja, tetapi telah timbul
perasaan mencintai yang dalam, karena Allah SWT, yang tidak tergoyahkan oleh
godaan-godaan yang ada.
– Rahmah, adalah tahap akhir yang merupakan buah final dari
semua perasaan, dimana pada tahap ini, kita benar-benar menjalankan pernikahan
tanpa adanya halangan yang mengganggu, dan dapat terus berpasangan menuju ridho
Allah SWT.
Tapi mengapa banyak sekali rumah tangga yang hancur berantakan
padahal Allah telah menjamin dalam surat diatas? Hal ini tentunya ada kesalahan
pada sang istri atau suami atau keduanya melanggar ketentuan Allah SWT.
Allah menanamkan cinta dan kasih sayang apabila keduanya
menjalankan hak dan tanggung jawab karena Allah dan mencari keridhaan Allah,
itulah yang akan dicatat sebagai ibadah.
“Perjanjian Berat” Ijab Qobul, juga sebagai pemindahan
tanggung jawab dari orang tua kepada suami. Pengantin laki-laki telah
menyatakan persertujuannya atau menjawab ijab qobul dari wali pengantin
perempuan denga menyebut ijab qobulnya. Itulah perjanjian yang amat berat yang
Allah SWT ikut dalam pelaksanaannya. Hal ini sering dilupakan pasangan suami
istri dan masyarakat.
Tanggung jwab yang berpindah tangan. Tanggung jawab wali
terhadap seorang wanita yang dipindahkan kepada seorang laki-laki yang menikahi
wanita tersebut, antara lain:
1. Tanggung jawab memberi nafkan yang secukupnya, baik lahir
maupun batin,
2. Tanggung jawab menyediakan tempat tinggal yang
selayaknya,
3. mendidik akhlak dan agama dengan baik,
4. mengayomi, melindungi kehormatan dan keselamatan
istrinya.
Setelah ijab qobul, suami menjadi pemimpin dalam rumah
tangga yang akan menentukan corak masa depan kehidupan dalam rumah tangganya
(suami sebagai imam).
Dengan aqad nikah, Allah SWT memberikan kehormatan kepadanya
untuk menjalankan misi yang mulia.
Bismillahirrochmaanirrochiim.
1. Hai
sekalian manusia, bertaqwalah kepada Allah Tuhanmu yang telah menciptakan kamu
dari diri yang satu dan dari padanya Allah menciptakan istrinya dan dari pada
keduanya Allah memeperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.
(An-Nisaa : 1)
2. Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu
dan orang-orang yang layak (berkawin) dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan
hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan
mereka dengan karunianya. Dan Allah Maha Luas (pemberiannya) lagi Maha
Mengetahui. (An-Nuur : 32)
2.
3. Dan orang-orang yang tidak mampu berkawin hendaklah
menjaga kesucian(dari)nya. Sehingga Allah memampukan mereka dengan karuniaNya.
(An-Nuur : 33)
4. Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia
menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tentram kepadanya dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih sayang.
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat terdapat tanda-tanda
bagi kaum yang berfikir. (Ar-Ruum : 21)
5. Dan Dia (pula) yang menciptakan manusia dari air, lalu
Dia jadikan manusia itu (punya) keturunan dan mushaharah dan adalah Tuhammu
Maha Kuasa. (Al-Furqaan : 54)
6. Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu, dari
padanya Dia menciptakan istrinya agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah
dicampurinya istrinya itu mengandung kandungan yang ringan dan teruslah dia
merasa ringan. Kemudian tatkala dia merasa berat, keduanya (suami istri)
bermohon kepada Allah Tuhannya seraya berkata “Sesungguhnya jika Engkau memberi
kami anak yang sempurna tentulah kami termasuk orang-orang yang bersyukur”.
(Al-Araaf :189)
3.
7. Allah mengetahui apa yang dikandung oleh setiap perempuan
dan kandungan rahim yang kurang sempurna dan bertambah. Dan segala sesuatu pada
sisiNya ada ukurannya. (Ar-Rad : 8)
8. kepunyaan Allahlah kerajaan langit dan bumi, Dia
menciptakan apa yang Dia kehendaki. Dia memberikan anak-anak perempuan kepada
siapapun yang Dia kehendaki dan memberikan anak-anak laki-laki kepada siapapun
yang Dia kehendaki. Atau Dia menganugrahkan kedua jenis laki-laki dan perempuan
(kepada siapa yang Dia kehendaki) dan Dia menjadikan mandul siapa saja yang Dia
kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Kuasa. (Asy-Syuura :
49-50)
He he he . . . Edan Tenan.
Muga Bermanfa’at.
Salam Rahayu kanti Teguh Selamat Berkah Selalu
Ttd:
Wong Edan Bagu
Putera Rama Tanah Pasundan
http://putraramasejati.wordpress.com
http://wongedanbagu.blogspot.com
Post a Comment